SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyinggung anggaran belanja daerah yang tidak efektif. Ia menyoroti penggunaan anggaran lebih besar untuk rapat hingga studi banding. Hal itu antara lain terjadi dalam anggaran untuk stunting.
Sentilan itu lontarkan Tito setelah memaparkan grafik pendapatan dan belanja daerah dalam acara Rapat Koordinasi Nasional Keuangan Daerah dan Penganugerahan APBD Award Tahun 2024 di Jakarta, Rabu (18/12/2024).
“Kemudian yang sebelah kanan sekali, ini kalau kita mau paksa-paksa juga membuat program dia udah nggak bisa. Karena warna biru-nya (belanja) udah terlalu dominan. Transfer pusatnya itu udah dominan, PAD-nya kecil, pendapatan lokalnya kecil,” kata Tito dalam arahannya di hadapan para kepala daerah.
“Jadi kita kasih lagi kegiatan-kegiatan lain, misalnya makan bergizi, membuat perumahan di daerah itu bagi rakyat miskin ya nggak punya, (anggaran lagi) dia. Dia memang uangnya nggak ada, mau digencet juga gimana nggak ada,” lanjutnya.
Tito lalu mencontohkan ada penggunaan anggaran program yang tidak efektif. Dia menyebut ada daerah menganggarkan stunting senilai Rp 10 miliar. Namun, dari total anggaran itu hanya Rp 2 miliar yang disalurkan ke masyarakat.
“Anggaran Rp 10 miliar. Rapat koordinasi, studi banding dan lain-lain Rp 6 miliar. Yang jadi makanan untuk ibu hamil dan anak-anak di bawah 2 tahun itu Rp 2 miliar. Rp 2 miliarnya lagi evaluasi. Jadi yang stunting itu Rp 2 miliar yang masuk ke perut itu. Yang lainnya studi banding,” ucap Tito yang tak merinci nama daerah yang dimaksudnya.
Tito meminta Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri dan semua pihak untuk mengawasi belanja yang tak efisien. Termasuk, anggaran perjalanan dinas. “Dan sudah dikunci. Untuk kementerian/lembaga sudah dikunci oleh beliau. Kemarin sore jam 17.00 saya diskusi dengan Menkeu itu untuk perjalanan dinas dikurangi separuh K/L,” tuturnya.
Tito juga menyinggung soal kegiatan rapat dalam rangka penguatan yang kerap dilakukan pemerintah daerah. “Kapan kuat-kuatnya ini barang. Ini tolong rekan-rekan kepala daerah jangan dibohongin sama Sekda, sama BPKAD. Ini mainnya di Bappeda sama BKAD. Jujur-jujur. Tolong lah mindset-nya berubah. Karena kasihan rakyat,” ujar Tito.
Tito menyebut pihaknya bersama Menteri Bappenas bakal menggelar rapat koordinasi mingguan khusus untuk memantau pertumbuhan ekonomi daerah. “Sehingga setiap daerah akan terbaca pertumbuhan ekonomi tiap daerah. Mana yang bergerak, mana yang tidak. Yang gak bergerak, ya nanti kita akan datangi. Yang bergerak, ya kita kasih reward,” sambungnya.
Dalam arahannya, Tito juga sempat menguliti kecenderungan kepala daerah dan sekda yang berlatar belakang birokrat dalam hal penggunaan anggaran. “Saya enggak katakan semua birokrat, hampir semuanya berpikir itu bagaimana caranya, enggak berpikir bagaimana cara naikkan pendapatan, yang dipikirkan bagaimana caranya gigit belanja. Akhirnya kena kasus,” ujarnya.
Berbeda jika kepala daerah yang berlatarbelakang pengusaha, yang menurutnya, lebih kreatif untuk menaikkan PAD. “Jadi enggak ada inovasi terobosan kreatif untuk menaikkan terutama PAD dan BUMD. Itu biasanya memiliki insting itu teman-teman dari kalangan entrepreneur,” sebut Tito.
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tak lepas dari sempritan. “Ini jumlah BUMD kita ada 1.057 BUMD, Badan usaha milik daerah. Hampir separuhnya bleeding, hampir separuhnya,” ujar Tito.
Kerugian yang dialami oleh BUMD, ujar Tito, tidak terlepas dari penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat daerah, yang mempekerjakan dan menitipkan keluarga atau kerabat mereka di posisi strategis. Ia menduga bahwa banyak BUMD yang dimanfaatkan oleh pejabat untuk kepentingan pribadi.
“Kenapa? Naruh orang. Naruh orang, Keluarga, saudara, teman di situ yang enggak capable. Yang kedua, mohon maaf mungkin dipakai, ini ada teman-teman KPK, dipakai untuk hal-hal tertentu. Saya paham lah modus-modus operandinya. Akibatnya tidak dikelola secara profesional, akhirnya rugi,” kata Tito. (bbs/san)
Diskusi tentang ini post