SATELITNEWS.COM, TANGERANG—Pagar laut yang membentang di wilayah Kabupaten Tangerang bagian utara semakin panjang. Jika sebelumnya, panjang pagar itu hanya 13 kilometer maka kini sudah membentang sepanjang 30 kilometer lebih. Hal tersebut diungkapkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten Eli Susiyanti dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (7/1).
Eli mengungkapkan pagar tersebut meliputi enam kecamatan yaitu tiga desa di Kecamatan Kronjo, tiga desa di Kecamatan Kemiri, empat desa di Kecamatan Mauk, satu desa di Kecamatan Sukadiri, tiga desa di Kecamatan Pakuhaji dan dua desa di Kecamatan Teluknaga. Struktur pagar laut terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter. Di atasnya dipasang anyaman bambu, paranet dan juga diberi pemberat berupa karung berisi pasir.
“Kemudian di dalam area pagar laut itu sudah juga dibuat kotak-kotak yang bentuknya lebih sederhana dari pagar laut itu sendiri,” katanya, Selasa (7/1).
Eli mengungkapkan pihaknya bersama dengan lembaga lain telah melakukan investigasi terhadap keberadaan pagar laut tersebut. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten sendiri mendapatkan laporan adanya pemagaran itu pada 14 Agustus 2024 lalu dari warga. Informasi yang dia terima saat turun ke lokasi bahwa pemagaran laut itu tidak mengantongi izin dari camat dan kepala desa.
Selanjutnya, Eli mengaku bahwa pada 18 September 2024, pihaknya kembali melakukan patroli dengan melibatkan dari Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI). Saat itu, DKP Banten meminta aktivitas pemagaran dihentikan.
“Terakhir kami melakukan inspeksi gabungan bersama-sama dengan TNI Angkatan Laut, Polairut, PSDKP KKP, PUPR Satpol-PP, Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang. Kami bersama-sama melaksanakan investigasi di sana, dan panjang lautnya sudah mencapai 13,12 km. Terakhir malah sudah 30 km,” kata Eli.
Pagar laut sepanjang 30,16 km itu berdiri di kawasan pemanfaatan umum yang berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2023 meliputi zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, zona perikanan budi daya dan juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Bappenas.
“Di sepanjang kawasan ini, 6 kecamatan dengan 16 desa ini, ada sekelompok nelayan, masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan. Ada 3.888 nelayan, kemudian ada 502 pembudi daya,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) Rasman Manafii menegaskan bahwa apabila ada penggunaan ruang laut di atas 30 hari maka wajib membutuhkan sejumlah izin, seperti izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
“Aktivitas di ruang laut yang aturannya itu harus ada KKPRL kalau di atas kegiatan 30 hari,” kata Rasman.
Oleh karena itu, dia mempertanyakan izin KKPRL dari pemagaran laut di wilayah tersebut, jika tidak mengantongi hal itu, maka dinilai maladministrasi.
Diketahui, Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Banten berencana melakukan investigasi terhadap pemagaran laut tersebut. Rencana itu sudah disampaikan sejak Senin 16 Desember 2024 lalu. Namun, hingga kemarin, investigasi tersebut belum dilaksanakan. Kepala Ombudsman Banten Fadli Afriadi beralasan jika proses investigasi belum kunjung dilaksanakan karena terbentur dengan hari libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025.
“Karena banyak hari libur waktu itu,” katanya seusai melakukan audiensi dengan Pj Gubernur Banten A Damenta di Pendopo Gubernur Banten, KP3B, Kota Serang, Selasa (7/1).
Diakui Fadli, pihaknya baru akan memanggil pihak-pihak yang memiliki hubungan dengan pemagaran laut di pesisir Kabupaten Tangerang. Dua di antaranya adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten dan BBWSC3.
“Minggu depanlah,” kata Fadli.
Fadli mengatakan, pihak-pihak yang dinilai memiliki keterkaitan dan kewenangan terhadap laut dan sungai maka akan dipanggil dan dimintai keterangan. Sebagaimana diketahui, untuk urusan kelautan, ada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten yang memiliki kewenangan. Sementara untuk urusan sungai, maka Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau Ciujung Cidurian (BBWSC3) yang memiliki kewenangan untuk itu.
Fadli beralasan pemanggilan baru akan dilakukan pada pekan depan karena sebelumnya terbentur dengan banyaknya hari libur pada akhir Desember 2024 lalu. Karena itu, upaya pemanggilan baru bisa dilakukan pada pertengah Januari 2025 ini.
Fadli mengatakan, secara aturan, lautan adalah milik negara yang tidak bisa dipindahtangankan kepada perorangan atau perusahaan. Lautan sebagaimana sifat aslinya adalah kumpulan air sehingga akan sulit untuk mengukur kepemilikannya.
Karena itu, pemagaran yang dilakukan di lautan dipertanyakan kegunaan dan peruntukannya. Dia pun menghakui tidak mudah melakukan investigasi semacam ini. Termasuk mengidentifikasi siapa yang bertanggung jawab dan harus mencopot pagar di laut tersebut.
Namun dia mengaku bersyukur karena isu ini tidak hanya menjadi perhatian Ombudsman melainkan juga lembaga lain. Salah satunya adalah Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia. (lutfi/rmg)
Diskusi tentang ini post