SATELITNEWS.COM, TANGSEL—Aktivis Greenpeace Indonesia melakukan aksi mengembalikan puluhan kilogram sampah plastik ke kantor Unilever di Jalan BSD Grand Boulevard, Kecamatan Cisauk, Kabupaten Tangerang, pada Kamis (20/6). Aksi ini bertujuan untuk meminta pertanggungjawaban Unilever agar mengambil dan mengolah kembali sampah plastik yang telah mereka hasilkan.
“Kita hari ini mengembalikan sampah ke Unilever selaku produsen pemilik sampah-sampah yang kita temukan. Ini sampah se-Jabodetabek kita kumpulkan. Total semuanya ada 50 kilogram,” ujar Ibar Akbar, Plastic Project Lead Greenpeace Indonesia, di lokasi, Kamis (20/6).
Ibar menjelaskan, pengembalian sampah bukanlah tanpa alasan. Menurut laporan Audit Merek dalam 5 tahun terakhir, Unilever merupakan salah satu perusahaan FMCG terbesar yang selalu masuk ke dalam daftar pencemar tertinggi, baik secara nasional maupun global.
“Di akhir tahun kemarin dan awal tahun ini kita bikin audit di Filipina, Vietnam dan India. Unilever termasuk tiga besar penyumbang kemasan saset terbesar. Karena kita lihat saset ini multilayer terus jenis plastik bermacam artinya sulit didaur ulang. Satu jenis plastik saja sulit didaur apalagi ini berbagai macam lapis,” paparnya.
Ibar menjelaskan Unilever memproduksi saset dan berencana akan menjual 53 miliar saset pada tahun ini, atau setara dengan 1.700 saset per detik.
“Selama ini problemnya adalah ketika konsumsi yang dibebankan konsumen. Konsumen pemilah sampahnya, buang sampah di tempatnya. Tapi setelah itu siapa yang bertanggung jawab? Makanya itu penting. Kalau mereka tau cara pembuatannya, harusnya mereka tau cara pengolahannya. Selama ini tidak ada,” jelasnya.
Menurutnya, saat ini Unilever global sedang membatalkan komitmen sebelumnya untuk mengurangi penggunaan plastik murni sebesar 50 persen pada tahun 2025. Target yang diperbarui kini berfokus pada pengurangan penggunaan plastik murni sebesar 30% pada tahun 2026.
Bahkan, lanjut Ibar, Unilever mengklaim menginginkan dunia yang bebas limbah namun 99,8% kemasan plastiknya saat ini adalah kemasan sekali pakai. Akan tetapi, analisis Greenpeace menunjukkan bahwa dengan laju saat ini, dibutuhkan waktu lebih dari tahun 3.000 sebelum 100 persen produk plastik Unilever dapat digunakan kembali.
“Saatnya menagih tanggung jawab Unilever, sebagai salah satu produsen FMCG terbesar di dunia, untuk serius menjalani komitmen pengurangan produksi plastik mereka, serta mendesak mereka untuk membuka peta jalan pengurangan sampahnya,” ucap Ibar.
Pantauan di lokasi, puluhan aktivis lingkungan itu membawa sejumlah atribut pelengkap aksi berupa spanduk, replika logo Unilever terbuat dari sampah, hingga 50 kilogram sampah plastik yang sebelumnya telah dikumpulkan. Seraya aksi berjalan, akhirnya perwakilan Unilever menemui massa dan menerima sampah yang diberikan.
Head of Division Environment & Sustainability Unilever Indonesia Foundation Maya Tamimi dalam keterangan tertulis menuturkan, dalam melakukan penanganan sampah plastik pihaknya mengklaim masih mengupayakan dalam mencari solusi. Hal tersebut, lanjut dia, mencakup pengembangan sistem pengemasan yang dapat digunakan kembali dan bisa diisi ulang.
“Secara global, kami telah mendirikan Packaging R&D Centre yang semata-mata berfokus pada pengembangan bahan dan teknologi pengemasan masa depan. Tim ini terdiri dari sekitar 50 ilmuwan material dan profesional di bidang pengemasan yang mengembangkan solusi dan teknologi material terkini untuk membuka cara dan peluang baru dalam mengemas produk-produk kami,” katanya.
“Hingga saat ini kami telah melakukan lebih dari 50 uji coba penggunaan ulang dan isi ulang secara global, dan bekerja sama dengan Business Groups kami untuk menerapkan pembelajaran dari uji coba ini dan mengembangkan model yang paling menjanjikan. Di Indonesia, kami telah mengumpulkan dan memproses lebih banyak plastik daripada yang kami jual. Pada tahun 2023, kami telah mengumpulkan dan memproses 56.159 ton sampah plastik,” lanjutnya. (eko)
Diskusi tentang ini post