SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menemukan tiga rumah sakit swasta yang membuat dokumen fiktif untuk mengkelaim pembayaran dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Kerugian negara lebih dari Rp 40 miliar.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, tindakan ini merupakan kecurangan pihak rumah sakit yang menimbulkan kerugian negara hingga miliaran rupiah. Pahala mengatakan, pihaknya telah menerjunkan tim ke enam rumah sakit di tiga provinsi sebagai sampel. Tim terdiri dari KPK, Kemenkes, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta BPJS sendiri.
“Ternyata di tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus tapi sebenarnya ada 1.000 kasus di buku catatan medis,” kata Pahala dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (24/7/2024). “Jadi sekitar 3.000-an itu diklaim sebagai fisioterapi tapi sebenarnya enggak ada di catatan medis (fiktif),” tambah Pahala.
Sejauh ini, KPK bersama Kemenkes yang tergabung dalam Tim Penanganan Tahun 2023 menemukan tiga rumah sakit yang melakukan klaim fiktif. Rumah sakit itu adalah RS A di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dengan nilai klaim Rp 1 miliar sampai Rp 3 miliar. Kemudian, RS B di Provinsi Sumut dengan nilai klaim Rp 4 miliar sampai Rp 10 miliar. Lalu, RS C Provinsi di Jawa Tengah senilai Rp 20 miliar sampai Rp 30 miliar.
“Itu hasil audit atas klaim dri BPJS kesehatan,” tutur Pahala. “Semuanya rumah sakit swasta,” lanjut dia.
Pahala mengatakan modus kecurangan yang diduga dilakukan ketiga rumah sakit adalah phantom billing. Modus itu dilakukan dengan cara pihak rumah sakit melakukan penggelembungan total tagihan.
“Phantom billing ini pasiennya ga ada, terapinya ga ada tapi ditagih ke BPJS. Mereka melakukannya dengan memanipulasi dokumen,” kata dia.
Pahala menambahkan ada dugaan kongkalikong antara petugas, dokter hingga manajemen RS untuk melakukan phantom billing. RS awalnya mengumpulkan KTP masyarakat melalui bakti sosial, kemudian dokter yang sudah tidak bertugas seakan memeriksa pasien dan membuat surat eligibilitas peserta BPJS.
Selain itu, turut dibuat rekam medis, resume medis, catatan perkembangan pasien terintegrasi, dan pemeriksaan penunjang palsu. RS disebut juga menyusun dan mengklaim kepada BPJS Kesehatan.
Dia mengatakan Kedeputian Pencegahan telah memaparkan temuan ini kepada pimpinan KPK. Hasilnya, pimpinan memutuskan untuk membawa kasus ini ke ranah pidana. “Tiga kasus ini dipindahkan ke penindakan,” kata dia.
Pahala mengungkapkan, selain phantom billing, KPK bersama tim juga menemukan sejumlah modus kecurangan rumah sakit dalam mengeklaim BPJS. Modus paling banyak dilakukan kedua adalah phantom/manipulation diagnosis atau mengajukan klaim atas penindakan medis yang dimanipulasi.
Pahala mencontohkan, pihak rumah sakit memeriksa 39 pasien dan melaporkan kepada pihak BPJS bahwa keseluruhannya merupakan operasi katarak. Ketika dilakukan verifikasi oleh tim, ternyata mereka hanya melakukan operasi katarak terhadap 14 pasien. Sisanya, merupakan pasien yang data medisnya dimanipulasi.
Modus lainnya adalah mengubah kode diagnosis sehingga uang yang diklaim lebih besar, mengulang klaim yag telah diajukan (repeat billing) dan lainnya.
Dalam forum yang sama, Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenkes, Murti Utami mengatakan, Kemenkes akan menjatuhkan sanksi bagi rumah sakit hingga individu yang terlibat dalam skandal tersebut.
Menurutnya, Kemenkes sudah memiliki sistem yang mendata semua sumber daya manusia (SDM) tenaga kesehatan. Keterlibatan mereka bisa dicantumkan dalam sistem itu.
“Sampai yang cukup berat adalah pencabutan izin praktek dari pelaku tersebut,” ujar Murti. (bbs/san)
Diskusi tentang ini post