SATELITNEWS.COM, TANGSEL— Kepala Dinas (Kadis) Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan Wahyunoto Lukman mengklaim proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang, Serpong, banyak diminati oleh investor. Saat ini, proyek tersebut sudah dalam proses penyelesaian study kelayakan.
“Kita lagi selesaikan study kelayakan. Itu masuk proyek strategis nasional cuma untuk investor semuanya di pemerintahan kota. Yang berminat (investor) banyak, semuanya menjanjikan teknologi-teknologi yang paling ramah lingkungan, yang paling murah,” ujar Kepala DLH Tangsel, Wahyunoto Lukman, Selasa (2/1).
Wahyunoto menjelaskan, sistem penjaringan investor nantinya yang paling sesuai akan dilakukan dengan mekanisme tender atau lelang. Proyek PLTSa di TPA Cipeucang juga ditargetkan terealisasi di tahun 2024.
“Dan juga nanti sistem untuk mencari yang paling sesuai kita melalui mekanisme tender dilelang. Lelang ini kita dasarnya study kelayakan,” katanya.
Diketahui, pembangunan PLTSa merupakan proyek strategis nasional, dimana Tangerang Selatan jadi salah satu kota terpilih. Hal itu mengacu dengan Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang percepatan pembangunan instalasi pengelolaan sampah jadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan.
“Karena masalah sampah dalam undang-undang Pemerintah Daerah pembagian urusan itu menjadi urusannya daerah kabupaten kota. Jadi ya mau tidak mau pemerintah kabupaten kota yang harus berupaya menyelesaikan sampah,” jelasnya.
Wahyunoto menyebut, jika terlaksana maka pengembalian investasi dilakukan dengan cara tipping fee. Dalam kajian yang dilakukan pihaknya, dari hasil studi kelayakan, tipping fee PLTSa dari TPA Cipeucang berkisar Rp 550.000 per ton. Setengah dari jumlah tersebut akan ditanggung pemerintah pusat.
“Dalam Perpres 35 tentang pengelolaan sampah menjadi energi yang 12 kota termasuk Tangsel, kalau 12 kota ini membangun PLTSa, kemudian biaya investasinya dikembalikan dalam bentuk tipping fee dari pengelolaan sampah sebagian tipping fee ini ditanggung oleh pemerintah maksimal 50 persen,” bebernya.
“Jadi kalau tipping fee kita hasil study kelayakan maksimal 550 ribu per ton, berarti 225 ribu atau 50 persennya itu akan ditanggung oleh pemerintah. Pembangunan modalnya investor. Karena biaya besar, kemarin kita study kelayakan itu investasi hampir 2,1 triliun. Kalau pakai APBD setahun kita ngga terima gaji, habis di situ,” lanjutnya. (eko)
Diskusi tentang ini post