SATELITNEWS.COM, TANGSEL—Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) menerima 307 laporan sepanjang tahun 2023. Dari jumlah tersebut, kasus kekerasan dalam rumah rangga (KDRT) yang paling mendominasi yakni 49 kasus.
“Jadi jenis kekerasan ini macam-macam ada kekerasan fisik, seksual, KDRT, penelantaran. Paling banyak itu KDRT sama seksual,” ujar Kepala UPT P2TP2A Tangsel, Tri Purwanto saat dikonfirmasi, Selasa (26/12).
Namun, kata dia, ratusan pelapor tersebut terbagi dalam beberapa jenis laporan. Untuk jenis laporan anak laki-laki berjumlah 78 dan yang paling mendominasi yakni kekerasan fisik hingga psikis terhadap anak.
Lalu, jenis laporan anak perempuan berjumlah 112 yang paling mendominasi yaitu pencabulan terhadap anak berjumlah 45. Dan untuk jenis laporan perempuan dewasa yakni berjumlah 117 laporan dan didominasi oleh kekerasan dalam rumah tangga berjumlah 49.
“Dij umlah itu kan pengadu itu kita rinci pengaduannya. Kalau anak laki-laki ini biasanya di sekolah, diskriminasi fisik. Biasanya terlibat tawuran,” katanya.
Dari data yang diterima, dari total pengaduan 307, usia 0 sampai 17 tahun yang paling mendominasi dan berjumlah 190 orang. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, anak laki-laki terdapat 78 orang, anak perempuan terdapat 112, dan perempuan dewasa terdapat 117 orang.
Tri mengatakan, pihaknya kerap mengalami sejumlah kendala dalam menyelesaikan setiap persoalan yang pihaknya tangani.
“Macam-macam kendalanya. Salah satunya justru kendala dari keluarganya korban. Karena yang kita lindungi korban, dia macam-macam alasannya. Dia enggan diketahui, terus memang ngga mau melanjutkan lagi laporannya. Macam-macamlah,” ungkapnya.
Namun, Tri menegaskan, apabila kasus yang bergulir ke ranah hukum, pihaknya hanya memberikan pembekalan hukum dan melakukan pendampingan sampai kasus inkrah.
“Kita itu pendamping, bukan kuasa hukum. Kalau kuasa hukum dia bisa mewakili korban dalam proses hukum sampai selesai. Kita pendamping, jadi pelapor tetap korban maupun keluarganya, tapi kita mendampingi, memberikan pembekalan hukum dalam prosesnya sampai inkrah,” paparnya.
“Tapi kita dampingi sekalian mengedukasi korban dan korban jadi mengerti hukum. Jadi sebelum ada panggilan atau bikin laporan ke polisi, itu biasanya kita panggil ke kantor dulu untuk diberikan pembekalan dengan mitra hukum kita. Dengan psikolog kita juga bermitra, tugasnya mendampingi terhadap psikisnya korban dan keluarga,” pungkasnya. (eko)
Diskusi tentang ini post