SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Mahkamah Konstitusi (MK) mengingatkan pemerintah dan DPR sebagai pembentuk undang-undang untuk tidak sering mengutak-atik aturan terkait syarat usia pejabat. Kemarin (12/09/2024), MK menolak gugatan uji materi terkait syarat usia calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Penting untuk ditegaskan dalam keadaan tertentu pembentuk undang-undang tidak boleh dengan mudah maupun terlalu sering mengubah syarat usia untuk menjadi pejabat publik, baik pejabat yang dipilih maupun yang diangkat sebagaimana terdapat dalam beberapa norma undang-undang,” ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam pertimbangan pembacaan putusan nomor Nomor 68/PUU-XXI/2024 tentang uji materi terkait syarat usia calon pimpinan KPK di ruang sidang Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (12/9/2024).
Pembentuk undang-undang, dalam hal ini DPR dan pemerintah, tidak boleh memainkan syarat usia pejabat. Penegasan Mahkamah, kata Arief, diperlukan mengingat mengubah syarat usia paling rendah maupun syarat usia paling tinggi terlalu sering terjadi.
Arief menyatakan utak-atik usia pejabat dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi sebagian orang.
“Karena mudahnya terjadi pergeseran parameter acuan kapabilitas atau kompetensi seseorang untuk menduduki jabatan dalam suatu lembaga atau organisasi publik,” ujar Arief.
Pun, jika syarat batas usia minimal dan maksimal pejabat publik sering diubah, besar kemungkinan pembentuk undang-undang akan merumuskan kebijakan penyesuaian usia untuk menghalangi hak konstitusional warga negara lainya. “Dengan tujuan antara lain untuk motif politik tertentu,” kata dia.
Dalam sidang ini, MK menolak permohonan uji materi yang meminta agar klausul berpengalaman sebagai pimpinan KPK atau paling rendah 40 tahun dengan pengalaman sekurang-kurangnya selama lima tahun sebagai pegawai KPK dimasukan dalam pasal batas usia calon pimpinan KPK.
Dengan demikian, Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK tetap mensyaratkan minimal usia 50 tahun dan maksimal 65 tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK.
Para hakim konstitusi juga menolak provisi Novel, dkk., dalam Perkara Nomor 68/PUU-XXII/2024 yang memohon untuk menghentikan sementara proses seleksi calon pimpinan (capim) KPK periode 2024 – 2029.
Gugatan itu diajukan 12 orang pemohon yang merupakan mantan pegawai KPK. Yakni mantan penyidik KPK Novel Baswedan, Mochamad Praswad Nugraha, Harun Al Rasyid, Budi Agung Nugroho, Andre Dedy Nainggolan, Herbert Nababan, Andi Abd Rachman Rachim, Rizka Anungnata, Juliandi Tigor Simanjuntak, March Falentino, Farid Andhika, dan Waldy Gagantika.
“Dalam provisi, menolak provisi para Pemohon. Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan perkara nomor Nomor 68/PUU-XXI/2024 itu, kemarin.
Hakim Konstitusi Arsul Sani memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion). Arsul menilai, seharusnya MK mengabulkan sebagian permohonan tersebut. Menurut Arsul, seharusnya MK menafsirkan norma Pasal 29 huruf e menjadi:
“e. berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK atau berpengalaman sebagai Pegawai KPK yang bekerja di bidang pencegahan atau penindakan (penegakan hukum) tindak pidana korupsi sekurang-kurangnya selama 10 (sepuluh) tahun secara berturut-turut atau paling tinggi berusia 65 (enam puluh lima) tahun”.
MK dinilai seyogyanya perlu memberikan ruang pengecualian kepada pegawai yang bekerja di KPK untuk menjadi calon pimpinan KPK, meski dengan syarat tertentu. Yakni pegawai KPK yang bersangkutan setidaknya telah bekerja selama 10 tahun berturut-turut, serta bekerja di bidang pencegahan korupsi dan/atau penindakan (penegakan hukum) tindak pidana korupsi.
Mantan penyidik KPK Novel Baswedan mengaku menghormati putusan MK. “Secara pribadi, sama dengan rekan-rekan, saya tentunya menghormati segala putusan yang disampaikan MK,” kata Novel.
Kendati permohonannya ditolak, Novel menyoroti pertimbangan MK. Menurut dia, MK peduli dan jeli dalam memutus perkara yang ia ajukan, mengingat adanya penegasan dari MK bahwa pembentuk undang-undang tidak boleh terlalu sering mengubah syarat usia pejabat publik.
“Dalam hal ini, itu bisa jadi potensi atau motif tertentu untuk menghadang, untuk menghalangi orang-orang tertentu untuk bisa jadi capim KPK. Tentunya ini menggambarkan kepedulian dan kejelian dari MK terkait persoalan ini,” ucap dia. (bbs/san)
Diskusi tentang ini post