SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengidentifikasi 12 isu hasil temuan dan riset Pemetaan Kerawanan Pilkada Serentak 2024. Isu-isu tersebut penting diantisipasi agar pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 lebih terbuka, jujur, dan adil.
Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu RI, Lolly Suhenty menyebut, isu pertama, berkaitan dengan netralitas penyelenggaraan pilkada dan aparat negara. Bawaslu menilai, potensi kerawanan ini mesti diantisipasi sejak awal.
Kedua, praktik politik uang. Lolly Suhenty menyoroti praktik politik uang yang semakin berkembang dan sulit diawasi. “Seperti penggunaan uang digital, kartu (uang) elektronik hingga barang kebutuhan sehari-hari. Pencegahan yang masif harus dilakukan oleh seluruh pihak,” kata dia, Selasa (27/8/2024).
Ketiga, polarisasi masyarakat dan dukungan publik yang dikhawatirkan akan berdampak pada stabilitas dan kondusivitas pilkada selama tahapan berlangsung. “Politisasi SARA, penggunaan hoaks, fitnah potensial digunakan untuk saling menyerang pasangan calon,” sebut Lolly.
Keempat, penggunaan media sosial untuk kontestasi yang semakin intens sehingga membutuhkan langkah-langkah mitigasi secara khusus untuk mengurangi dampak politik dan kerawanan yang terjadi.
Kelima, keserentakan Pemilu 2024 dan Pilkada Serentak 2024. Berlangsungnya pemilu dalam skala nasional dan regional pada satu tahun yang sama membawa dampak terhadap Pilkada Serentak 2024.
“Salah satunya proses pencalonan pilkada menjadi kurang partisipatif. Peristiwa mutakhir terkait syarat pencalonan berkontribusi pada kerawanan pada proses pendaftaran calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di provinsi dan kabupaten/kota,” ungkap Lolly.
Keenam, isu keamanan, intimidasi, ancaman, dan kekerasan berupa verbal hingga fisik berpotensi terjadi. Ketujuh, kerawanan yang mungkin timbul karena kompetensi penyelengara ad hoc seperti KPPS (kelompok penyelenggara pemungutan suara), pengawas TPS, PPS (panitia pemungutan suara, tingkat kelurahan dan desa), PKD (pengawas kelurahan dan desa), PPK (panitia pemilihan kecamatan), dan panwascam (panitia pengawas kecamatan).
“Penyelenggara pemilu ad hoc harus memperkuat pemahaman tentang pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara,” ujar Lolly.
Kedelapan, berkaitan dengan hak memilih dan dipilih, Bawaslu menggarisbawahi bahwa KPU harus melakukan pemutakhiran daftar pemilih dengan tepat sebagai jaminan hak tersebut.
Kesembilan, layanan kepada pemilih harus aksesibel bagi semua pihak, khususnya bagi pemilih penyandang disabilitas dan kelompok minoritas.
Ke-10, ada isu bencana alam dan distribusi logistik. “Antisipasi terhadap bencana alam wajib menjadi perhatian bagi seluruh pihak terutama untuk menentukan lokasi TPS yang akan
digunakan untuk pemungutan suara,” tambah Lolly.
Ke-11, sengketa hasil pilkada.Lolly berkaca pada Pemilu 2024 di mana hasil pemilu banyak digugat dan porsi gugatan yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK) naik tiga kali lipat dibandingkan 2019. “Maka dari itu, pentingnya pemahaman penyelenggara, pengarsipan dokumen dan pengamanan surat suara beserta dokumen pendukungnya harus diawasi oleh semua pihak,” jelas Lolly.
Ke-12, berubah-ubahnya kebijakan pilkada. Ambil contoh, MK menerbitkan sejumlah putusan terkait UU Pilkada seminggu sebelum pendaftaran pasangan calon kepala daerah dibuka.
Putusan progresif yang merestorasi sejumlah peraturan itu kemudian memengaruhi konstelasi politik di banyak daerah, tetapi sekaligus berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum karena KPU harus kembali merevisi peraturannya menjelang tenggat.
Pilkada 2024 akan diselenggarakan pada 27 November 2024. Pendaftaran bakal pasangan calon kepala daerah akan dibuka KPU pada 27-29 Agustus 2024 dan penetapan pasangan calon dilakukan per 22 September 2024. Masa kampanye Pilkada 2024 berlangsung selama 60 hari, terhitung sejak 25 September sampai 23 November 2024, sebelum dimulainya masa tenang pada 24-26 November 2024. (bbs/san)
Diskusi tentang ini post