PERANG antara Israel-Palestina kembali pecah. Secara tidak terduga, Hamas melancarkan serangan ke Israel dan menewaskan ratusan orang, Sabtu (7/10). Segera Israel melancarkan serangan balasan sebagai deklarasi perang. Konflik terbuka pun tidak terhindarkan. Peristiwa ini terjadi tepat 50 tahun setelah Perang Yom Kippur antara Israel dan negara-negara Arab, pada 6 Oktober 1973.
Konflik Israel-Palestina telah berkecamuk selama puluhan tahun. Nyawa yang terenggut tak terhitung jumlahnya, penderitaan masyarakat tak terkira. Ini adalah salah satu konflik yang paling rumit dan penuh emosi di dunia, dengan sejarah dan dinamika yang sangat kompleks. Meskipun konflik ini tampaknya tiada akhir, masih ada harapan untuk perdamaian jika semua pihak bersedia untuk berkomitmen.
Sebagai langkah awal menuju solusi damai, penting untuk memahami sejarah konflik Israel-Palestina. Konflik ini memiliki akar sejarah yang kompleks yang melibatkan klaim atas tanah, agama, dan nasionalisme. Kedua pihak memiliki klaim historis atas tanah yang sama, dan ini telah menjadi sumber ketegangan selama berabad-abad. Pemahaman mendalam tentang sejarah konflik ini dapat membantu semua pihak untuk lebih menghormati dan menghargai masing-masing perspektif kedua pihak. Setelahnya, daripada terus terjebak dalam spiral kekerasan dan konflik, saatnya kita mulai mempertimbangkan solusi damai yang mungkin dapat menjadi opsi.
Pertama, dialog dan diplomasi. Selama ini, berbagai dialog dan upaya diplomasi telah dilakukan melibatkan banyak pihak. Pendekatan ini perlu terus menjadi jalan utama dan untuk menyelesaikan konflik dengan mendorong dialog dan diplomasi yang lebih banyak. Israel dan Palestina harus kembali ke meja perundingan dengan tekad untuk mencapai kesepakatan yang adil dan berkelanjutan. Hal itu membutuhkan kehadiran mediator yang adil dan netral. Tanpa komunikasi yang aktif dan efektif, tidak akan ada kesepakatan yang bisa dicapai dan komitmen bersama yang bisa dirangkai.
Kedua, solusi dua negara. Telah banyak pakar, pengamat, dan pemimpin dunia yang mengusulkan solusi dua negara (two state solution) sebagai jalan keluar dari konflik ini. Ini adalah solusi yang paling mungkin, dengan syarat bahwa Israel dan Palestina harus setuju untuk hidup berdampingan dalam perdamaian, dengan berbagai perbedaan di antara mereka. Pengakuan Israel atas kedaulatan Palestina dan penghargaan terhadap hak asasi manusia harus menjadi bagian integral dari solusi ini.
Ketiga, penghentian perampasan tanah dan pemukiman. Untuk mencapai perdamaian, harus ada penghentian perampasan tanah dan pemukiman ilegal di Tepi Barat. Ini adalah salah satu masalah paling kontroversial dalam konflik ini dan menjadi penghalang serius untuk perdamaian. Pemukiman Israel di Tepi Barat menjadi salah satu poin sengketa utama dan menjadi penghambat serius bagi perdamaian. Kita harus mendesak Israel untuk mempertimbangkan penghentian perluasan pemukiman dan penarikan pemukiman yang ilegal sebagai langkah awal menuju solusi damai.
Keempat, keadilan sosial. Ketidakstabilan di wilayah ini salah satu hal utamanya disebabkan oleh ketidaksetaraan sosial dan ekonomi. Berbagai upaya harus dilakukan untuk memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi di Gaza dan Tepi Barat. Ini akan membantu mengurangi ketegangan di masyarakat. Investasi dalam pembangunan infrastruktur, penciptaan lapangan kerja, dan pemberian bantuan kemanusiaan yang efektif akan membantu mengurangi tekanan dan situasi konfliktual di daerah ini dan meningkatkan peluang perdamaian.
Kelima, generasi muda Israel dan Palestina kiranya punya peran penting untuk mempromosikan pemahaman tentang masing-masing budaya dan agama kedua belah pihak. Tujuannya adalah mengurangi prasangka dan kebencian yang terus berlanjut di antara kedua pihak. Pendidikan adalah kunci untuk mengubah pola pikir dan sikap. Mempromosikan pemahaman antar kelompok di antara generasi muda Israel dan Palestina menjadi penting untuk membantu membangun jembatan antara kedua komunitas.
Keenam, peran dunia internasional. Komunitas internasional harus terus memainkan peran penting dalam mencari solusi untuk konflik ini. Negara-negara great power dan organisasi internasional, seperti PBB, harus bekerja sama untuk memfasilitasi proses perdamaian. Tanpa peran dan keterlibatan aktif dunia internasional, konflik tak berkesuduhan ini akan terus menjadi api dalam sekam. Dengan syarat bahwa peran dunia internasional, terutama negara-negara besar harus bebas kepentingan dan berorientasi pada terciptanya perdamaian dunia seadil-adilnya.
Ketujuh, solidaritas global. Masyarakat internasional harus terus menunjukkan solidaritas kepada masyarakat tak berdosa yang menderita akibat konflik ini. Solidaritas ini di antaranya memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga yang terkena dampak konflik dan mendukung organisasi-organisasi perdamaian untuk ikut andil dan ambil bagian memberikan bantuan, pendampingan, dan perlindungan. Atas nama kemanusiaan, solidaritas global harus mendesak agar konflik bisa diselesaikan.
Adapun Indonesia, perlu bersikap dan terus mendorong opsi perdamaian serta menggalang dukungan masyarakat internasional untuk memberikan tekanan kepada pihak-pihak yang berkonflik. Reputasi-reputasi global Indonesia sebagai negara yang banyak menggagas dan terlibat dalam berbagai solusi damai di kancah internasional perlu terus ditunjukkan. Meski Indonesia harus menghindarkan dirinya dari pusaran konflik, tetapi keterlibatan Indonesia secara netral, adil, dan berimbang dibutuhkan.
Pemerintah perlu memanfaatkan berbagai instrumen diplomasi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan lainnya untuk mendudukkan kedua pihak mencari solusi damai. Hal itu sejalan dengan prinsip Indonesia, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Semoga. (*)
*(Dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Muhammadiyah Malang)
Diskusi tentang ini post