SATELITNEWS.COM, PANDEGLANG – Pemilu Legislatif (Pileg) 2024, banyak melahirkan kehebohan zona Pandeglang-Lebak. Salah satunya, banyak Calon Legislatif (Caleg) atau politisi senior gagal ke parlemen.
Fenomena tersebut, mendapat perhatian banyak kalangan, karena bisa menjadi pintu menggulingkan rezim atau dinasti yang selama ini berkuasa di dua wilayah selatan Provinsi Banten tersebut.
Diketahui, Caleg dengan popularitas tinggi yang gagal itu yakni Raden Achmad Dimyati Natakusumah dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Iti Octavia Jayabaya dari Demokrat, M Hasbi Asyidiki Jayabaya dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Risya Azzahra Rahimah Natakusumah dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan beberapa politisi lainnya.
Dosen Fakultas Hukum dan Sosial (FHS) Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA) Banten, Said Ariyan menilai, kegagalan para Caleg bonafit dan kawakan menjadi celah untuk menggeserkan posisi dinasti di Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang.
Meskipun, kata dia, hasil kekalahan yang didapatkan itu tidak terlalu berdampak bagi ketenaran secara pribadi. Namun, hal itu bisa menjadi pintu masuk menggeser kekuasaan dinasti dikedua wilayah tersebut.
“Ada pengaruhnya, walau tidak signifikan,” kata Said, Kamis (21/3/2024).
Said mengatakan, celah tersebut bisa segera tertutupi apabila para Caleg gagal bisa segera merangkul dan membentuk kekuatan baru untuk bertarung di Pilkada. Akan tetapi, apabila hanya mengandalkan popularitas tanpa menggalang kekuatan, akan beda cerita.
“Apalagi kalau bicara klan, penggabungan suara Caleg pada satu klan menjadi based voter untuk mengembangkan elektabilitas,” tandasnya.
Said beranggapan, Caleg gagal akan kembali menelan kegagalan pada Pilkada, apabila dihadapkan dengan lawan politik yang bisa membaca dan membuat peta konflik yang matang. Oleh karena itu, akan banyak pesaing di Pilkada karena menilai popularitas para Caleg yang gagal tersebut mulai merosot.
“Jika ingin bersaing di Pilkada, yang akan menjadi lawan politik dinasti harus bisa maksimalkan popularitas, biaya kampanye yang mumpuni, serta koalisi parpol pendukung. Karena kegagalan pada Pileg, menjadi barometer yang tidak bisa dibantahkan,” tambahnya.
Meski demikian, Said memiliki dua pandangan terkait Caleg gagal tersebut. Selain membuat lawan politik berani bertarung, tetapi juga memiliki peluang yang terbuka untuk memenangkan Pilkada tingkat Kabupaten atau Provinsi.
“Caleg-caleg yang gagal ke parlemen, lebih besar peluang berkompetisi di Pilkada, sebab mereka sudah dapat modal suara dan sudah betul – betul paham tipologi pemilih Banten. Melawan kekalahan ketika Pileg akan maksimalkan ketika Pilkada. Apakah lemah di pemilih rasional, kritis, tradisional atau pemilih yang skeptis,” tambahnya.
Said kurang sependapat, apabila Caleg gagal mencari peruntungan di Pilkada. Dia lebih menitikberatkan terhadap memanfaatkan momentum, dan memaksimalkan peluang. Oleh karena, para Caleg gagal tersebut sudah memiliki nama besar dan elektabilitas.
“Bukan peruntungan tanpa kalkulasi. Nama-nama caleg gagal tersebut, sudah punya sumber kekuasaan, ada yang berupa kedudukan, kekayaan, atau kepercayaan. Jika tidak digunakan, akan kehilangan kesempatan,” tuturnya.
“Hal lain. Kekuasaan itu menggiurkan, dengannya seseorang punya otoritas, legitimasi, dan pengaruh. Satu hal lagi, di Indonesia, mutasi kelas yang paling cepat adalah kekuasaan,” tutupnya.
Terpisah, Dosen FHS UNMA Banten Eko Supriatno mengatakan, ada beberapa nama Caleg gagal yang berpotensi menjadi pemenang Pilkada, baik tingkat Kabupaten atau Provinsi. Oleh karena, banyak masyarakat Banten Selatan yang menginginkan agar pribumi yang memimpin.
Jika ingin Banten bersinar, harus dimulai dari Banten Selatan. Alasannya, karena kepemimpinan dari Banten Selatan, artinya dia dapat melihat bahwa kepemimpinan yang efektif dan inklusif harus dimulai dengan memahami kebutuhan dan potensi masyarakat di wilayah Banten secara utuh.
“Makna kepemimpinan yang berasal dari Banten Selatan, mengacu pada pentingnya memiliki pemimpin yang berasal dari dan peduli terhadap masyarakat di daerah pedesaan atau terpencil, keberpihakan, mengembangkan potensi lokal secara berkelanjutan,” imbuhnya. (adib)
Diskusi tentang ini post