SATELITNEWS.ID, SERANG—Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI membolehkan kegiatan belajar mengajar dilakukan secara tatap muka di daerah zona hijau Covid-19. Kebijakan tersebut tidak dilaksanakan di Provinsi Banten. Gubernur Banten Wahidin Halim menyatakan para siswa SMA/SMK akan belajar di rumah pada masa tahun ajaran baru.
Wahidin Halim menyatakan pembukaan sekolah SMA/SMK yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi akan dilakukan pada bulan Desember atau mulai Januari. WH juga menyarankan agar kegiatan belajar di sekolah untuk TK dan SD dilaksanakan pada bulan Desember mengingat keterbatasan ruang kelas dan guru. Selain itu, para siswa juga agak susah diatur.
Yang perlu diwaspadai, kata Wahdin, adalah pembukaan pesantren. Sampai saat ini peraturan Menteri Agama baru sebatas draf walaupun sudah disusun protokol kesehatannya.
“Dari 4.000 pesantren hanya 500 yang memenuhi syarat. Yakni bangunan dan ada tempat karantina. Dari ribuan santri, 40 persen dari daerah merah. Kita siapkan 20 ribu rapid test untuk santri,” jelas Gubernur Wahidin Halim melalui keterangan pers yang diterima Satelit News, Senin (15/6).
Jubir Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi Banten Ati Pramudji Hastuti mengatakan Banten belum memenuhi syarat pelonggaran sosial di saat pandemi virus Corona. Kepala Dinas Kesehatan Banten itu mengatakan ada tiga syarat yang harus dipenuhi jika skema pelonggaran diterapkan.
Syarat pertama adalah berkurangnya jumlah kasus baik suspek maupun kasus kematian yang diduga karena Corona dalam waktu paling sedikit 14 hari. Kedua, dari sisi kesehatan masyarakat, ada peran warga terkait pemeriksaan atau tes dan kontak tracing yang terus bertambah. Dan proporsi warga tetap di rumah, melakukan cuci tangan, dan menggunakan masker yang terus bertambah.
Kemudian ketiga adalah dari sisi fasilitas kesehatan. Dari sisi ini, harus ada peningkatan jumlah kapasitas kesehatan baik ruang perawatan, ICU, tenaga kesehatan dan jumlah APD yang memadai.
“Sisi epidemiologi belum memenuhi syarat pembatasan sosial dilonggarkan,” kata Ati, Senin (15/6).
Ati menuturkan, hasil kerja sama dengan tim pakar FKM Universitas Indonesia, angka positif di Banten nilainya masih 8,5 persen atau kurang dari 5 persen. Angka ini menunjukkan masih di bawah target. Ia menerangkan bahwa dari total terkonfirmasi 1.106 kasus pada Minggu (14/6) kemarin, angka kesembuhan mencapai 52,4 persen. Sedangkan kematian 7,4 persen.
“Tingkat kesembuhan mencapai 52,4 persen, angka meninggal turun 7,4 persen, masih dirawat 40,2 persen,” ujarnya.
Banten menempati posisi kesembilan untuk total jumlah terpapar berdasarkan daerah. Kondisi seperti inilah yang terjadi di wilayahnya di tengah kondisi new normal.
Dari Jakarta, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan jadwal tahun ajaran 2020/2021 tidak akan berubah. Masa pembelajaran akan mulai pada Juli mendatang.
“Seperti yang telah saya informasikan sebelumnya tahun ajaran 2020 dan 2021 itu tidak berubah jadwalnya tetap saja pada bulan Juli 2021. Tapi jadwal itu tidak berdampak kepada metode apa, pembelajaran yang ada maupun daring atau tatap muka jadi kami tidak mengubah kalender pembelajaran,” kata Nadiem dalam konferensi pers yang disiarkan di akun YouTube Kemendikbud, Senin (15/6).
Nadiem kemudian menjelaskan mengenai pola pembelajaran pendidikan anak usia dini, dasar dan menengah. Nadiem mengatakan peserta didik yang berada di zona kuning, oranye dan merah tetap melakukan pembelajaran dari rumah.
Nadiem mengatakan ada 94 persen peserta didik yang berada di zona kuning, oranye dan merah. Sedangkan sisanya 6 persen peserta didik yang berada di zona hijau diperkenankan untuk melakukan pembelajaran tatap muka. Dengan demikian sebanyak 429 kota/kabupaten di Indonesia tak bisa melakukan kegiatan b;lajar mengajar tatap muka.
“94 persen dari peserta didik kita tidak diperkenankan melakukan pembelajaran tatap muka jadi masih belajar dari rumah. Yang 6 persen yang di zona hijau itulah yang kami memperbolehkan pemerintah daerah untuk melakukan pembelajaran tatap muka tetapi dengan protokol yang sangat ketat,” ujar dia.
“Jadi saya ulangi lagi bahwa untuk saat ini karena hanya 6 persen dari populasi peserta didik kita yang di zona hijau merekalah yang kita berikan persilakan untuk pemerintah daerah mengambil keputusan melakukan sekolah dengan tatap muka, sisanya 94 persen tidak diperkenankan, dilarang, karena mereka masih ada risiko penyebaran COVID,” pungkasnya.
Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Munardo mengatakan setiap zona di daerah ditentukan oleh indikator epidemiologi, surveilans kesehatan masyarat, dan pelayanan kesehatan. Semakin rendah skor penilaian, akan semakin tinggi risiko penularan Covid-19.
“Komitmen kami membuka pendidikan di tempat yang paling aman, tak ada dampaknya. Sesuai dengan kata Mendikbud, tak mungkin kegiatan tatap muka di daerah yang beresiko walaupun sudah zona hijau,” ujar Doni Munardo. Adapun zona risiko tinggi diberikan warna merah dengan nilai skor 0-1,8, zona risiko sedang berwarna orange dengan skor 1,9-2,4 , zona kuning berwarna kuning nilai 2,5 – 3 dan zona hijau tak terdampak tidak tercatat kasus Covid-19.
“Gugus tugas dan Kemenkes akan memberikan informasi baik Pemkot dan Pemda sehingga perkembangan di daerah senantiasa bisa kita pantau,” kata Doni Munardo. (irfan/sidik/jpg /gatot)
Diskusi tentang ini post