SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Lembaga survei Kedai KOPI merilis hasil survei terkait opini pembatasan usia dan jumlah kepemilikan kendaraan di Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Hasilnya, lebih banyak masyarakat yang tidak setuju dengan aturan pembatasan tersebut.
Survei diselenggarakan pada 11-14 Juni 2024 dengan metode pengambilan data computerized assisted self-interview (CASI). Sebanyak 445 responden disurvei, dengan rentang umur 17-55 tahun.
Direktur Riset dan Komunikasi KedaiKOPI, Ibnu Dwi Cahyo, menyebut terdapat 87,9 responden mengetahui bahwa adanya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 yang mengatur Jakarta menjadi DKJ.
Sebanyak 40,2% yang setuju dengan aturan pembatasan usia dan jumlah kepemilikan kendaraan di DKJ. Sementara 49,2 persen lainnya tidak setuju dan 10,6 persen lainnya memilih tak tahu.
“Kalau dibilang sebagian besar nanti saya diprotes, karena tidak sampai 50 persen. Saya bilangnya yang tidak setuju lebih banyak dari yang setuju,” kata Ibnu saat menyampaikan hasil survei di kawasan, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2024).
Mengenai alasan, faktor pertama adalah masalah ekonomi. Sebanyak 54,7 persen masyarakat yang tidak setuju beralasan bahwa kondisi ekonomi masyarakat saat ini masih sulit untuk membeli kendaraan baru secara berkala.
“54,7% yang menyatakan tidak setuju beralasan bahwa kondisi masyarakat secara ekonomi sangat sulit untuk meremajakan kendaraan pribadinya, misalkan setiap 10 tahun sekali. Jadi ini menjadi faktor terbesar penolakan mereka akan kebijakan pembatasan usia kendaraan dan kepemilikan kendaraan” terangnya.
Faktor kedua, masyarakat lebih menginginkan agar pemerintah berfokus kepada kelayakan kendaraan. Faktor ketiga, ketersediaan akses transportasi umum yang tidak merata.
Ibnu menyebut bahwa masyarakat Jabodetabek sudah menyadari dan merasakan bahaya dari menumpuknya kendaraan yang berlalu lalang di Jakarta. “Faktor kemacetan dan polusi udara menjadi dua hal terbesar yang dipertimbangkan responden kami yang pada akhirnya membawa mereka untuk setuju dengan adanya pembatasan usia dan kepemilikan kendaraan di Jakarta dengan masing-masing berjumlah 44,7% dan 26,8%. Dua hal tersebut yang secara fakta menjadi momok bagi masyarakat di Jabodetabek,” sebut dia.
Berdasarkan survei, menurut dia, publik menyarankan apabila kebijakan ini hendak diterapkan maka pemerintah harus menyiapkan langkah-langkah yang akan mempermudah implementasi kebijakan tanpa harus mengorbankan kenyamanan mobilitas warga.
“Masyarakat menuntut agar pemerintah dapat meningkatkan layanan transportasi umum dan melakukan integrasi antar moda transportasi publik agar kebijakan ini dapat dengan mudah diterapkan. Dua hal tersebut disampaikan oleh 91,5% dan 80,9% responden kami dan ini sangat tinggi sekali,” pungkasnya. (bbs/san)
Diskusi tentang ini post