SATELITNEWS.COM, TANGERANG—Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri sedang menyelidiki dugaan pemalsuan dokumen tanah di wilayah Kelurahan Medang, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang. Kasus ini mencuat berdasarkan laporan polisi nomor LP/137/II/2017 yang diajukan oleh Komang Ani Susana pada 8 Februari 2017.
Berdasarkan surat resmi dari Dittipidum Bareskrim Polri, penyelidikan difokuskan pada dugaan pelanggaran Pasal 263 tentang tindak pidana pemalsuan surat atau dokumen, termasuk pemalsuan tanda tangan dan Pasal 266 KUHP tentang pelanggaran terkait penyisipan informasi yang tidak benar dalam dokumen resmi. Sebagai bagian dari proses hukum, Bareskrim telah meminta Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang untuk hadir dalam pengecekan fisik tanah yang dipermasalahkan. Langkah ini bertujuan untuk memverifikasi keabsahan dokumen dan memastikan setiap klaim tanah sesuai dengan hukum.
Komang Ani Susana, pihak pelapor, mengungkapkan ada tiga bidang tanah miliknya yang diserobot pihak lain dalam hal ini PT Paramount. Yakni bidang 139, 141 dan 155. Tanah bidang 139 sudah jadi gerbang masuk cluster Alicante beserta dua ruko di sampingnya. Bidang 141 pada saat ini oleh sudah dibangun Jalan Boulevard Gatot Subroto dan bidang 155 kini sudah menjadi 21 ruko.
Menurut Komang, ketiga bidang tanah itu merupakan miliknya. Itu dibuktikan dengan tindakannya membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas tanah tersebut sejak tahun 1991.
“Selama 33 tahun saya bayar PBB tanpa pernah terputus. Namun, tanah itu sekarang dikuasai pihak lain, dibangun ruko dan dijual ke pihak ketiga,” ungkap Komang saat menyaksikan kegiatan ukur tanah oleh BPN Tangerang di klaster Alicante, Gading Serpong, Kamis (12/12).
“Sekarang Bareskrim turun memeriksa hari ini. BPN juga ikut turun. Jadi kita hanya tunjukkan patok, BPN yang ukur sama Bareskrim. Harapan saya, Bareskrim lurus ya, tidak usah memihak kanan kiri yang penting lurus, kalau memang ada pidana ya cepatlah proses, pelanggaran pasal 385, 263, sama 266 karena di dalam sertifikat gambarnya beda,” terangnya.
Menurut Komang, sebenarnya sudah pernah ada gelar perkara pada bulan Agustus 2012. Saat itu Paramount secara tertulis mengakui 9 bidang tanah itu milik Komang, di dalam lokasi Paramount dan Paramount memang belum dibebaskan.
Tapi pada Oktober 2012, tanah milik Komang di-HGB-kan, lalu pihaknya diundang ke kantor Bapenda dan tanah sudah jadi sertifikat atas nama Paramount. Padahal Komang masih melakukan mediasi di Bapenda lantaran harga tidak cocok, hingga sampai sekarang tidak ada transaksi.
“Tanah saya sudah dibangun ruko tahun 2013 dan dijual ke pihak ketiga. Jadi harapan saya, selain Pengadilan cepat-cepat eksekusi. Saya sangat berharap supaya Kapolri, Kabareskrim, memperhatikan masalah saya yang sudah berlarut-larut. Kalau memang ada pidana, pidanalah secepatnya. Jangan karena konglomerat atau mafia tanah, jadi kasus nggak selesai-selesai. Kan kasihan kita rakyat,” harapnya.
Sementara itu, pihak Bareskrim berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dengan transparan dan profesional. Pemeriksaan terhadap dokumen tanah dan pengecekan fisik menjadi langkah awal dalam memastikan keabsahan klaim.
Kasus ini menjadi perhatian publik, terutama di tengah meningkatnya isu mafia tanah yang kerap merugikan masyarakat. Jika terbukti pelaku dapat dijerat Pasal 263 KUHP terkait pemalsuan dokumen dengan ancaman pidana hingga enam tahun penjara, serta Pasal 266 KUHP terkait pemberian keterangan palsu dalam dokumen otentik. Penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku mafia tanah serta melindungi hak-hak masyarakat yang sah.
“Ini baru awal, masih jauh kasusnya. Masih tahap penyelidikan,”sebut, petugas Bareskrim, yang tak menyebut namanya. (gatot)
Diskusi tentang ini post