SATELITNEWS.COM, TANGERANG—Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Tangerang akan merekomendasikan dua oknum aparatur sipil negara (ASN) yang diduga terlibat politik praktis ke Badan Kepegawaian Nasional (BKN).
Kedua ASN tersebut masing-masing Kasie Kemasyarakatan (Kasie Kemas) di Kelurahan Manis Jaya, Kecamatan Jatiuwung Kota Tangerang berinisial A dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Banten NS.
Kedua orang itu telah dipanggil Bawaslu Kota Tangerang untuk dimintai keterangan terkait dugaan pelanggaran netralitas ASN. Mereka juga telah memenuhi panggilan Bawaslu Kota Tangerang.
ASN berinisial A dipanggil terlebih dahulu beberapa waktu lalu. Sementara ASN berinisial NS telah dipanggil pada Minggu (1/9).
Untuk ASN berinisial A, dugaan pelanggaran yang dilakukan terkait postingan foto di aplikasi WhatssApp bersama salah satu paslon kepala daerah. Sementara NS diduga telah menghadiri acara deklarasi yang diinisiasi relawan Jaringan Paguyuban Pasundan Banten mendukung bacagub dan bacawagub Banten, Andra Soni-Dimyati Natakusumah. Acara deklarasi tersebut digelar di Notaru Caffe beberapa waktu lalu.
Ketua Bawaslu Kota Tangerang, Komarulloh mengatakan hasil pemanggilan dua ASN yang diduga terlibat mendukung terhadap salah satu bakal paslon kepala daerah, bakal direkomendasikan ke pihak Badan Kepegawaian Nasional (BKN).
“Memang kita akan memplenokan dua ASN yang siap kita ‘bungkus’. Satu Kasie Kemasyarakatan di Kelurahan Manis Jaya, berinisial A dan satu lagi ASN dari Provinsi Banten yaitu Kepala BKD Provinsi Banten inisial NS. Kita akan rekomendasikan ke BKN,” ungkapnya, Selasa (10/9).
Menurutnya, ketika ASN direkomendasikan ke pihak BKN, maka ASN tersebut sudah terbukti dinyatakan bersalah oleh Bawaslu. Ditanya soal bukti apa saja yang telah dipegang Bawaslu, Komarudin enggan berkomentar lantaran tidak bisa dibeberkan ke publik.
“Kalau bukti kita ngga bisa beberkan, tapi yang pasti bukti ASN berinisial A itu sudah lengkap. Kalau ASN berinisinial NS kami masih proses, karena kita ada penambahan penelusuran, ada beberapa yang belum kita panggil untuk dimintai keterangan,” ucapnya.
Ketika disinggung sanksi yang direkomendasikan ke pihak BKN terhadap ASN yang terlibat politik praktis, Komarudin menyebut, bahwa sanksi merupakan ranahnya BKN.
“Soal sanksi ranahnya BKN, kita hanya memberikan rekomendasi saja, nanti dari BKN baru ke kepala daerah,” ujar Komarulloh.
Tak hanya dua orang tersebut, Komarulloh menyebut ASN yang telah dipanggil terkait dugaan politik praktis berjumlah 6 ASN. Tiga diantaranya tidak terindikasi mendukung salah satu paslon. Sementara 1 ASN lainnya yakni Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang, Jamaluddin masih tahap pemeriksaan.
“Ada 3 ASN yang tidak terindikasi mendukung salah satu paslon. Kemudian ASN berinisial J masih dalam tahap pemeriksaan,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Banten, Nana Supriana, diduga terlibat politik praktis dengan ikut dalam sebuah forum yang mendeklarasikan dukungan terhadap salah satu Pasangan Calon (Paslon) Gubernur Banten, di salah satu kafe di Kota Tangerang. Untuk mengkonfirmasi dan mengklarifikasi hal itu, Bawaslu Kota Tangerang sudah memanggil salah satu saksi yakni Ketua Jaringan Paguyuban Pasundan Banten, Hudaya Latuconsina.
Selain memanggil saksi, Bawaslu juga sudah bersurat ke Pemprov Banten berkenaan dengan kasus di atas, serta memanggil ASN yang bersangkutan, Kamis (29/8).
“Itu (pemeriksaan,red), hanya undangan doang itu mah,” kilah Nana, Kamis (29/8).
Nana mengaku, dirinya tidak ikut terlibat dalam deklarasi dukungan salah satu Paslon itu. Namun dilain hal, Nana mengatakan, jika deklarasi itu tidak ada.
“Tidak ada, tidak ada deklarasi dan saya tidak ikut-ikutan,” pungkasnya.
Diketahui, aturan tentang netralitas ASN termaktub jelas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS dan Peraturan Pemerintah 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. Sedangkan sanksi netralitas ASN berupa pelanggaran disiplin yang berkonsekuensi terhadap hukuman disiplin sedang, berupa pemotongan Tunjangan Kinerja (Tukin) sebesar 25% selama 6 bulan/9 bulan/12 bulan; dan hukuman disiplin berat berupa penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan jabatan selama 12 bulan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, sampai pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). (hafiz)
Diskusi tentang ini post