SATELITNEWS.COM, PANDEGLANG – Mencuatnya temuan penggunaan dana hibah di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Pandeglang, menemukan bukti baru.
Salah satunya, pada paket proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Desa Tanagara, Kecamatan Cadasari, Kabupaten Pandeglang, yang dibangun tanpa ada usulan hibah dari Pemerintahan Desa setempat.
Proyek itu, menjadi salah satu temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, karena belum dilakukan serah terima.
Proyek tersebut, tertuang dalam Surat Perjanjian (Kontrak) Nomor : 600/20/SP-KONST/PPSPAM/DPUPR-CK/2022, tanggal 2 Februari 2022, Jenis Kegiatan Pengelolaan dan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Daerah Kabupaten/Kota, Sub Kegiatan Pembangunan SPAM Jaringan Perpipaan Dikawasan Perdesaan, nama Pekerjaan Broncaptering Desa Tanagara, Kecamatan Cadasari, dengan Nilai Kontrak Rp.416.822.327,85, bersumber dari Dana Alokasi Khusus, Tahun Anggaran 2022, Nomor DPA/DPPA-SKPD : 903/01-PPKD/I/2022 pertanggal : 13 Januari 2022, Jangka Waktu Pelaksanaan 90 Hari Kalender, yang dimulai tanggal 2 Februari 2022 hingga 2 Mei 2022.
Pantauan di lokasi, proyek tersebut hanya satu paket. Namun di lapangan, dibuat menjadi dua bangunan yakni, di Kampung Cidahu Nyomplong dan Cidahu Lebak, sementara di pagu hanya satu titik.
Lebar satu bangunan itu, antara satu hingga satu setengah meter dengan ketinggian dua meter.
Sekretatis Desa (Sekdes) Tanagara, Kecamatan Cadasari, Bachrul Ulum mengakui, pihaknya tidak pernah melayangkan atau membuat surat permohonan hibah kepada instansi terkait agar dibuatkan SPM.
“Enggak ada, kita enggak pernah mengajukan pembangunan itu,” kata Bachrul, di kantor Desa Tanagara, Rabu (23/8/2023).
Bachrul mengatakan, selama ini pihaknya hanya dimintai tanda tangan bersama dengan masyarakat setempat, sebagai penerima hibah proyek.
“Ada hibah penerima, bukan hibah mengusulkan ya. Karena pada saat pembangunan dilakukan, kita semua dimintai tanda tangan,” ujarnya.
Ditanya kejelasan lahan tersebut, Bachrul mengaku, lahan yang digunakan untuk pembangunan SPAM itu merupakan tanah masyarakat yang sudah dihibahkan.
“Kalau tanahnya memang punya warga, tetapi sudah dihibahkan. Kalau kita,sama sekali enggak pernah mengusulkan hibah untuk pembangunan proyek itu,” katanya.
Menurut Bachrul, pihaknya tidak mengetahui mengenai persoalan yang tengah ramai dibicarakan publik, terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK di Dinas PUPR Pandeglang.
“Kita enggak tahu, tetapi ya tadi itu, kita enggak pernah mengusulkan hibah pembangunan,” tandasnya.
Diketahui, temuan LHP BPK pada pos anggaran hibah proyek senilai Rp 14,895 Miliar, diduga kuat tidak dilengkapi berkas usulan dari Pemerintahan Desa oleh Dinas PUPR Kabupaten Pandeglang.
Dari 52 paket proyek yang menjadi temuan, hanya ada 47 item yang akan diverifikasi kelengkapan berkas pengajuan hibah. Sedangkan dalam rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), persoalan tersebut seharusnya sudah terselesaikan pada 31 Desember 2022. Dari 47 item itu, baru ada 14 paket yang sudah lengkap administrasinya.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Bagian (Kabag) Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Pemkab Pandeglang, Agus Amin Mursalin menerangkan, dalam Peraturan Bupati (Perbup) Pandeglang Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penganggaran, Pelaksanaan dan Penatausahaan, Pelaporan dan Pertanggungjawaban Serta Monitoring dan Evaluasi Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Dalam aturan itu, dijelaskan bahwa barang hibah harus melalui usulan. Dalam aturan itu harus disertai dengan proposal permohonan hibah, fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kepala/Pimpinan/Ketua, surat domisili dari Kelurahan/Desa setempat, fotocopy surat keputusan penetapan/pengangkatan kepala/pimpinan/ketua, surat pernyataan tidak terjadi konflik internal yang ditandatangani oleh kepala/pimpinan/ketua, serta surat pernyataan tidak pernah menerim hibah pada tahun anggaran sebelumnya.
“Hibah itu harus melalui usulan, kalau tidak ada usulan ya bagaimana. Kan harus ada tim verifikasi, evaluasi, namun leading sektornya ada di dinas yang bersangkutan,” katanya.
Mekanisme permohonan hibah itu harus disampaikan satu tahun sebelumnya dan berlaku bagi yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK). Apabila mekanisme itu tidak ditempuh, maka terjadi kesalahan secara prosedur, karena banyak aturan yang dilanggar.
“Seluruh produk daerah dipastikan harus mengikuti proses tersebut, misalnya hibah dari DAK itu kan harus 1 tahun sebelum tahun anggaran masuk harus sudah ada usulan. Kemudian usulan tersebut di verifikasi, jika verifikasinya sudah valid langsung di input di KRISNA atau Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja Anggaran, oleh dinas yang bersangkutan,” katanya.
Agus mengatakan, apabila ada barang atau hasil pekerjaan yang diserahterimakan melalui program hibah, tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen resmi, maka hal tersebut fiktif dan bisa menjadi kategori pencucian uang.
“Kalau tiba-tiba kita memberikan hibah tanpa usulan, tanpa verifikasi dan lain-lain. Khawatir hibah itu dinyatakan fiktif atau khayalan saja, dan harus dipastikan juga objeknya ada,” katanya. (mg4)
Diskusi tentang ini post