SATELITNEWS.COM, JAKARTA— Serangan hacker Bjorka menjadi perhatian khusus pemerintah. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto bahkan mengungkapkan, akan ada satu kementerian/lembaga yang lumpuh akibat serangan hacker Bjorka.
Pihaknya telah mendeteksi pergerakan Bjorka yang dinilai dapat berpotensi memberikan ancaman ke depan. “Dan ancaman berikutnya, kami juga punya data akan mengancam salah satu lembaga atau kementerian yang nanti akan lumpuh,” kata Hadi saat rapat kerja antara Komisi I DPR, Kominfo, Menko Polhukam, dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (23/9/2024). “Ini harus kita bicarakan antara Kominfo dengan BSSN, dan kementerian terkait supaya kita bisa memitigasi terhadap ancaman tersebut,” imbuh Hadi.
Mantan Panglima TNI itu mengingatkan agar kementerian/lembaga tidak menganggap remeh ancaman Bjorka, yang sebelumnya sudah pernah membocorkan data masyarakat Indonesia di dark web berkali-kali.
“Terus terang, terkait dengan digital ini kita memang perlu terus duduk bersama untuk simulasikan dan kemungkinan-kemungkinan ancaman dari Bjorka itu juga jangan kita anggap remeh,” ujarnya.
Baru-baru ini, Bjorka kembali membocorkan data masyarakat Indonesia. Kabar kebocoran data ini diungkapkan oleh akun X Teguh Aprianto @secgron pada Rabu pekan lalu. Dia mengunggah tangkapan layar akun Bjorka yang menjual 6 juta data NIK dan NPWP, termasuk data Presiden Jokowi. Data itu dijual di sebuah forum seharga 10.000 dollar AS atau setara Rp 153 juta.
Hadi Tjahjanto mengungkapkan dari hasil analisis sementara BSSN terhadap sampel data yang disebarkan pihak peretas, sebagian data NPWP dan NIK milik Direktorat Jenderal Pajak yang bocor tidak valid. Demikian. “Analisis sementara, sebagian data yang dinyatakan ketidakcocokan dengan data asli,” ujar Hadi.
Hadi Tjahjanto mengatakan, kasus kebocoran data tersebut, tidak terkait dengan peretasan Pusat Data Nasional (PDN) Sementara 2 di Surabaya. “Dari data di lapangan memang NPWP ini memang tidak masuk di tenan PDNS 2 Surabaya,” ujar Hadi.
Dugaan sementara, data diperoleh peretas dari sejumlah kabupaten/kota. “Ini diduga data-data tersebut diperoleh dari beberapa kota/kabupaten sehingga ada yang sebagian yang tidak sesuai. Data yang dibocorkan itu tidak sesuai dengan pemiliknya baik NIK maupun NPWP,” kata Hadi.
Meski begitu, Hadi menegaskan pihaknya masih akan menganalisis lagi data-data tersebut dan memastikan penyebab terjadinya kebocoran. Saat ini, pihaknya bersama BSSN sedang melakukan validasi data yang diduga bocor tersebut. “Masih melaksanakan validasi terkait data yang dibocorkan, di antaranya adalah nomor telepon, NIK dan NPWP,” kata Hadi.
Hadi akan memanggil pihak dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, BSSN, dan Kominfo. “Minggu ini saya akan panggil Dirjen Pajak, kemudian dari BSSN, termasuk Kominfo untuk kita evaluasi permasalahannya apa secara detail, supaya tidak terjadi hal serupa,” kata Hadi.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi sendiri tidak menghadiri rapat bersama Komisi I DPR, Kemenko Polhukam, dan BSSN kemarin. “Beliau ada dua event internasional yang enggak bisa diwakili di Denpasar,” ujar Wamenkominfo Nezar Patria.
Nezar Patria mengeluhkan kurangnya anggaran yang digelontorkan untuk Kominfo tahun anggaran 2024 dan 2025. “Saat ini PDNS memerlukan anggaran Rp 542 miliar untuk tahun 2024. Dan hanya tersedia sebesar Rp 257 miliar, sehingga operasional PDNS bulan Oktober hingga Desember 2024 belum memiliki anggaran,” jelas dia.
Kebutuhan anggaran di tahun 2025 juga belum tercukupi. Dari kebutuhan Rp 486 miliar, hanya disetujui sebesar Rp 27 miliar atau 5,6 persen dari seluruh kebutuhan anggaran.
“Pada PDNS hal ini berisiko pada terintinya layanan komputasi awan pemerintah atau cloud yang melayani 503 instansi pemerintah dengan lebih dari 11.000 aset pemerintah berupa virtual machine yang berujung pada terhentinya layanan publik dan atau administrasi pemerintah,” kata Nezar. “Hal ini juga akan menyebabkan gagalnya program SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) yang berpotensi terjadinya pembengkakan anggaran pemerintah,” imbuhnya.
Keluhan ini direspons dengan keras oleh anggota Fraksi Golkar, Nurul Arifin, dalam rapat. “Kalau tadi dikembalikan masalahnya adalah anggaran, oke anggaran Kominfo memang sekarang turun 50 persen. Tapi apakah Anda bisa bertanggung jawab jika anggaran itu diberikan oleh negara kemudian tidak terjadi lagi kebocoran-kebocoran data serupa?” cecar Nurul. (bbs/san)
Diskusi tentang ini post