SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Komisi Kejaksaan (Komjak) Republik Indonesia menerima sebanyak 869 laporan pengaduan (lapdu) terkait kinerja jaksa dari seluruh Indonesia sepanjang tahun 2024.
“Yang kita terima selama satu tahun itu sebanyak 869 lapdu dari seluruh provinsi Indonesia. Tahun lalu hampir seribu laporan, tapi tahun ini hanya 869,” kata Wakil Kepala Komjak, Babul Khoir dalam konferensi pers di kantornya, Senin (6/1).
Menurut Babul, laporan terbanyak berasal dari Jakarta, diikuti Jawa Timur, Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Sumatera Selatan. Jakarta menempati peringkat pertama dengan jumlah laporan terbanyak karena tingginya jumlah kasus yang ditangani di wilayah tersebut.
“DKI itu paling banyak, satu kejari saja bisa menangani 300–400 laporan. Berbeda dengan wilayah seperti Papua atau Sulawesi, di mana jumlah kasusnya lebih sedikit,” ujarnya.
Babul menjelaskan, Komjak telah memiliki mekanisme khusus dalam menangani laporan pengaduan masyarakat. Laporan-laporan tersebut diteruskan ke Kejaksaan Agung (Kejagung), Kejaksaan Tinggi (Kejati), atau Kejaksaan Negeri (Kejari) sesuai dengan kewenangan masing-masing.
“Setelah satu tahun, semua laporan ini kita gabungkan dan laporkan kepada Presiden. Sebagian laporan kami rekomendasikan menjadi kebijakan, sementara lainnya hanya berupa penjelasan,” kata Babul.
Komjak juga berkoordinasi dengan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) dan Inspektur Pengawasan Kejaksaan untuk memperkuat pengawasan internal dan eksternal di masa mendatang.
Selain menangani laporan masyarakat, Komjak turut memantau kasus-kasus besar yang menjadi perhatian publik. Salah satu kasus besar yang diawasi adalah kasus Ferdy Sambo serta perkara dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015–2022 dengan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun.
“Kami turun langsung ke Bangka Belitung untuk memantau lokasi terkait kasus timah. Selain itu, kami juga memantau persidangan dan barang bukti yang disita jaksa. Semua perkembangan ini dilaporkan kepada Presiden,” ujar Babul.
Anggota Komjak, Heffinus menyoroti sejumlah putusan kasus yang dinilai tidak sesuai standar operasional prosedur (SOP). Dia mempertanyakan beberapa putusan yang jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa tetapi tidak diajukan banding.
“Misalnya, ada terdakwa yang dituntut enam tahun tetapi diputus hanya dua tahun, dan JPU tidak banding. Ini salah satu hal yang akan kami evaluasi dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus),” kata Heffinus.
Komjak mencatat denda yang berhasil dikumpulkan dari berbagai kasus sepanjang tahun 2024 mencapai Rp 11,75 miliar. Sedangkan uang pengganti dari kerugian negara sebesar Rp 12 triliun, jauh di bawah nilai kerugian yang ditaksir mencapai Rp 300 triliun.
“Masih banyak kekurangan. Kami akan terus mengevaluasi kinerja kejaksaan untuk memastikan setiap kasus ditangani secara profesional dan sesuai prosedur,” ujar Heffinus. (bbs/san)
© 2024 Satelit News - All Rights Reserved.
Diskusi tentang ini post