SATELITNEWS,COM, JAKARTA—Pemerintah memperbolehkan praktik aborsi bagi korban pemerkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual. Hal itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang baru ditandatangani Presiden Jokowi.
Selain bagi korban pemerkosaan atau korban tindak pidana kekerasan seksual, aborsi dapat dilakukan bagi perempuan yang mempunyai indikasi darurat medis.
“Setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana. SK No 226960 A,” bunyi Pasal 116 Peraturan Pemerintah 28/2024 tersebut, dikutip Rabu (31/7).
Indikasi kedaruratan medis adalah kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu; dan/atau kondisi kesehatan janin dengan cacat bawaan yang tidak dapat diperbaiki sehingga tidak memungkinkan hidup di luar kandungan.
Meski demikian, praktik aborsi hanya bisa dilakukan atas persetujuan suami. Pada Pasal 122 diatur bahwa (1) Pelayanan aborsi hanya dapat dilakukan atas persetujuan perempuan hamil dan dengan persetujuan suami, kecuali korban tindak pidana perkosaan.
(2) Pengecualian persetujuan suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1)juga berlaku terhadap korban tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan. (3) Dalam hal pelaksanaan pelayanan aborsi dilakukan pada orang yang dianggap tidak cakap dalam mengambil keputusan, persetujuan dapat dilakukan oleh keluarga lainnya.
Sementara perempuan yang boleh melakukan aborsi bila menjadi korban pemerkosaan atau kekerasan seksual, mesti dibuktikan dengan memenuhi sejumlah syarat.
1. Surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan; dan
2. Keterangan penyidik mengenai adanya dugaan perkosaan dan/atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.
Pelayanan aborsi hanya dapat dilakukan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat lanjut yang memenuhi Sumber Daya Kesehatan sesuai standar yang ditetapkan oleh Menteri.
Pelayanan aborsi juga hanya dapat dilakukan oleh Tenaga Medis dan dibantu oleh Tenaga Kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.
Mereka yang nekad melakukan aborsi diluar ketentuan PP RI Nomor 28 Tahun 2024 bisa dipenjara. Ketentuan pidana terkait aborsi diatur di UU Kesehatan yang baru saja disahkan dalam Pasal 427 hingga 428.
Pasal 427: Setiap perempuan yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan kriteria akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Pasal 428: Orang yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 60 pada seorang perempuan dengan persetujuannya, bisa dipidana 5 tahun. Sedangkan bila tanpa persetujuan perempuan tersebut, akan dipidana 12 tahun.(jpg)
Diskusi tentang ini post