SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Judi online (judol) dan beda pilihan politik menjadi penyebab angka perceraian meningkat. Perceraian akibat judol melesat hingga 3.000 kasus per tahun. Sedangkan beda pilihan politik membuat di sebuah provinsi tercatat 500 kasus perceraian.
Data tersebut diungkapkan oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke-XVII Badan Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4).
“Sebelum marak judi online, jumlah perceraian tahun 2019 itu hanya 1.000-an, tapi setelah maraknya judi online, kami dapat data kemarin itu meningkat sampai 4.000-an. Sekitar 4.000 lebih perceraian karena judi online. Itu yang terdata,” ujar Nasaruddin di Jakarta, Kamis (21/11).
“Jika keluarga rentan terhadap persoalan sosial, ekonomi, dan lain-lain, hal ini akan berdampak pada ketahanan keluarga dan terjadi perceraian,” ungkapnya lagi.
Tidak hanya judi online, perceraian meningkat akibat perbedaan politik.
“Perceraian karena politik juga besar. Ada satu provinsi, terjadi 500 perceraian gara-gara politik. Suaminya milih si A, istrinya milih si B, cerai. Begitu rapuhnya sebuah perkawinan,” tutur Nasaruddin.
Ketua Umum Badan Penasihat Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4) itu mengajak semua pihak khususnya BP4 banyak mengkaji data perceraian demi bisa memahami cara-cara terbaik untuk menurunkan angka perceraian.
“Saya mohon BP4 nanti, mari kita coba mengkaji ini. Saya paling suka angka-angka. Sekarang sudah zamannya kita berbicara dengan angka,” kata Nasaruddin.
Dirjen Bimas Islam Kemenag, Kamaruddin Amin, menyampaikan langkah strategis Kemenag untuk mengatasi masalah perceraian. Ia mengatakan, mulai tahun 2025, semua pasangan calon pengantin diwajibkan mengikuti bimbingan perkawinan sebelum menikah.
“Kami menemukan korelasi signifikan antara bimbingan pernikahan dengan ketahanan keluarga. Pasangan yang telah terbimbing cenderung memiliki keluarga yang lebih kokoh dan tidak rentan terhadap perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, atau melahirkan anak-anak stunting,” tuturnya.
Kamaruddin berharap, Munas BP4 kali ini dapat menghasilkan rekomendasi strategis untuk memperbaiki kondisi keluarga di Indonesia, sekaligus menurunkan angka perceraian yang terus meningkat.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah perceraian di Indonesia pada tahun 2023 mencapai 463.654 kasus. Angka ini mengalami penurunan sebesar 10,2% dibandingkan tahun 2022, yang mencatat 516.344 kasus.
Pada tahun 2023, sebagian besar perceraian di Indonesia merupakan cerai gugat, yang diajukan oleh pihak istri, dengan total mencapai 352.403 kasus atau 76% dari keseluruhan. Sementara itu, 24% perceraian terjadi melalui cerai talak, yang diajukan oleh pihak suami.
Berdasarkan laporan, tiga penyebab utama perceraian meliputi perselisihan dan pertengkaran terus-menerus, masalah ekonomi, dan satu pihak meninggalkan pihak lainnya.
Jawa Barat menduduki posisi pertama sebagai provinsi dengan angka perceraian tertinggi, mencapai 91.146 kasus. Diikuti Jawa Timur dengan 79.248 kasus, dan Jawa Tengah dengan 68.133 kasus. Ketiga provinsi di Pulau Jawa ini menjadi wilayah dengan jumlah perceraian tertinggi di Indonesia.
Sumatera Utara berada di urutan keempat dengan angka perceraian sebesar 15.660 kasus. Disusul oleh DKI Jakarta dengan 14.381 kasus dan Banten yang mencatatkan 14.133 kasus perceraian. Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, dan Riau juga menunjukkan angka perceraian yang tinggi, masing-masing mencatatkan lebih dari 8.000 kasus. (bbs/san)
Diskusi tentang ini post