SATELITNEWS.ID, SERANG—Ketua DPRD Provinsi Banten, Andra Soni, menanggapi santai tudingan mengenai gratifikasi beras CSR Bank BJB. Bahkan, ia mengaku bahwa aduan DPD GMNI Banten ke Kejati merupakan hak setiap masyarakat.
“Terkait aduan ke Kejati, yah itu merupakan hak masyarakat untuk melakukan pengaduan jika mereka merasa ada sesuatu yang perlu diadukan,” kata Andra, saat dikonfirmasi awak media melalui sambungan telepon, Selasa (16/6).
Ia pun menjelaskan bahwa secara kelembagaan, pihaknya tidak melakukan kerjasama dengan forum CSR. Menurutnya tidak ada sama sekali pembahasan terkait kerjasama itu. “Saya ingin menyampaikan bahwa lembaga DPRD tidak pernah melakukan kerjasama dengan forum CSR secara kelembagaan. Jadi, secara kelembagaan tidak pernah melakukan kerjasama, karena tidak pernah dibahas, tidak pernah di rapatkan,” tuturnya.
Mengenai tudingan adanya beberapa anggota dewan yang tetap menerima bantuan CSR beras tersebut, ia mengaku kurang paham. Sebab, ia hanya mau menanggapi apabila itu merupakan hasil kerjasama kelembagaan.
“Mengenai kasus anggota dewan, saya kurang memahami. Artinya secara kelembagaan kami punya mekanisme terkait dengan kerjasama, tetapi ini tidak ada kerjasama. Saya tidak bisa menanggapi sesuatu diluar kelembagaan,” ungkapnya.
Selain itu, ia mengatakan bahwa adanya tudingan anggota dewan yang menerima bantuan beras CSR Bank BJB baru sebatas isu saja. Sebab, masih belum ada kebenaran atas hal tersebut. “Kami kan tidak bisa bergerak dalam konteks isu. Kemudian dalam konteks kelembagaan, kami tidak pernah melakukan kerjasama terkait dengan pendistribusian bantuan kepada masyarakat terdampak Covid-19,” tandasnya.
Untuk diketahui, beberapa elemen masyarakat menyoroti adanya dugaan gratifikasi pada pemberian beras CSR Bank BJB kepada DPRD Provinsi Banten. Pemberian beras tersebut diduga menjadi alasan melempemnya DPRD Provinsi Banten dalam penggunaan hak interpelasi terkait pemindahan RKUD, dari Bank Banten ke Bank BJB.
Senin (15/6), sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam DPD GMNI Banten menggelar demonstrasi di depan gedung DPRD Provinsi Banten dan Kejati Banten. Mereka menuntut agar dugaan gratifikasi dalam pemberian beras CSR itu dapat diusut secara hukum. Bahkan mereka mengancam akan melaporkannya ke KPK.
Ketua Umum DPD GMNI Banten, Indra Patiwara, mengatakan bahwa aksi yang pihaknya lakukan merupakan langkah awal dalam menggugat dugaan gratifikasi DPRD Provinsi Banten. Mereka pun berencana melaporkan kepada KPK apabila tuntutan tidak dipenuhi.
“Kalau kami ini merupakan langkah pertama yakni aksi. Kami juga akan meminta Kejati Banten menekan MoU terkait pemrosesan kasus ini selama 3 hari. Kalau ternyata tuntutan kami tidak digubris oleh Kejati, maka kami akan ke KPK,” ujarnya di sela aksi.
Ia mengatakan, berdasarkan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), pejabat tidak boleh menerima fasilitas ataupun barang karena merupakan bentuk gratifikasi.
“Kalau melihat UU Tipikor, pejabat baik pusat maupun daerah itu tidak boleh menerima barang ataupun fasilitas dari pihak lain, itu sudah masuk dalam tindakan gratifikasi. Sedangkan setiap dewan menerima beras sebanyak dua ton dari BJB,” ungkapnya.
Sementara Kasi Penerangan Hukum Kejati Banten, Ivan Siahaan, mewakili Kepala Kejati Banten pun menyanggupi untuk menekan MoU antara Kejati Banten dan GMNI Banten. Ia pun meminta waktu untuk melakukan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) dan pengumpulan data (puldata).
“Kejati Banten akan meneruskan dan memproses MoU antara DPD GMNI Banten dengan Kejati Banten. Kami akan selidiki kasus dugaan gratifikasi beras ini berdasarkan pulbaket dan puldata,” kata Ivan.
Ivan mengatakan, pihak GMNI Banten dapat ikut memantau penyelidikan yang dilakukan oleh Kejati Banten terkait dengan dugaan gratifikasi DPRD Provinsi Banten itu. Bahkan ia mempersilahkan anggota GMNI untuk selalu datang setiap hari memantau perkembangannya.
“Tapi berikan kami waktu untuk untuk melakukan penyelidikan. Nanti tiga hari kedepan kami akan sampaikan perkembangannya seperti apa,” imbuhnya. (dzh/bnn)
Diskusi tentang ini post