SATELITNEWS.ID, SERANG— Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy mengklaim Pemprov Banten menduduki peringkat ketiga versi KPK terkait aksi pencegahan korupsi. Hal itu dikatakan Andika saat membacakan Pidato Jawaban Gubernur Banten atas Tanggapan Fraksi-fraksi DPRD Banten terhadap Nota Pengantar Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2019, dalam rapat paripura DPRD, Jumat (26/6).
Andika Hazrumy mengungkapkan, pada tahun 2020 KPK membuat penilaian dengan menampilkan dashboard yang berisi tentang informasi progress tindak lanjut rencana aksi pencegahan korupsi di tingkat nasional, dimana Pemprov Banten masuk dalam urutan ketiga terbaik nasional.
“Dari 34 provinsi, Provinsi Banten masuk dalam urutan ketiga terbaik dengan bobot 82%, setelah DKI Jakarta dan DI Yogyakarta,” kata Wagub Andika.
Andika mengungkap hal ini untuk menjawab tangapan sejumlah fraksi DPRD sebelumnya yang mempertanyakan terkait pengelolaan aset Pemprov Banten. Kata wagub, pencapaian tematik dalam bidang manajemen aset daerah sampai dengan akhir tahun 2019 Pemprov Banten memiliki total tanah 1.022 bidang, dengan rincian telah bersertifikat sejumlah 263 bidang, belum bersertifikat sejumlah 759 bidang, sehingga aset yang telah bersertifikat 25,73%.
Lebih jauh wagub menjelaskan, upaya yang telah dilakukan dalam rangka percepatan pensertifikatan dan penyelesaian aset bermasalah di antaranya adalah melakukan nota kesepahaman dengan Kanwil BPN Banten tentang pendaftaran tanah, penanganan permasalahan barang milik daerah berupa tanah yang dimiliki/dikuasai.
Terkait inventarisasi aset ini, kata wagub, Pemprov Banten juga telah melakukan pendaftaran tanah melalui program PTSL (pendaftaran tanah sistematis lengkap), serta melakukan nota kesepahaman dengan Kejati Banten tentang penanganan masalah hukum bidang perdata dan tata usaha negara dan membuat SKK (surat kuasa khusus).
Mengenai tidak tercapainya realisasi pendapatan daerah yang ditanyakan sejumlah fraksi DPRD sebelumnya, wagub mengatakan, hal itu di antaranya disebabkan oleh adanya kebijakan Permenakes tentang tata cara pemotongan pajak rokok sebagai kontribusi dukungan program jaminan kesehatan, yang mempersyaratkan adanya pemotongan atas realisasi pajak rokok sebagai pembayaran kontribusi ke BPJS Kesehatan.
Berikutnya, masih kata wagub, hal itu juga disebabkan oleh pendapatan transfer dari bagi hasil pph pasal 25 dan pph pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan pph pasal 21 menurun. “Dikarenakan adanya perubahan rincian dana bagi hasil dan penyaluran dana bagi hasil triwulan IV tahun anggaran 2019 sesuai dengan Permenkeu 180/pmk.07/2019,” imbuhnya.
Meski begitu, kata wagub, langkah-langkah intensifikasi dan ekstensifikasi dalam menggali potensi pendapatan asli daerah terus dilakukan. Wagub menyebut, optimalisasi pendapatan asli daerah dari sektor pajak daerah khususnya PKB dan BBNKB terus dilakukan dengan kegiatan intensifikasi pajak daerah seperti diseminasi pajak daerah ke perguruan tinggi atau universitas bersama Polda Banten dan Polda Metrojaya dan Jasa Raharja Banten.
Pemprov Banten, kata wagub, juga sudah melakukan penelusuran dan penagihan dari rumah ke rumah, peningkatan pelayanan di kantor samsat dan gerai samsat dengan e-samsat, hingga penetapan dan pemberlakuan Perda 4 tahun 2019 tentang pajak daerah. “Yang pada tataran pelaksanaan diaplikasikan melalui Pergub 17 tahun 2019 tentang penghapusan sanksi administrasi atau denda pajak kendaraan bermotor tahunan serta bebas bea balik nama kendaraan bermotor penyerahan kedua,” imbuhnya.
Terkait belanja daerah yang disoroti oleh Fraksi Golkar bahwa realisasi belanja daerah masih belum berorientasi kepada outcome sehingga capaian dan tingkat serapan anggaran masih sebatas pada capaian output, wagub mengatakan, bahwa evaluasi kegiatan Pemprov Banten sudah mulai bergeser tidak semata output tapi ke outcome yang berorientasi manfaat bagi masyarakat.
Wagub mencontohkan, revitalisasi Banten Lama yang secara signifikan meningkatkan jumlah kunjungan dan meningkatkan perekonomian. “Hal ini tercermin dari nilai SAKIP anten yang meningkat 5 poin sebagai indikasi pergeseran kinerja dari orientasi output ke outcome,” sambungnya.
Pada kesempatan tersebut wagub juga menjawab pertanyaan sejumlah fraksi DPRD sebelumnya yang mempertanyakan mengenai tidak direalisasikannya anggaran penyertaan modal ke Bank Banten. Menurut wagub, terkait anggaran pengeluaran pembiayaan sebesar Rp 131 miliar yang tidak terealisasi tersebut, hal itu mengingat hingga akhir tahun 2019 belum ada strategic partner yang dapat menguntungkan pihak Bank Banten. Sehingga Pemprov Banten khawatir dana penyertaan modal tersebut akan habis digunakan untuk biaya operasional bank bukan untuk modal bank. “Pemprov Banten menggunakan azas kehati-hatian dalam rangka penyertaan modal Bank Banten ini,” ujarnya. (rls/sidik/dm)
Diskusi tentang ini post