SATELITNEWS.COM, SERANG – Provinsi Banten, dikenal sebagai daerah penyuplay padi terbesar kedelapan nasional, dengan luas persawahan mencapai 498.366 hektar yang mampu memproduksi padi mencapai 2.388.432 ton gabah kering, atau jika dikonversi menjadi beras sebanyak 1.510.206 ton dengan total kebutuhan mencapai 1.399.529 ton atau suplus 110.677 ton.
Atas hal itu, Presiden Jokowi menunjuk Banten sebagai daerah penyuplay ketahanan pangan nasional, yang harus dijaga dalam rangka mengatasi dampak kekeringan ektrim dan el nino yang saat ini terjadi.
Berdasarkan catatan yang dihimpun, potensi produksi padi di Provinsi Banten dari bulan Agustus – Desember 2023 mencapai 990.606 kuintal atau 626.360 ton beras.
Kepala Dinas Pertanian (Distan) Provinsi Banten Agus M Tauchid mengatakan, meskipun dilanda dampak el nino dan kekeringan ektrim, namun sektor pertanian padi di Provinsi Banten masih cukup aman.
Di beberapa wilayah saat ini masih terjadi panen raya. Hanya saja, memang skala perekonomiannya tidak seluas ketika kondisi normal.
“Kita masih memiliki sumber irigasi pedesaan, di luar irigasi teknis dan itu yang bisa kita optimalkan,” kata Agus, Senin (4/9/2023).
Kendatipun di atas kertas, kondisi padi dan stok kebutuhan beras tercukupi, namun dalam realita di pasaran harga beras tetap saja masih tinggi karena terjadi kenaikan mencapai Rp1.000/kilogram. Hal itu disinyalir, karena kondisi stok padi yang berkurang.
Pj Sekda Banten Virgojanti mengatakan, kenaikan komoditi beras di Banten masih terkendali dan di bawah rata-rata nasional.
Sehingga penanganannya, bisa dilakukan salah satunya dengan Gerakan Pangan Murah (GPM) dengan 92 titik sasaran.
“Tapi kita minta, seluruh OPD terkait bersama stakeholder untuk segera melakukan intervensi secara serius, karena ini merupakan barang kebutuhan pokok setiap orang, berbeda dengan komoditi lainnya,” ungkap Virgo.
Virgo melanjutkan, berbagai strategi sudah dipetakan untuk mengatasi kenaikan harga beras di pasaran. Strategi itu dilakukan dari mulai tingkat produksi, pasokan atau ketersediaan sampai tingkat distribusi.
“Untuk bulan Agustus-Oktober 2023 ini kita akan ada panen sekitar 300 ribu hektar sawah dengan potensi menghasilkan gabah kering sekitar 600 ribu lebih atau jika dikonversi menjadi beras sekitar 300 ribu ton,” ucapnya.
Artinya, tambah Virgo, secara neraca kondisi beras di Provinsi Banten sudah aman. Untuk itu, Virgojanti akan mengoptimalkan peran BUMD PT Agrobisnis Banten Mandiri (Perseroda) untuk mengambil peran penuh sebagai apoteker agar cadangan padi atau beras kita tetap tercukupi.
Apalagi beberapa waktu lalu, sudah menjalin kerjasama pemanfaatan Rice Milling Unit (RMU) milik Bulog beserta dengan gudangnya.
“Itu seharusnya ABM sudah bisa melakukan penyerapan padi dari petani secara optimal, dan bisa disimpan di gudang yang sudah dimiliki,” ucapnya lagi.
Tapi sayangnya, kerjasama pemanfaatan RMU itu belum bisa dilaksanakan oleh PT ABM, sebab sampai saat ini masih dalam proses kajian uji kelayakan. Ditambah lagi RMU itu masih menggunakan mesin disel, dimana cost operasionalnya cukup tinggi.
“Belum bisa kita gunakan, masih dalam kajian. Karena RMU itu masih menggunakan mesin disel, padahal sekarang rata-rata sudah beralih ke listrik,” kata Direktur Utama (Dirut) PT ABM Saeful Wijaya.
Terhadap persoalan harga beras yang tinggi itu, Saeful mengaku pihaknya sudah melakukan Gerakan Pangan Murah (GPM) dimana sepanjang tahun 2023 ini sudah melakukan operasi pasar murah sebanyak 57 kali yang terdiri dari Provinsi Banten 19 kali, Kota Serang 12 kali, Kabupaten Serang 9 kali dan Cilegon 17 kali.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Banten, Babar Suharso mengungkapkan, dari jumlah total produksi gabah di Provinsi Banten yang mencapai 2,2 juta ton itu, sekitar 20 persennya memang diserap oleh PT Wilmar Padi Indonesia (WPI). Sedangkan sisanya itu, yang sampai saat ini masih belu terdeteksi.
“PT Wilmar itu memproduksi beras premium, bahkan semua gabah dari penggilingan lokal itu dibeli oleh Wilmar. Tapi karena mekanisme niaga gabah di kita belum terkelola, sehingga banyak juga para pengusaha penggilingan padi kita yang mengambil dari luar daerah,” katanya.
Di tengah kondisi seperti ini, lanjut Babar, persaingan mekanisme pasar yang berlaku. Karena sistem hilirisasi gabah kita belum terbentuk, ditambah hampir sebagian besar daerah banyak yang mengalami kekeringan, sehingga mereka bisa saja mengambil padi ke Banten.
Solusinya yang bisa ditempuh, dengan memperbesar realisasi SPHP di Bulog. Karena memang stok beras di Bulog itu masih banyak, ada sekitar 1,2 juta ton ditambah nanti yang akan datang sekitar 400 ribu ton. Itu cukup, tinggal gelontorannya.
“Intervensinya harus melalui itu sesegera mungkin,” pungkasnya.
Dikatakan Babar, atas hal itu maka angka inflasi di Provinsi Banten pada bulan Agustus 2023 ini sebesar 2,96 persen, padahal di bulan Juli 2023 hanya 2,93 persen. Artinya memang ada kenaikan, dan itu disebabkan oleh komoditi beras.
Untuk itu, Virgojanti akan mengoptimalkan peran BUMD PT Agrobisnis Banten Mandiri (Perseroda) untuk mengambil peran penuh sebagai offtaker agar cadangan padi atau beras kita tetap tercukupi.
“Kemudian juga kita akan menggiatkan gerakan pasar murah, pengecekan stok di suplayer, keterjangkauan harga pupuk dan bibit padi sampai memastikan harga jual beras di pasaran tradisional dan modern terjangkau di bawah HET,” pungkasnya. (luthfi)
Diskusi tentang ini post