SATELITNEWS.COM, TANGERANG—Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Wilayah IV- Banten turut memberi perhatian atas kondisi yang tengah membelit Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) terkait belum terbayarkannya hak-hak para pengajar atau dosen hingga beberapa waktu. Aptisi cukup prihatin mengetahui kondisi tersebut serta ingin membantu sebisa mungkin.
Ketua Aptisi Banten Dr Po Abas Sunarya menjelaskan pihaknya berharap agar persoalan tersebut bisa cepat tertangani. Selain itu, dirinya sempat menghubungi koleganya kebetulan adalah pengurus Muhammadiyah di Jakarta agar bisa membantu permasalahan tersebut.
“Karena persoalan ini ada yang bisa kita bantu, tapi ada juga yang enggak bisa kita bantu. Selaku Ketua Aptisi dan sekaligus tetangga, juga kita ingin membantu, tapi dari sisi apa? Makanya untuk seperti ini memang harus dari pusatnya langsung (PP Muhammadiyah) yang mesti turun tangan,” ujarnya, Senin (30/12/2024).
Pria yang tak lain Rektor Universitas Raharja Tangerang ini menambahkan, hasilnya adalah PP Muhamamadiyah memang menyatakan kesediaannya untuk turun tangan. “Kita tahu UMT bukan saja milik Muhammadiyah saja, tetapi juga sudah menjadi aset masyarakat Kota Tangerang, bahkan aset masyarakat Indonesia. Jangan sampai hal-hal yang tidak perlu terjadi justru terjadi,” ungkapnya.
Abas mengakui dunia perguruan tinggi, terlebih swasta saat ini sedang tidak baik-baik saja. “Kampus inisedang menghadapi berbagai persoalan, seperti pertemuan dengan Pak Menteri. Semua curhatan kita khususnya tentang penerimaan mahasiswa baru kita sampaikan. Ini loh, kita ingin berpartisipasi melalui dunia pendidikan yang berkualitas tapi kurang biaya,”ucapnya.
Dirinya pun tidak ingin menyalahkan siapa-siapa terkait kondisi tersebut. Namun yang terpenting hak dan kewajiban harus dilaksanakan. Sebab dalam undang-undang, baik UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UUCiptaker, Perppu, PP mengatakan bahwa pengusaha dan pekerja adalah senyawa.
“Ada hak dan ada kewajiban, hak pekerja adalah melaksanakan tugas pekerjaan, dosen juga pekerja. Sementara kewajiban pengusaha harus bertanggungjawab atas hak dosen itu. Kalau dosen, pegawai telah melaksanakan tugas dengan baik, maka haknya harus diberikan,” ujarnya. Namun begitu dirinya mengajak agar sekarang tidaklagi melihat ke belakang, melainkan mencari solusi atas persoalan yang sudah terjadi.
Dia mengatakan ada banyak pelajaran yang bisa dipetik dari kasus ini. Seperti tidak boleh menyepelekan masing-masing hak dan kewajiban. “Siap kita membuka usaha, termasuk usaha bidang pendidikan kita harus bertanggungjawab atas semuanya. Bukan saja soal gaji pekerja, termasuk sarana dan prasarana, profesionalismenya, sebab semua semua sudah ada payung hukumnya,” ujarnya. (made)
Diskusi tentang ini post