SATELITNEWS.COM, LEBAK—Unit Pelaksana Tugas Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak UPTD PPA Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Lebak mencatat sepanjang tahun 2024, terdapat 134 kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak dan perempuan. Namun demikian, angka itu diklaim mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 158 kasus.
Ada pun kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan sepanjang 2024 rinciannya adalah sebagai berikut. Ada 25 kasus pelecehan seksual dan 109 kasus kekerasan terhadap perempuan. Kasus itu hampir tersebar di 28 kecamatan di Kabupaten Lebak. Secara wilayah, kekerasan didominasi pada di daerah perkotaan.
Kepala UPTD PPA Lebak Fuji Astuti menyatakan data 123 kasus tersebut berdasarkan laporan dan pendampingan yang dilakukan oleh UPTD PPA dan menjadi perhatian bagi UPTD PPA Lebak. “Pelecehan seksual 25 kasus. Jadi kalau data seluruh kasus anak dan perempuan dengan berbagai kasus ada 134 di tahun ini. itu merupakan data gabungan yang tercatat,” kata Fuji, Minggu (15/12/2024).
Fuji menyebutkan masih banyak kasus kekerasa anak dan perempuan di Lebak, disebabkan berbagai faktor. Menurutnya, faktor tersebut karena dampak teknologi pada saat ini yang semakin modern. Selain itu, kenaikan kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak dan remaja juga terjadi pada masa libur sekolah. “Biasanya awal tahun dan libur sekolah kenaikan kelas sekitar bulan Juni-Juli. Sementara penyebabnya, karena gadget dan kurangnya perhatian orang tua dan pergaulan,” ucapnya.
“Sementara pelaku dari berbagai kalangan, mulai ayah kandung, bapak sambung/bapak tiri, ASN, pedagang, kurier, sopir, petugas listrik, pengamen jalanan dan aparat desa hingga guru ngaji,” lanjutnya. Dari 134 kasus tersebut, yang terselesaikan secara hukum sebanyak sekitar 32 kasus yang sudah sidang dan damai 41 kasus untuk KDRT. Sementara sisanya masih dalam penyeledikan.
Fuji menyampaikan, bahwa pihaknya terus melakukan berbagai pendampingan untuk mencegah dan menangani berbagai kasus kekerasan perempuang dan anak. “Penanganan yang UPTD lakukan sesuai dengan SOP dari mulai penjangkuan, pendampingan, pelayanan kesehatan, dan layanan konsultasi dengan para tenaga ahli sesuai dengan kasus yang kita tangani,” pungkasnya.
Menanggapi itu, aktivis perempuan dari Ikatan Mahasiswa Lebak Aprilia Rosmawarni menegaskan, bahwa pemerintah dan aparat harus menindak tegas pelaku kejahatan dan kekerasan seksual. “Kekerasan seksual merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang tidak dapat ditolerir. Kami menuntut pemerintah untuk meningkatkan upaya pencegahan, penindakan dan perlindungan korban. Kami juga mendukung korban untuk berani bersuara dan melaporkan kekerasan yang dialami,” terangnya.
Ia menambahkan, kekerasan seksual bukanlah kesalahan korban, melainkan kesalahan pelaku. Sehingga pihaknya mendesak masyarakat untuk menghentikan stigmatisasi terhadap korban dan mendukung mereka dalam mencari keadilan. “Setop kekerasan seksual, kami menuntut keadilan dan perlindungan bagi korban kekerasan seksual. Mari bersatu melawan kekerasan dan mendukung korban untuk berani bersuara,” tandasnya. (mulyana)
Diskusi tentang ini post