SATELITNEWS.ID, RANGKASBITUNG—Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam HMI-MPO dan Kumala Lebak menggelar aksi audinesi dengan BPBD dan Bapenda Lebak, Selasa (23/6). Audiensi digelar di kantor Bapenda dan berjalan kurang lebih tiga jam.
Dalam kesempatan itu, peserta audinesi meminta pemerintah agar segera memberikan Dana Tunggu Hunian (DTH) bagi para korban terdampak banjir bandang yang terjadi pada awal tahun 2020 lalu meski juga sedang bergelut dengan pandemi Covid-19.
Banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di enam kecamatan di Lebak Utara pada awal tahun 2020, mengakibatkan ribuan rumah, jalan, jembatan dan inprastruk pemerintah rusak ringan dan berat. Bahkan, peristiwa tersebut hingga menelan beberapa korban jiwa. Pemerintah mulai dari daerah, provinsi bahkan pusat turun tangan menanggulanginya mulai dari pendistribusian logistik bahkan menjanjikan DTH hingga pembuatan Hunian Tetap (Huntap).
Namun, janji tersebut sampai saat ini belum ada kejelasan. Terlebih adanya pandemi virus Corona semakin tidak jelas bantuan yang dimaksud. “Kami harap di tengah pandemi Covid-19 ini, pemerintah tidak melupakan para korban terdampak banjir bandang di Lebak yang telah kehilanggan tempat tinggalnya,” kata Ketua HMI Cabang Lebak Aceng Hakiki.
Aceng menuturkan, korban terdampak bencana itu sendiri saat ini tidak memiliki kejelasan akan bantuan yang telah dijanji-janjikan pemerintah ini. Bantuan yang dimaksud adalah bantuan rehab rumah bagi warga yang mengalami kerusakan rumah baik berat, sedang dan ringan. Dan juga bantuan DTH yang awalnya akan digunakan untuk menyewa rumah bagi korban terdampak banjir bandang selama menunggu bantuan rehab rumah turun. “Selama enam bulan mereka belum mendapatakan kepastian akan bantuan itu, untuk itu kedatangan kami ke sini (audiensi-red) untuk mempertanyakan upaya sejauh mana yang dilakukan Pemkab dalam memperjuangkan para korban terdampak bencana ini,” terangnya.
Jika tidak ada kejelasan, para aktivis mahasiswa ini akan beegerap langsung ke Badan Penanggulangan Bencana Nasional untuk mempertanyakan kejelasannya.”Rencananya setelah audensi ini, kami akan menindaklanjuti hal ini langsung ke BNPB,” tambahnya.
Ketua Kumala Perwakilan Wilayah (PW) Rangkasbitung Eza mengatakan, selain persoalan DTH, Pemerintah juga harus memperjelas pembebasan lahan milik warga yang masuk dalam proyek nasional pembangunan waduk karian, yang diketahui masih terdapat beberapa wilayah yang belum dibebaskan, ataupun dibayarkan.
Ia juga meminta Pemkab untuk transparan dalam mengelola dana bantuan untuk korban banjir bandang yang diterima dari para donatur. “Harus diperjelas, khususnya daerah yang kemarin juga tedampak bencana. Karena, warga yang masih belum dibebaskan tidak dianjurkan untuk membangun kembali rumah yang rusak akibat bencana, sedangkan mereka tidak mempunyai rumah lainnya,” pintanya.
Menyikapi desakan mahasiswa, Kepala pelaksana BPBD Lebak Kaprawi mengatakan, jumlah rumah rusak akibat bencana tersebut berjumlah 1.580 rumah. Dengan rincian 679 unit rumah rusak berat, 259 rusak sedang, dan 642 rumah rusak ringan.
Ribuan rumah tersebut diajukan untuk menerima bantuan stimulan bedah rumah berdasarkan tingkat kerusakan mulai dari berat, sedang dan ringan, serta DTH untuk korban terdampak dengan nominal Rp 500 ribu per kepala Keluarga (KK) selama enam bulan. Adapun jumlah penerima bantuan stimulan rehab rumah sebanyak 617 unit rumah, dan bantuan DTH sebanyak 647 Kepala Keluarga (KK).
“Kami sudah mengajukannya kepada BNPB melalui surat permohonan bantuan per 12 Februari 2020, dengan total nominal sebesar Rp 12 miliar lebih. Namun, hingga saat ini kami belum mendapatakan kabar baik dari BNPB terkait hal tersebut, ” jelasnya.
Adapun mengenai dana bantuan penanganan korban banjir bandang yang berasal dari donator, Kaprawi menyebut dana bantuan tersebut berjumlah Rp 300 Juta, dan saat ini tersisa Rp 50 juta, dana bantuan tersebut dipakai untuk pemenuhan kebutuhan pokok korban banjir bandang, khususnya yang saat ini masih berada di Huntara.
“Dana bantuan itu diawasi langsung oleh KPK, sehingga semua pemenuhan kebutuhan pokok yang berasal dari dana bantuan itu direkam dan dilaporkan ke KPK. kebutuhan pokok sendiri terus kami salurkan,” tandasnya. (mulyana/made)
Diskusi tentang ini post