SATELITNEWS.COM, SERANG--Sejumlah masyarakat yang menamakan dirinya sebagai ahli waris Komarudin Ishak, menuntut Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten. Mereka nendesak DIndikbud Banten untuk segera menepati janjinya melunasi pembayaran atas lahan yang kini dijadikan sebagai SMK Negeri 6 Kota Serang.
Berdasarkan penuturan salah seorang ahli waris bernama Lutfi, ia mengatakan, sudah sekitar 15 tahun lamanya pemerintah belum juga menunaikan kewajiban pembayaran terhadap lahan mereka seluas kurang lebih 1,7 hektar itu. Ia juga menambahkan, selama ini pihak Dindikbud Provinsi Banten hanya sekedar mengumbar janji akan melunasi pembayaran sesegera mungkin. Hanya saja hingga saat ini mereka mengaku, belum juga mendapatkan kepastian dari pihak Dindikbud terkait rencana pelunasan pembayaran. Oleh sebab itulah kemudian mereka melaksanakan aksi di depan kantor Dindikbud Provinsi Banten, guna menagih janji tersebut pada Kamis (7/9).
“Kita memang menuntut kepada pihak Dinas Pendidikan untuk pembayaran lahan,”katanya.
Lutfi menjelaskan, Dindikbud Provinsi Banten sempat menjanjikan kepada keluarga ahli waris akan membeli lahan mereka dengan harga Rp530.000 per meter.
“Menjanji kan harga dengan appraisal Dinas Pendidikan Rp530.000 per meter,”jelasnya.
Sementara itu, setelah berorasi sekian lamanya, perwakilan dari keluarga ahli waris diperkenankan masuk untuk beraudiensi dengan pihak Dindikbud Provinsi Banten. Hanya saja dalam pertemuan tersebut, pihak ahli waris sedikit merasa kecewa, lantaran
Kepala Dindikbud Provinsi Banten, Tabrani tak hadir dalam pertemuan tersebut untuk menemui mereka.
Pada akhirnya Analis Kebijakan pada Bidang SMK, Asep ditunjuk sebagai pihak yang mewakili Dindikbud Provinsi Banten untuk menghadapi para ahli waris pemilik lahan dalam pertemuan tersebut.
Dalam pertemuan itu terungkap, lahan yang ditempati oleh SMK Negeri 6 Kota Serang tidak hanya berdiri di atas lahan milik keluarga besar Komarudin Ishak saja, melainkan juga milik salah seorang warga bernama Daliman. Sempat terjadi sedikit perdebatan di antara keduanya, karena dipicu oleh rencana Dindikbud Provinsi Banten yang akan melakukan eksekusi pelunasan secara bertahap di tahun ini. Pihak ahli waris merasa keberatan karena dalam pelaksanaan eksekusi tahap pertama, lahan yang pertama kali dibayarkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten adalah lahan milik Daliman.
Ditambah lagi menurut informasi yang mereka dapatkan, harga lahan milik Daliman ditaksir jauh lebih tinggi dari harga yang ditetapkan oleh Pemprov Banten yakni sebesar kurang lebih Rp700.000 per meter. Karena hal itulah kemudian mereka menuntut perlakuan yang sama dari Dinas Pendidikan yakni, sama-sama dilakukan pembayaran di tahun ini dengan nominal harga yang sama besarnya.
Dalam pertemuan itu salah seorang ahli waris yang juga merupakan anggota DPRD Kota Serang, Fatihudin memberikan tenggat waktu hingga hari Senin kepada pihak Dindikbud Provinsi Banten untuk dapat segera menunaikan kewajibannya itu. Apabila hingga hari Senin tuntutan mereka tidak juga dipenuhi, maka ia mengancam pihak ahli waris akan menyegel gedung SMK Negeri 6 Kota Serang sebagai konsekuensinya.
“Punten saya juga sampaikan ke Kapolres, kalau hari Senin gak juga dipenuhi, maka terpaksa kami dari ahli waris bakal menyegel sekolah,” ancamnya.
Ditemui seusai menggelar pertemuan dengan ahli waris, Asep menjelaskan Dindikbud Provinsi Banten akan kembali melakukan pertemuan dengan pihak ahli waris lahan guna membahas solusi atas permasalahan tersebut.
“Nanti mungkin ada pertemuan kembali dengan pihak pemilik lahan, mudah-mudahan pak Kadis juga berkesempatan untuk bertemu dengan teman-teman pemilik lahan, sehingga nanti ada titik temu,” ujarnya.
Disinggung soal adanya penetapan harga yang berbeda terhadap lahan milik Daliman, Asep menjelaskan bahwa tudingan yang disampaikan itu tidaklah benar. Karena menurut penjelasannya, hingga saat ini pihaknya justru belum menemukan kesepakatan dengan pemilik lahan terkait harga yang ditetapkan.
“Sampai tahap appraisal, sosialisasi, negosiasi itu tidak ada kesepakatan karena mereka mau di angka Rp700 ribu, hasil appraisal kita di bawah Rp700 ribu,” terangnya.
Di samping itu ia juga menjelaskan, alasan kenapa pelaksanaan eksekusi pelunasan lahan dilakukan secara bertahap adalah karena adanya masalah keterbatasan waktu. Sebab dalam prosesnya, ada banyak tahapan yang harus ditempuh oleh Dinas Pendidikan dalam upaya pengadaan lahan.
Sehingga atas hal itulah kemudian menurutnya, hal itu tidak bisa dilakukan di sisa waktu saat ini, apalagi di tahun ini sumber alokasi yang digunakan berasal dari APBD perubahan tahun 2023.
“Kelihatan tidak cukup waktu kalau kita selesaikan di perubahan. Sehingga mudah-mudahan nanti BAPPEDA bisa menganggarkan di tahun 2024 untuk penyelesaian seluruh lahan yang ada di SMKN 6,” jelasnya. (cr2/enk/bnn)
Diskusi tentang ini post