SATELITNEWS.COM, SERANG – Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten, mencatat sebanyak tiga belas orang meninggal dunia akibat kasus Demam Berdarah Dangue (DBD), dari total yang ditemukan sebanyak 3.552 kasus, selama dua bulan terakhir.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten, Ati Pramudji Hastuti mengatakan, kasus DBD di Banten pada tahun 2024 ini meningkat bila dibandingkan dengan kasus tahun 2023.
Pada Januari 2024, kasus DBD di Banten mencapai 1.619 kasus, sementara pada Februari kasus DBD di Banten mencapai 1.933 kasus.
“Kenaikan hampir 5 kali lipat,” kata Ati, Senin (18/3/2024).
Dari 3.552 kasus itu, kata Ati, sebanyak 13 orang meninggal dunia akibat DBD. Adapun sebarannya, adalah di Kabupaten Tangerang 4 orang, Lebak 4 orang, Pandeglang 4 orang, dan Kabupaten Serang 1 orang. Adapun kasus kematiannya, terjadi di Januari 8 orang dan Februari 5 orang.
Ati mengungkapkan, fenomena El Nino menjadi penyebab virus dengue, yang merupakan virus yang menyebabkan penyakit DBD tumbuh subur.
Faktor lain yaitu, berkaitan dengan kesehatan masyarakat itu sendiri yang kurang menjaga kebersihan lingkungan.
“Kondisi hujan kering, hujan kering membuat nyamuk Aedes aegypti berkembang biak di mana-mana,” tambahnya.
Hal ini kemudian, diperparah dengan budaya gotong royong masyarakat yang saat ini mulai kendur. Sehingga, kebersihan lingkungan jarang menjadi perhatian. Sehingga, menyebabkan tumbuh kembangnya nyamuk Aedes Aegypti.
Guna mengendalikan DBD, Ati mengatakan, sudah ada Surat Edaran (SE) dari Gubernur Banten kepada Bupati dan Walikota, dan surat dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi ke Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kota. Kedua surat itu, berisi agar Kabupaten Kota serius menangani DBD.
Ati mengatakan, pemberantasan nyamuk Aedes aegypti juga perlu peran dari masyarakat, terutama dalam memberantas nyamuk dewasanya.
Nyamuk ini, biasanya aktif pada jam 07.00 – 10.00 WIB dan 16.00 – 18.00 WIB. Karena itu, dia meminta agar masyarakat memberantas nyamuk ini pada jam-jam tersebut dengan menyemprotkan cairan anti nyamuk atau semprotan nyamuk.
Bila ini dilakukan, maka efeknya akan sama dengan melakukan pengasapan (fogging) di semua rumah.
“Kalau di jam itu kita kompak menyemprotkan semprotan nyamuk maka itu sama saja dengan melakukan penyemprotan dengan pengasapan (fogging),” ujarnya.
Adapun upaya lain adalah, mengupayakan satu rumah memiliki satu kader juru pemantau jentik atau jumantik yang ada dari mulai tingkat RW hingga RT akan dihidupkan kembali.
Dia mengatakan, bila keberadaan jumantik aktif semua, maka DBD akan bisa dengan mudah diberantas karena jentik nyamuk bisa dihilangkan.
“Yang perlu masyarakat sadari bahwa perkembangan nyamuk Aedes aegypti tidak berkembang di air kotor tapi di air bersih, misalnya di dispenser, tempat air burung, dan lainnya,” ujarnya. (luthfi)
Diskusi tentang ini post