SATELITNEWS.COM, PANDEGLANG – Dalam rangka melestarikan tradisi kebudayaan tradisional leluhur, warga khususnya petani di Kampung Kelapa Cagak, Desa Teluklada, Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang, masih menjalankan ritual Mapag Sri.
Untuk diketahui, tradisi tersebut dibawa oleh warga atau petani (transmigran) Indramayu ke Kabupaten Pandeglang, sekitar tahun 60-an silam.
Konon, ritual tersebut dimaksudkan menyambut datangnya panen raya. Hingga kini, tradisi itu tak hilang di telan zaman.
Ritual budaya Mapag Sri tahun ini, mengusung tema “Menjaga Tradisi, Meneruskan Semangat Bertani”.
Kebudayaan itu, lumrahnya dijalankan di kalangan masyarakat Jawa dan Sunda, sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bila dimaknai secara filosofis dari Bahasa Jawa halus, Mapag Sri ini mengandung arti menjemput padi alias Panen.
Dalam pelaksanaan tradisi Mapag Sri ini, seluruh warga diwajibkan membawa tumpeng, ketupat dan lepeut. Kemudian dikumpulkan disebuah area lapang, untuk melakukan doa syukuran dan makan bersama.
Tradisi itu masih terawat dan terjaga sampai sekarang, meskipun acaranya lebih sederhana yaitu hanya membawa tumpeng, ketupat dan lepeut, serta doa bersama dipimpin tokoh agama dan dihadiri Kepala Desa.
Seorang Ketua RW Kampung Kelapa Cagak, Taryana mengatakan, menggelar ritual adat Mapag Sri adalah menjaga spirit bertani dan mencintai alam semesta.
“Sebagai ungkapan rasa syukur dan keberkahan, atas setiap benih padi yang kita tanam, semoga menjadi penghidupan umat manusia secara keseluruhan,” kata Taryana, kepada wartawan, Minggu (14/4/2024).
Ia berharap, tradisi tersebut tetap lestari dan dipertontonkan setiap tahun. “Semoga tahun berikutnya bisa lebih meriah, sekaligus menggelar pentas kesenian dan bisa menjadi wisata budaya di Pandeglang,” harapnya.
Sementara, Kepala Desa Teluk Lada, Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang, H. Efendi Hidayat menyatakan, tradisi tersebut harus terus didukung keberadaannya dan tetap lestari.
“Ini luar biasa, warga masih mempertahankan tradisi leluhur (Mapag Sri),” ungkap Efendi.
“Bertani merupakan warisan nenek moyang, yang tak boleh hilang. Oleh karenanya, mari kita selalu bersyukur atas apa yang sudah Allah SWT karuniakan untuk kita semua,” imbuhnya. (mardiana)
Diskusi tentang ini post