SATELITNEWS.COM, SERANG – Pemprov Banten, mendorong agar kegiatan mitigasi dan kesiapsiagaan bencana masuk dalam kurikulum sekolah, dari tingkat SD sampai SMA.
Hal itu penting dilakukan, agar kesiapsiagaan masyarakat bisa ditanam sejak usia dini, sehingga ketika terjadi bencana bisa meminimalisir korban jiwa.
Hal itu dikatakan Pj Sekda Banten Virgojanti, seusai menghadiri rapat persiapan kegiatan gladi kesiapsiagaan terhadap bencana tsunami tingkat Provinsi Banten tahap II yang diselenggarakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Banten, Selasa (14/11/2023).
Kegiatan itu, dihadiri oleh 100 peserta yang terdiri dari perwakilan BPBD Kabupaten dan Kota, unsur relawan, dunia usaha, aparatur desa, RAPI, ORARI, Koramil, Polsek, Puskesmas, Tagana dan PMI.
Virgojanti mengungkapkan, masyarakat sejak dini harus diberikan edukasi dan sosialisasi dalam hal kesiapsiagaan bencana secara masif dan bertahap dari usia dini sampai dewasa. sehingga ketika suatu saat nanti terjadi bencana sudah mengerti apa saja yang harus dilakukan.
“Seperti menyelamatkan diri ke tempat-tempat yang lebih tinggi yang sudah disiapkan,” kata Virgojanti.
Berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Banten Nomor 59 tahun 22 tentang, kajian resiko bencana di Provinsi Banten tahun 2022-2026, ada 14 potensi bencana yang kemungkinan terjadi di Provinsi Banten diantaranya banjir, gelombang ekstrim, abrasi, gempa bumi, longsor dan tsunami serta kekeringan.
Oleh karena itu, lanjut Virgo, salah satu formula yang efektif untuk mensosialisasikan dan mengedukasi mitigasi dan kesiapsiagaan bencana ini dilakukan melalui duni pendidikan.
Ia masuk ke kurikulum sekolah bisa dalam bentuk ektrakulikuler maupun muatan lokal.
“Memang tidak semua daerah beresiko bencana, tapi untuk kewaspadaan dan edukasi itu harus dilakukan secara menyeluruh. Sehingga ketika terjadi suatu bencana mereka sudah siap dan paham apa saja yang akan dilakukan,” ucpanya.
Penerapan muatan lokal itu pernah dilakukan pada penggunaan Bahasa Jawa Serang (BJS) yang sejak tahun ajaran 2015 masuk dalam kurikulum muatan lokal di sekolah tingkat dasar (SD) di Kota dan Kabupaten Serang, dalam upaya melestarikan bahasa daerah di wilayah Serang.
Menurut Virgojanti, ada empat tahapan dalam siklus penanggulangan bencana yang meliputi pencegahan dan mitigasi. Lalu kesiapsiagaan, tanggap darurat, serta rehabilitasi dan rekonstruksi. Tahap saat ini yang dilakukan adalah pencegahan dan mitigasi.
“Ini kita lakukan untuk memberikan pemahaman termasuk juga nanti pada tahap selanjutnya kita libatkan masyarakat dengan harapan bila terjadi bencana ini kita memiliki satu kesiapsiagaan,” pungkasnya.
Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Provinsi Banten Nana Suryana mengungkapkan, selain melakukan sosialisasi tahapan gladi ini, pihaknya juga terus melakukan sosialisasi dan edukasi kesiapsiagaan bencana kepada masyarakat, terutama bagi mereka yang berada di lokasi yang rawan bencana seperti Kabupaten Lebak dan Pandeglang serta Serang.
“Kita juga bekerjasama bersama Dindik untuk melakukan sosialisasi tanggap bencana kepada para guru dan siswa. Itu sudah berjalan sejak beberapa tahun lalu,” ucapnya.
Hal itu, lanjut Nana, merupakan tindak lanjut dari amanat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 33 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) adalah upaya pencegahan dan penanggulangan dampak bencana pada satuan pendidikan.
“Gerakan ini tidak perlu mengeluarkan biaya tinggi. Kita nanti datang ke sekolah-sekolah melatih para guru untuk menyampaikan kepada siswanya untuk mengenali potensi bencana dan melakukan tanggap darurat pada saat terjadi bencana,” ucapnya.
Di beberapa sekolah, lanjutnya, SPAB itu sudah diterapkan terutama sekolah-sekolah yang berada di kawasan yang rawan bencana seperti di daerah pesisir Pandeglang.
“Anak-anak sekolah di sana setiap setelah apel pagi diberikan edukasi kesiapsiagaan bencana,” imbuhnya. (luthfi)
Diskusi tentang ini post