SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap aliran uang terkait judi online (judol) terdeteksi mengalir ke 20 negara. Total uang yang mengalir mencapai triliunan.
“Ada 20 negara saat ini terdeteksi yang bernilai trilliunan,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Selasa (18/6/2024). “(Terbanyak) ASEAN. Ada ribuan rekening (yang sudah diblokir),” kata Ivan.
PPATK sebelumnya mengungkapkan 3,2 juta warga Indonesia teridentifikasi bermain judi online. Pemain judi online ini ada pelajar hingga ibu rumah tangga.
“Sampai saat ini sudah ada 5.000 rekening yang kita blokir ya, dan dari 3,2 juta yang kita identifikasi pemain judi online yang ada itu, rata-rata mereka bermain di atas Rp 100 ribu, hampir 80 persen dari 3,2 juta pemain yang teridentifikasi itu (bermain di atas Rp 100 ribu),” ujar Koordinator Humas PPATK Natsir Kongah dalam diskusi daring bertajuk ‘Mati Melarat karena Judi’, Sabtu (15/6).
Natsir mengatakan, PPATK, kata Natsir, memiliki cara sendiri untuk mendeteksi rekening yang berkaitan dengan judi online. PPATK juga mengetahui mekanisme perputaran uang judi online.
“Mekanismenya kita sudah tahu bagaimana pelaku dikirim ke bandar kecil, dari bandar kecil dikirim ke bandar besar, dan sebagian bandar besar yang dikelola di luar negeri banyak juga. Ternyata uang dari judi online itu dilarikan ke luar negeri, dan nilainya itu di atas Rp 5 triliun lebih,” ucapnya.
Aliran uang terkait judi online itu mengalir ke beberapa negara di Asia Tenggara. ”(Aliran dana ke) beberapa negara-negara di ASEAN, ya. Thailand, Filipina, Kamboja seperti itu. (Vietnam) ada,” kata Natsir.
Berdasar data PPATK, jumlah transaksi judi online melonjak sejak 2020. Pada tahun itu terdapat 5,6 juta transaksi dengan nilai mencapai Rp 15,7 triliun. Naik pada tahun 2021 dengan 43,5 juta transaksi dan nilai mencapai Rp 57,9 triliun.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, saat ini pola-pola judol yang terdeteksi adalah yang menggunakan fintech, e wallet, dan bitcoins. Modus terbaru adalah dengan menggunakan deposit pulsa operator seluler. Hal ini membuat proses pelacakan menjadi lebih sulit.
PPATK menganalisis soal sumber daya pemain yang digunakan untuk bermain taruhan. Salah satunya mereka menggunakan pinjol untuk judol. “Iya, karena untuk judol mereka butuh uang, dan itu mereka dapatkan dengan cara melawan hukum juga. Karena tidak adanya sumber penghasilan yang memadai untuk judol,” ungkap Ivan.
Akibatnya bisa ditebak, sudah bangkrut terjerat utang. ”Bayangkan lalu kalau sudah habis masih dikejar utang pinjol dengan (bunga, red) selangit itu,” katanya.
Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy meluruskan isu soal korban judi online bakal menerima bansos. ”Jadi, itu terjadi misleading, tidak begitu,” tegasnya setelah salat Idul Adha 1445 H di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, (17/6).
Sebagian masyarakat berpikir bahwa korban yang dimaksud adalah pelaku. Padahal bukan demikian. Di poin itu, Muhadjir menekankan bahwa korban judi online yang dimaksud bukan pelaku judi online itu sendiri. Melainkan pihak keluarga atau individu terdekat dari para pejudi yang dirugikan, baik secara material, finansial, maupun psikologis.
Menurut Muhadjir, tak jarang pihak keluarga atau individu terdekat jatuh miskin akibat ulah pelaku judi online. ”Kalau memang dipastikan dia telah jatuh miskin akibat judi online, ya dia akan dapat bansos. Jadi, jangan terus bayangkan pemain judi, kemudian miskin, kemudian langsung dibagi-bagi bansos. Bukan begitu,” jelasnya. Hal tersebut sesuai dengan amanat UUD Pasal 34 ayat 1 bahwa orang miskin menjadi tanggung jawab negara.
Terkait pelaku, Muhadjir memastikan tetap akan dijatuhi sanksi. Sebagaimana bandar dan pemilik situs judi online.
Sementara itu, Sejak 17 Juli 2023 hingga 13 Juni 2024, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah memblokir 2.945.150 konten judi online. Kementerian Komunikasi dan Informatika juga telah mengajukan permintaan penutupan 555 akun e-wallet yang berkaitan dengan aktivitas judi online kepada Bank Indonesia serta pemblokiran 5.779 rekening bank terkait judi online ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak 18 September 2023 hingga 28 Mei 2024.
Sejak 17 Juli 2023 hingga 13 Juni 2024, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menangani 16.596 sisipan laman judi di situs pendidikan dan 18.974 sisipan laman judi di situs pemerintahan. Kementerian Komunikasi dan Informatika telah melayangkan surat peringatan keras kepada pengelola X, Telegram, Google, Meta, dan TikTok karena platform mereka banyak dimanfaatkan untuk menyebarluaskan konten terkait judi online. (bbs/san)
Diskusi tentang ini post