SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang Rp 1 miliar dan 9.650 Euro dalam penggeledahan terkait dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang, Jawa Tengah.
“(Penyidik menyita) uang sebesar kurang lebih Rp 1 miliar dan mata uang asing sebesar 9.650 Euro,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto di kantornya, Jakarta, Selasa (30/7).
Kasus dugaan korupsi di Semarang menyangkut suap pengadaan barang dan jasa, gratifikasi, dan pemotongan insentif pegawai yang memungut retribusi pada 2023-2024.
Tessa mengatakan, operasi penggeledahan dilakukan sejak 17 sampai 25 Juli di wilayah Kota Semarang dan kabupaten atau kota sekitarnya. “Kegiatan penggeledahan dilakukan di Kota Semarang, Kudus, Salatiga dan lainnya,” ujar Tessa.
Selama 9 hari KPK menggeledah 65 lokasi. Yakni di 10 rumah pribadi, 46 kantor dinas atau organisasi perangkat daerah (OPD) Pemkot Semarang, kantor DPRD Jawa Tengah, tujuh kantor perusahaan Swasta, dan dua kantor pihak lainnya.
Penyidik juga menyita dokumen dokumen Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2023-2024 berikut APBD Perubahan. Dokumen pengadaan di masing-masing dinas, dokumen berupa catatan tangan, barang bukti elektronik berupa handphone, laptop, dan media penyimpanan lainnya.
“Serta puluhan unit jam tangan yang diduga mempunyai keterkaitan dengan perkara dimaksud,” tutur Tessa. “Nanti penyidik akan klarifikasi kepada pihak-pihak yang terkait,” tambahnya.
Tessa menyebut, KPK telah mengirimkan empat Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada 4 orang tersangka. “Ke berapa orang, kemarin saya diinfokan 4 orang kalau enggak salah,” kata Tessa.
Berdasarkan informasi dari penegak hukum di internal KPK, keempat tersangka itu adalah Wali Kota Semarang Mba Ita. Kemudian, suami Mba Ita yang juga menjadi Ketua Komisi D DPRD Kota Semarang dari Fraksi PDI-P, Alwin Basri. Lalu, Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Semarang bernama Martono, dan pihak swasta bernama Rahmat U Djangkar.
Alwin Basri mengaku telah menerima SPDP. Surat tersebut mengabarkan kepada Alwin bahwa ia ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang.
Alwin membenarkan pertanyaan wartawan setelah menjalani pemeriksaan sebagai saksi dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta.
“Nggih (iya),” kata Alwin membenarkan telah menerima SPDP dari KPK, Selasa (30/7).
Alwin diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah.
SPDP merupakan dokumen yang harus dikirim aparat penegak hukum kepada para pihak, termasuk jaksa dan tersangka dalam waktu maksimal tujuh hari setelah penyidikan dimulai.
Selebihnya, Alwin memilih irit bicara. Ia hanya mengatakan pihaknya akan mengikuti proses hukum yang berlaku. Ia juga menyatakan tidak akan mengajukan praperadilan guna menggugat status tersangka yang disematkan KPK. “Sesuai hukum saja. Kita pokoknya negara hukum kita patuh pada hukum,” ujar Alwin.
Ia tidak mau menjawab ketika ditanya kenapa istrinya, Mba Ita belum memenuhi panggilan penyidik kemarin. Ia hanya mengatakan akan menyantap makan siang di hotel sebelah Gedung Merah Putih KPK. “Iya makan dulu,” kata Alwin.
KPK sendiri menyebut Mbak Ita tak menghadiri panggilan penyidik terkait dugaan korupsi di Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang, Jawa Timur pada hari ini, Selasa, 30 Juli. “Kemarin sudah menyampaikan surat permintaan penjadwalan ulang di tanggal 1 Agustus 2024,” kata Tessa.
Tessa menyebut permintaan penjadwalan ulang disampaikan karena Ita sudah lebih dulu terjadwal menghadiri acara dinas, yakni Rapat Paripurna DPRD Kota Semarang terkait pengesahan RAPBD Tahun 2024. “Jadi informasinya sudah disampaikan kemarin,” tegasnya. (bbs/san)
Diskusi tentang ini post