SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo, Ketua DPR Puan Maharani, kubu Timnas AMIN, kubu TKN Prabowo-Gibran, dan pihak istana ramai-ramai merespon wacana pemakzulan Presiden Jokowi.
Ganjar Pranowo mempertanyakan dasar ide memakzulkan. “Saya belum tahu apa yang akan dimaksudkan. Pada persoalan apa sehingga harus dimakzulkan. Ketika ada indikasi pelanggaran konstitusi sebenarnya itulah yang bisa menjadi entry poin,” kata Ganjar di Pekalongan, Selasa (15/1/2024).
Menurut Ganjar, pihak yang mengusulkan pemakzulan semestinya mengungkap pelanggaran konstitusi yang dilakukan oleh Jokowi sehingga pantas untuk dimakzulkan. Usul memakzulkan tidak bisa bergulir bila tak ada alasan yang kuat untuk memberhentikan sang presiden.
“Mesti ada sesuatu yang dilanggar, apakah itu soal janjinya, apakah itu soal konstitusi atau peraturan undang-undangnya baru kita bisa menginjak ke tahapan itu. Kalau enggak, ya enggak bisa,” kata politisi PDIP tersebut.
Namun demikian, Ganjar mengatakan bahwa ini bisa saja merupakan pengingat agar Presiden patuh kepada aturan konstitusi dan undang-undang. “Siapa pun harus berhati hati sehingga presiden harus melaksanakan aturan dan siapa pun yang akan berpikir untuk memakzulkan juga harus melihat betul di mana letak pelanggarannya,” ujar mantan gubernur Jawa Tengah itu.
Sebelumnya, kelompok Petisi 100 mengusulkan pemakzulan Presiden Jokowi kepada Menko Polhukam Mahfud MD. Mereka antara lain Faizal Assegaf, Marwan Batubara, dan Letnan Jenderal TNI Marsekal (Purn) Suharto.
Kelompok ini mengadukan dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 hingga usulan menggulingkan Jokowi. Namun kepada mereka, Mahfud mengaku tidak bisa menindak laporan itu karena bukan kewenangannya. Laporan itu seharusnya disampaikan ke Bawaslu, KPU, dan DKPP sebagai penyelenggara pemilu.
“Ada juga mereka minta pemakzulan Pak Jokowi, minta pemilu tanpa Pak Jokowi. Saya bilang kalau urusan pemakzulan itu kan, sudah didengar orang, mereka sudah menyampaikan ke berbagai kesempatan. Dan itu urusannya partai politik dan DPR, bukan Menko Polhukam,” ujar Mahfud.
Ketua DPR RI Puan Maharani pun turut menanggapi. “Aspirasi itu boleh saja diberikan atau disampaikan, namun apa urgensinya? Jadi kita lihat apa urgensi. Namun namanya aspirasi tetap harus kami terima,” kata Puan, kemarin.
Puan juga menegaskan proses pemakzulan presiden sudah diatur dalam UUD 1945 beserta ketentuan atau penyebab pemakzulan. “Untuk pelaksanaan hal tersebut, harus terbukti bahwa kemudian presiden itu melaksanakan pelanggaran hukum dan lain sebagainya,” kata Puan.
Kapten Timnas Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Syaugi Alaydrus ikut merespons. “Kalau masalahnya pemakzulan ini negara demokrasi, saya pikir biarkan saja masyarakat yang melakukan atau menilai hal tersebut,” ujar Syaugi, Jakarta, kemarin.
Syaugi menekankan Timnas AMIN tidak berhak memberikan komentar mendalam terkait isu pemakzulan Jokowi. “Bukan dari kami, jadi sah-saja saja, tentunya selama sesuai koridor hukum,” kata mantan Kepala Basarnas itu.
Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Juri Ardiantoro menilai isu pemakzulan sekadar manuver politik. “Kami tidak terganggu, kami tahu itu manuver politik saja di level elite. Kita tahu semua sudah membaca ini manuver politik pemilu,” kata Juri, kemarin.
Menurutnya, kelompok yang memunculkan pemakzulan sudah mengetahui bahwa wacana itu hampir tidak mungkin dilakukan. Namun, kata dia, kelompok itu tetap bermanuver karena ingin mengganggu kemenangan Prabowo-Gibran.
“Mereka nyata-nyata ingin memisahkan Bapak Jokowi dari Pak Prabowo dan itu betul-betul isu yang dibuat untuk mengganggu jalan kemenangan Pak Prabowo,” katanya.
Pihak istana sendiri menyebut Presiden tidak terganggu. “Ya tentu beliau tidak terlalu terganggu dengan wacana ini karena beliau tetap bekerja seperti biasanya,” kata Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana, kemarin.
Wacana pemakzulan merupakan bagian dari penyampaian pendapat atau kritik dalam perspektif demokrasi yang sah-sah saja untuk dilakukan. Namun, kepentingan nasional harus diutamakan agar situasi politik tidak makin panas dan berpotensi mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa. “Jadi, kita jaga situasi yang kondusif ini jangan sampai memunculkan polarisasi politik,” kata Ari.
Selain itu, syarat pemakzulan juga harus melewati ujian politik yang melibatkan tiga lembaga, yakni DPR RI, Mahkamah Konstitusi, dan MPR RI. Tindakan yang dilakukan di luar mekanisme tersebut, menurut dia, merupakan tindakan inkonstitusional. (bbs/san)
Diskusi tentang ini post