SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Dinas Pendidikan Kota Tangerang telah menyiapkan berbagai skema kegiatan belajar mengajar (KBM) jika New Normal diterapkan. Salah satunya ialah dengan memadukan penerapan pembelajaran online dengan tatap muka.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang Masyati Yulia menjelaskan, nantinya setiap kelas akan dibagi menjadi dua kelompok belajar. Masing-masing kelompok akan secara bergantian melakukan tatap muka di sekolah setiap harinya.
“Jadi satu kelas ada kelompok A dan B. Misalnya kelompok A Seninnya masuk dan yang B nya belajar online di rumah. Besoknya si B yang masuk,” ujarnya kepada Satelit News, Rabu (3/6).
Selain skema pelaksanaan New Normal, kata Masyati, pihaknya juga telah mempersiapkan skema KBM tahun ajaran baru jika nantinya diundur hingga Januari 2021. Diketahui, jika mengikuti jadwal normal, KBM tahun ajaran baru seharusnya mulai dilaksanakan 13 Juli 2020.
Untuk mengisi kekosongan, pihaknya akan menerapkan belajar online melalui aplikasi Tangerang Live. Disana akan terdapat menu pembelajaran untuk anak didik.
“Kita belum ada kepastian tuh, sampai Januari kan anak-anak jiga harus diisi dengan materi walaupun kurikulumnya belum ada ketentuan. Tapi tetap kita merancang adanya pembelajaran,” katanya.
Skema lainnya, lanjut Masyati, ialah dengan memberlakukan tatap muka. Bedanya, pada skema ini anak murid akan dibagi kelompok sesuai lokasi tempat tinggal mereka. Setelah kelompok itu terbentuk barulah para guru akan mendatangi ke rumah murid tersebut.
“Ini kita masih mengemas skema guru mendatangi murid berdasarkan pengelompokan lokasi mereka tinggal. Tapi kalau untuk New Normal kita lakukan pembagian dua kelompok itu,” katanya.
Masyati juga mengaku telah memerintahkan para ahli untuk mengemas materi pembelajaran agar lebih padat. Sebab, dia menginginkan agar pembelajaran secara tatap muka tidak memakan waktu lama.
“Jadi sudah dikemas, dipadatkan juga ditaruh di aplikasi,” terangnya.
Meski skema telah dibuat, Masyati mengaku masih menunggu arahan dari pemerintah pusat mengenai kapan pelaksanaan new normal dan tahun ajaran baru.
“Kita masih nunggu. Namun kita mempersiapkan apa yang jadi kewenangan kita,”ucapnya.
Dari Jakarta, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan pemerintah menegaskan belum bisa memastikan kapan sektor pendidikan akan beroperasi secara optimal di tengah pandemi corona. Artinya, fasilitas pendidikan akan tetap tutup hingga waktu yang belum ditentukan.
“Dibandingkan sektor-sektor lain, kemungkinan sekolah adalah sektor yang paling terakhir,” kata Muhadjir.
Muhadjir tak memungkiri bahwa berdasarkan skenario yang telah dirancang sebelumnya bahwa kemungkinan berbagai fasilitas pendidikan akan kembali beroperasi seperti sekolah maupun perguruan tinggi akan dibuka pada akhir tahun atau bahkan awal tahun baru.
“Itu hanya ancar-ancar saja. Kalau menurut kalender itu pertengahan Juli. Tapi Kemenko PMK tidak merekomendasikan skenario masuk sekolah pada waktu tersebut,” katanya.
Muhadjir menegaskan bahwa alasan pemerintah tak ingin tergesa-gesa dalam memutuskan kapan sekolah akan dibuka. Pemerintah masih mengkalkulasi dampak yang bisa ditimbulkan di tengah new normal.
“Risikonya tidak bisa dihitung dengan mudah akibat dari pengurangan pembatasan atau pembukaan sekolah,” ujarnya.
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan polling terhadap rencana kegiatan belajar mengajar di sekolah. Hasilnya, mayoritas orang tua tidak setuju kegiatan belajar mengajar di sekolah kembali dilakukan saat tahun ajaran baru pada 13 Juli mendatang. Namun, mayoritas guru dan murid justru setuju.
Dari 196.546 responden orang tua murid, sebanyak 129.937 atau 66 persen tidak setuju. Mereka cemas terkena dampak pandemi virus corona (Covid-19) Hanya 66.609 atau 34 persen yang setuju.
“Data sebaliknya dari orang tua terjadi pada hasil polling anak,” kata Komisioner KPAI Retno Listyarti lewat siaran pers, Rabu (3/6).
Mayoritas orang tua tidak setuju karena menganggap penularan virus corona masih cenderung tinggi. Mereka cemas anaknya tertular di perjalanan menuju dan pulang dari sekolah.
Tak sedikit pula yang cemas dengan fasilitas sekolah. Misalnya, jumlah wastafel untuk cuci tangan yang minim dan jarang ada sabun untuk cuci tangan di toilet sekolah. Orang tua juga menilai selama ini toilet sekolah cenderung tidak bersih dan air yang terbatas.
Sementara itu, dari responden siswa sebanyak 9.643 orang, 63,7 persen diantaranya setuju kegiatan belajar mengajar di sekolah kembali dilakukan mulai tahun ajaran baru pertengahan Juli mendatang. Hanya 36,3 persen yang tidak setuju.
“Tampaknya anak-anak sudah ingin segera sekolah, mereka mulai jenuh di rumah saja. Mereka rindu kebersamaan dengan teman-temannya,” kata Retno.
Kemudian, 54 persen dari 18.111 responden guru juga setuju kegiatan belajar mengajar kembali dilakukan di sekolah pada tahun ajaran baru 13 Juli yang akan datang. Ada 46 persen guru yang menolak.
“Guru yang setuju dan tidak setuju berbeda tipis, hanya sekitar 8%, tetapi tetap lebih banyak yang setuju. Kemungkinan para guru juga sudah rindu murid-muridnya,” kata Retno.
Polling dilakukan terhadap responden di 5 provinsi dan 91 kabupaten atau kota. Mereka mengisi angket berisi kuisioner yang disebar KPAI lewat Facebook, email dan WhatsApp sepanjang 26-28 Mei. Responden orang tua sebanyak 196.559 orang, murid 9.643 dan guru 18.111 orang.
Mayoritas responden orang tua bekerja sebagai ibu rumah tangga, yakni sebanyak 84.155 orang atau 43 persen. Sisanya, 43.013 orang atau 22 persen pegawai swasta, 31.553 atau 16 persen pegawai negeri, 19.669 orang atau 10 persen wiraswastawan dan lain-lain 9 persen atau 31.553 orang.
Kemudian, mayoritas responden siswa yang mengisi polling angket adalah siswa SMA sederajat yakni 42 persen. Diikuti siswa SMP sederajat dengan 34 persen dan SD sederajat 23,1 persen.
Responden guru yang mengisi polling angket mayoritas adalah guru jenjang SMP sederajat, yakni 27,8 persen. Diikuti guru jenjang SD sederajat 26,3 persen, lalu guru jenjang SMA sederajat 23 persen dan 12,7 persen guru jenjang SMK. Ada 9 persen guru sekolah luar biasa dan 1,2 persen guru jenjang TK sederajat yang turut mengisi angket. (irfan/jpg/gatot)
Diskusi tentang ini post