SATELITNEWS.COM, JAKARTA – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) meminta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan seluruh Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk sementara waktu. Gugatan ini dipicu oleh pembatasan akses Sistem Informasi Pencalonan (Silon).
“Pengadu (Bawaslu) memohon kepada DKPP memberikan sanksi pemberhentian sementara kepada Teradu,” kata Ketua Bawaslu Rahmat Bagja saat membacakan permohonan di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, kemarin.
Teradu yang dimaksud, yakni Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan anggotanya. Terdiri dari Mochammad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik dan August Mellaz.
Teradu didalilkan membatasi tugas pengawasan Bawaslu dengan membatasi akses data dan dokumen pada Silon. Selain itu, Teradu juga didalilkan telah melaksanakan tahapan di luar program dan jadwal tahapan pemilu.
“Apabila DKPP berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya,” lanjut Bagja.
Dalam sidang, Anggota Bawaslu Lolly Suhenty menjelaskan, pihaknya sudah mengirimkan surat imbauan pada 30 April 2023 yang meminta KPU membuka akses data Silon seluas-luasnya kepada Bawaslu. Namun, Teradu tidak memberikan respons terhadap surat tersebut.
Pengadu kemudian mengirimkan surat imbauan kedua kalinya, tanggal 12 Mei 2023. Saat itu, Bawaslu hanya dapat melihat halaman depan atau beranda Silon dan tidak dapat mengakses fitur data partai politik hingga data calon anggota legislatif (Bacaleg).
“Karena kedua surat tidak mendapatkan tanggapan dari Teradu, maka Pengadu mengirimkan surat yang ketiga tanggal 18 Mei 2023,” beber Lolly.
Namun, lanjut Lolly, surat ketiga juga tidak digubris hingga akhirnya Bawaslu mengirimkan surat terakhir pada 22 Juni 2023. Surat ini meminta kepada KPU agar akses pembacaan Silon diberikan seluruhnya.
“Akhirnya, KPU merespons surat dari Bawaslu. Sayangnya, KPU menyebut data yang diminta Bawaslu bersifat rahasia,” ujarnya.
Lolly mengatakan, para Teradu melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (2) huruf d dan ayat (3) huruf a, Pasal 11 huruf c, dan Pasal 16 huruf a dan Pasal 19 huruf e Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017.
Menurut Lolly, apabila Teradu menggunakan hukum Keterbukaan Informasi Publik berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008, terhadap permintaan akses data dan dokumen pada Silon oleh Pengadu, maka Teradu telah keliru. Karena, Pengadu bukanlah termasuk dalam Pemohon Informasi Publik.
“Seharusnya, Teradu memahami konteks permintaan akses data dan dokumen pada Silon dalam rangka melaksanakan tugas pengawasan yang berlaku dalam rezim Undang-Undang Pemilu,” kata Lolly.
Ketua KPU Hasyim Asy’ari membantah telah membatasi akses Silon kepada Bawaslu. Hasyim memastikan, pihaknya sudah membuka akses Silon kepada Bawaslu.
“Tidak benar, jika para Teradu dianggap melakukan pembatasan para Pengadu ihwal data dan dokumen bakal calon anggota DPR dan DPRD,” kata Hasyim di ruang sidang.
Hasyim mengatakan, seharusnya Bawaslu sebagai pihak pengadu memahami konteks prinsip kehati-hatian terhadap data Bacaleg di Silon. Hal tersebut sesuai dengan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Kebijakan yang dimaksud juga berlaku pada Pemilu 2019, ketika saya sebagai teradu juga menjadi bagian dari Anggota KPU untuk menyelenggarakan Pemilu 2019,” tegas Hasyim. (rm)
Diskusi tentang ini post