SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia layaknya ‘tax spender boy’. Terbiasa hanya membuang-buang uang, tapi tidak terbiasa dalam mencari uang.
Hal tersebut disampaikan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang saat ini menjabat Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.
“Menurut saya PTN kita itu memang tax spender boy. Jadi sudah biasa belanja, tidak biasa cari uang. Jadi harus ada perubahan karakter. Ajari lah mereka ini untuk cari duit, bukan untuk buang duit,” ujar Muhadjir dalam rapat antara Komisi X DPR dan para mantan Mendikbud di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (2/7/2024).
Muhadjir menilai, PTN harus bisa mandiri dalam hal pembiayaan, termasuk menggerakkan lembaga fund raising sendiri. Ketika menjabat sebagai rektor, Muhadjir mengaku menjadi sosok pemimpin yang harus mencari uang dulu sebelum belanja.
Jika sebuah perguruan tinggi sudah mengalami perubahan mental untuk menjadi pencari uang, maka itu sudah tidak masalah lagi. Sebab, perguruan tinggi itu tidak cuma menjadi pembelanja, melainkan juga pencari uang.
Muhadjir berharap para pemimpin perguruan tinggi lebih efektif dalam mencari pemasukan untuk operasional kampus. Terkhusus, para pemimpin perguruan tinggi swasta (PTS). Salah satunya, mencari keuntungan dengan menerapkan tarif tinggi dalam seremonial wisuda.
“Wisuda itu tarik yang tinggi karena enggak ada orang akan protes walaupun mahal. Karena waktu saat gembira anaknya mau wisuda bayar berapapun dikasih,” jelas Muhadjir. “Kalau perlu biar satu truk keluarganya akan datang enggak apa-apa tapi harus beli undangan,” imbuhnya lagi.
Meski demikian, Muhadjir menyarankan pimpinan PTS agar tidak menaikkan biaya-biaya pendidikan ketika situasi ekonomi tak kondusif. Ia pun menyinggung kebijakan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN) yang menuai banyak protes.
“Ketika orang sedang gajinya sudah telat, naik, pasti lah protes itu. Jadi menurut saya juga momentum kurang pas makanya saya sempat kritik itu,” tuturnya.
Muhadjir mendorong agar kenaikan UKT di PTN hanya untuk mahasiswa baru (Maba) alih-alih diterapkan untuk mahasiswa di seluruh jenjang semester. “Saya kemarin sampaikan misalnya, naikkan biaya itu jangan serta merta, jadi naikkan lah kepada Maba saja dan itu jangan naik sampai nanti selesai dia,” kata dia. “Sehingga orang tua punya kepastian. Kalau yang lama biar selesai sampai selesai,” sambungnya.
Menurut Muhadjir, peraturan yang mengatur tentang kenaikan UKT hingga iuran pengembangan institusi (IPI) tak perlu diubah. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT).
Aturan itu dinilai sudah sesuai berdasarkan konsep PTN Badan Hukum, di mana perguruan tinggi memang mendorong kemandirian dalam pembiayaan serta mendorong lembaga fundrising berjalan sesuai tugasnya. “Kalau saya lihat, Permendikbud itu sudah bagus pasalnya,” kata Muhadjir dia.
Justru yang terpenting, kata Muhadjir, penafsiran dari masing-masing pemimpin perguruan tinggi atau rektor untuk mengimplementasikannya. “Kalau boleh memberikan saran, yang penting itu perubahan mindset dari pimpinan Perguruan Tinggi,” katanya.
Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI Djohar Arifin Husin menilai UKT di Indonesia sepatutnya gratis. Pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945 mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar serta menjamin tersedianya anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN. (bbs/san)
Diskusi tentang ini post