SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Setiap warga negara memiliki hak konstitusional dalam kehidupannya. Termasuk dengan menjalankan keberagamannya. Masyarakat Indonesia perlu memahami bahwa kebebasan beragama termasuk hak konstitusional yang harus dihormati semua pihak.
Kabid Agama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Lampung Suparman Abdul Karim menekankan pentingnya menghormati kebebasan beragama dan tanggung jawab sosial dalam menjaga kehidupan plural di Indonesia. Salah satu implikasinya adalah mengakui keabsahan pendirian lembaga pendidikan yang berbasis agama di Indonesia, tanpa terkecuali agama minoritas.
“Mendirikan lembaga pendidikan berbasis agama, agama mana pun yang diakui di Indonesia, merupakan kebebasan yang dijamin konstitusi. Perlu diingat bahwa kebebasan beragama dan mengamalkan ajaran agama merupakan salah satu bentuk implementasi dari sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,” ujar Suparman, Rabu (25/9/2024).
Menurutnya, sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, Indonesia juga menjadi rumah bagi berbagai agama lain yang hidup berdampingan. Tidak hanya pemeluk agama Islam yang bisa mendirikan pesantren, hak yang sama harus diberikan pada umat Kristiani, Hindu, Buddha, serta Konghucu. Semua umat beragama diberikan kebebasan yang sama dalam mendirikan sekolah berbasis agama sesuai dengan keyakinannya.
“Kebebasan mendirikan lembaga pendidikan ini harus dihormati semua pihak. Penolakan terhadapnya, apalagi karena alasan (tidak menerima) agama minoritas, adalah tindakan yang tidak dibenarkan,” tegas Suparman. Dalam menjaga keberagaman, Suparman menggarisbawahi pentingnya membangun kesadaran akan pluralitas melalui interaksi dan komunikasi yang baik. Dengan berinteraksi, masyarakat akan menyadari bahwa perbedaan agama, suku, atau ras adalah sebuah keniscayaan yang harus diterima, bukan dianggap sebagai ancaman.
Pimpinan Ponpes Rahmatul Ummah As-Salafiyyah An-Nahdhiyyah ini menegaskan, setiap kelompok agama harus mereduksi pandangan ekstrem yang menganggap agama lain sebagai ancaman. Menurutnya, selama masih ada yang berpikir bahwa eksistensi agama lain adalah ancaman, Indonesia tidak bisa menghadirkan keberagaman yang sejati. Suparman juga menyampaikan, dalam ajaran Islam, tidak ada paksaan dalam beragama, dan agama adalah ranah kebebasan serta kesadaran individu.
Suparman lalu menyoroti adanya kelompok-kelompok yang membangun narasi kebencian terhadap agama lain. Ia menegaskan, pemerintah, tokoh agama, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), harus bekerja sama untuk membangun komunikasi antar agama dan melawan paham-paham kebencian ini.
“Ada racun-racun ideologi yang mengajarkan paham-paham kebencian dan melihat agama lain sebagai gangguan. Gangguan semacam ini harus ditangani bersama-sama oleh Pemerintah dan para tokoh agama serta masyarakat” tambahnya.
Dia juga mengecam tindakan yang merendahkan agama lain dengan dalih menjaga kesakralan simbol agama sendiri. “Membangun keimanan dengan cara merendahkan agama lain adalah tanda-tanda orang yang lemah imannya,” lanjutnya.
Ketegasan dalam menyikapi sikap intoleransi juga ia tegaskan dengan mengutip pernyataan Gus Dur, yang menyatakan bahwa orang yang merasa terganggu dengan eksistensi agama lain sebetulnya imannya sangat lemah. Orang yang demikian tidak lain sedang memanipulasi serta merendahkan agamanya sendiri.
“Mereka yang bertindak arogan terhadap agama lain, dengan mengatasnamakan Islam, sebenarnya sedang mencederai citra Islam itu sendiri. Semua umat beragama perlu merawat keberagaman dan menghormati hak-hak konstitusional setiap agama. Dengan demikian, Indonesia dapat terus hidup dalam harmoni dan damai, sesuai dengan ajaran Islam yang sesungguhnya,” pungkasnya. (rm)
Diskusi tentang ini post