SATELITNEWS.COM, JAKARTA–Informasi ini harus disimak oleh pasangan calon pengantin. Mulai 2025, pasangan calon pengantin diwajibkan mengikuti bimbingan perkawinan (bimwin). Jika bimwin tidak diikuti, Kantor Urusan Agama (KUA) tidak akan memberikan layanan pencatatan nikah.
Kebijakan baru tersebut disampaikan langsung oleh Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Kamaruddin Amin. Dia mengatakan, kebijakan tersebut bagian dari membentuk keluarga yang tangguh. Pemanasan terkait aturan ikut bimwin sudah dimulai tahun ini. Melalui surat edaran, Kemenag menganjurkan calon pengantin mengikuti bimwin.
“Tapi kalau sudah ada PMA (peraturan menteri agama), maka wajib ikut bimwin. Mohon maaf, (nantinya) tidak bisa menikah sebelum ikut bimwin,” katanya. Kamaruddin menjelaskan, nanti dalam pelaksanaan bimwin, materinya menyeluruh terkait urusan keluarga. Pemateri bukan hanya dari Kemenag, tetapi juga ada dari unsur kementerian atau lembaga lainnya.
’’Ada dari Kemenag terkait dengan pembentukan keluarga sakinah,’’ katanya. Kemudian, juga ada penyampaian materi dari unsur tenaga kesehatan terkait dengan kesehatan reproduksi. Penyuluh BKKBN menyampaikan soal membangun keluarga yang kuat. Termasuk soal ekonomi keluarga.
Dia menegaskan, materi yang disampaikan nanti adalah materi riil persoalan keluarga. Harapannya, si laki-laki memahami perannya sebagai kepala rumah tangga. Kemudian, si perempuan memahami tugas dan fungsinya sebagai ibu rumah tangga. Harapannya, kelak melahirkan anak yang sehat dan berkualitas.
’’Kemenag adalah instansi yang strategis,’’ katanya. Sebab, hulu dari persoalan ketahanan keluarga adalah saat masa pernikahan. Sementara itu, Kemenag dengan jaringan KUA di tingkat kecamatan bisa memberikan pemahaman tentang kesehatan, ekonomi, dan ketahanan keluarga sejak sebelum pernikahan.
Kamaruddin mengatakan, bimwin itu diharapkan bisa menekan angka perceraian. Dia bersyukur angka perceraian di 2023 turun sekitar 10 persen dibandingkan periode 2022. Pada 2023, tercatat ada 463.654 kasus perceraian. Turun dari 2023 yang tercatat ada 516.344 kasus perceraian.
Menurut guru besar UIN Alauddin Makassar itu, kasus perceraian harus dicegah. Pasalnya, bisa timbul persoalan sistemik. Misalnya, pada anak-anak berpotensi mengalami masalah pola asuh. Selain itu, Kamaruddin menyatakan, bimwin bisa dipakai sebagai sarana mencegah bayi lahir stunting. Caranya melalui pembekalan kondisi ideal sebelum hamil dari sisi kesehatan.
Sementara , ahli hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Ahmad Tholabi Kharlie mengatakan, perlu upaya strategis untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan bimwin. Di antaranya, meningkatkan status keputusan Dirjen menjadi PMA atau keputusan menteri agama (KMA). Peningkatan status regulasi itu penting karena meningkatkan daya paksa kepada para calon pengantin.
’’Kebijakan bimwin ini harus terus dipantau dan dievaluasi di lapangan,’’ katanya. Kendala yang ditemui harus segera dicarikan solusinya. Tholabi mengatakan, setiap daerah memiliki karakteristik yang beragam. Tentu pelaksanaan teknisnya juga tidak bisa sama.
Dia berpesan jangan sampai kebijakan itu hanya bersifat formalitas. Sehingga tidak ada dampak yang berarti bagi peningkatan pengetahuan, pemahaman, dan kecakapan calon pengantin. ’’Diperlukan terobosan dan sinergi yang lebih baik di antara sejumlah instansi terkait untuk mewujudkan pelaksanaan bimwin secara substantif dan signifikan,’’ katanya.
Selama ini, bimwin yang digelar KUA hanya berlangsung dua hari. Becermin dari kebijakan serupa di sejumlah negeri jiran, pelaksanaannya lebih lama. Prosesnya bisa dua pekan, bahkan sebulan. Dia mengatakan, pembekalan yang hanya dua hari tidak akan berdampak bagus bagi calon pengantin. Baik dari sisi mental maupun pengetahuan dan keterampilan teknis menghadapi bahtera rumah tangga yang kompleks.
Aspek lain yang perlu mendapatkan sentuhan serius adalah kurikulum serta materi bimwin. Harus dipastikan bahwa materi pembelajaran dan targetnya relevan dengan kebutuhan pasangan pengantin. Sehingga bisa jadi bekal menghadapi berbagai tantangan di era kekinian. Jangan sampai instrumennya out of date atau kuno. Ditambah tutor atau narasumber yang memiliki mindset tidak sejalan dengan visi keluarga modern. ’’Ini akan kontraproduktif,’’ pungkasnya. (jpg)
Diskusi tentang ini post