SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Musyawarah daerah (Musda) VI DPD II Partai Golkar Kota Tangerang untuk memilih ketua baru periode 2020-2025 berlangsung panas, Rabu (8/7). Kemenangan calon petahana Sachrudin yang terpilih menjadi ketua melalui aklamasi terancam digugat.
Proses Musda-VI mendapatkan perlawanan dari sejumlah kader yang digawangi anggota DPRD Kota Tangerang Mulyadi. Para kader yang rata-rata Pengurus Kecamatan (PK) secara terang-terangan mengungkapkan penolakan mereka terhadap mekanisme yang ditempuh panitia dalam menjalankan pemilihan di Golkar. Sebab tidak ada satu pun perwakilan PK yang diperbolehkan mengikuti musda.
Akibat perbedaan pandangan dua kubu ini, tensi di luar arena musda di Hotel Allium di Tanah Tinggi menjadi tegang. Selain silang pendapat dua belah pihak, kehadiran ratusan massa dari sejumlah komunitas ojek daring dan kelompok pemuda tertentu turut menambah “panas” suasana. Meski tidak melakukan kegiatan apapun, namun kehadiran massa membuat aparat siaga.
Untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, Polres Metro Tangerang Kota menurunkan puluhan personel, baik petugas berseragam maupun berpakaian preman. Selain itu, tidak seperti biasanya juga polisi sampai harus mengerahkan kendaraan taktis (rantis) dan dua unit kendaraan pengurai massa milik Satuan Sabhara.
Salah seorang kader dari kubu penentang Musda yang juga Ketua Pengurus Kecamatan Golkar Karawaci, Dicky Saputra menyampaikan, bila mengacu pada hasil munas, AD/ART serta peraturan organisasi (PO), maka musda adalah hajat para PK.
“Kami ini pengurus 13 PK yang mempunyai legalitas, tetapi justru tidak diikutkan dalam musda. Padahal Musda itu hajat kami, hajat para PK. Ini kan artinya jelas ada aturan yang ditabrak,” terangnya.
Dicky mengaku heran atas alasan panitia tidak memperbolehkan mereka ikut Musda karena surat keputusan (SK) mereka selaku pengurus masa berlakunya sudah habis. Padahal, ujarnya dalam Partai Golkar, perpanjangan mereka harusnya secara otomatis.
“Karena apa? Kita mekanismenya top-down. Tapi ini tidak dilakukan oleh DPD Golkar Kota Tangerang,”katanya.
Untuk itu, pihaknya menyatakan menolak pelaksanaan musda Golkar Kota Tangerang dan akan mengajukan banding ke mahkamah partai. “Kami sudah merilis dan menyatakan menolak Musda serta mengajukan banding ke mahkamah partai,” tegasnya.
Lalu PK mana yang diikutkan musda? “Itu Plt ketua PK, kloningan. Kita sendiri tidak pernah mendapat surat tembusan bahwa kita di-Plt,” ungkap pria yang juga mengaku dari Ketua PK Golkar Karawaci tersebut.
Harusnya, ungkap dia, mekanisme Musda ditempuh secara fair dan demokratis. Terlebih mereka bukanlah kader kemarin sore di Partai Golkar.
“Buka seluas-luasnya, diikutsertakan peserta yang sah. Terlebih bila mem-Plt-kan ada aturannya. Diantaranya sudah tidak mampu, cacat hukum, serta kena penyakit. Tapi ini kita semua masih sehat-sehat saja kok, kenapa tidak diikutkan,”katanya.
Keprihatinan senada juga disampaikan Mulyadi. Pria yang sempat dikabarkan akan ikut maju mencalonkan diri sebagai ketua DPD ini menuding, dalam musda Golkar, demokrasi tidak terlaksana. Selain itu, ada juga katanya beberapa langkah yang diambil menyalahi AD/ART.
“Salah satunya bahwa kami selaku ketua PK diberi amanah dari Munas X memberikan kesempatan bahwa tiga bulan setelah munas harus digelar musda tingkat provinsi, setelah itu enam bulan kesempatan untuk musda DPD tingkat II. Lalu buat kami para ketua PK sembilan bulan, seterus ke bawah masa kami makin ditambah ditambah. Ini belum lagi terkait tata cara pengangkatan Plt” jelasnya.
Sayangnya Mulyadi yang juga Ketua PK Neglasari mengaku baru mengetahui informasi hari itu juga bahwa posisi mereka selaku ketua PK digantikan oleh Plt. “Kita sama sekali tidak tahu, kita terus terang baru tahu hari ini (tahu-red) bahwa kita diganti oleh peserta Plt,” jelasnya.
Mulyadi menambahkan, mekanisme top down seperti di Golkar memiliki konsekuensi terkait masa kepengurusan di bawah, sehingga bila ada pengurus di bawah yang periodenya habis bukanlah salah mereka.
“Kalau bicara dari bawah, harusnya kami diberi kesempatan muscam dulu. Tapi inikan dari atas, itu makanya kenapa Munas X itu memberikan kesempatan buat kami sampai sembilan bulan (setelah periode habis). Jadi terus terang kami tidak tahu apa maksudnya hal ini tidak diindahkan,” jelasnya.
Sachrudin yang diklarifikasi mengenai hal ini menyatakan, tidak mempermasalahkan apabila ada pihak tertentu menggugat hasil Musda kali ini. “Yang PK itu maksudnya? Mereka itu SK-nya sudah habis. Jadi kalau sudah habis kan artinya tidak diperpanjang. Kecuali kepengurusannya masih nyangkel (ada-red), itu bisa diperpanjang,” jelas pria yang juga Wakil Walikota Tangerang ini.
Sachrudin menyampaikan para ketua PK yang protes tersebut kepengurusannya habis sejak 2019. “Jadi nggak nyambung dengan PO. Tapi ini memang faktor pemahaman saja sebetulnya. Kita nggak tahu arahnya kemana,” jelasnya.
Disinggung soal rencana gugatan Mulyadi dkk, mantan Camat Cipondoh ini menganggap hal itu sebagai hak setiap warga negara. “Hak semua semua pengurus, karena Partai Golkar itu partai yang tunduk dan patuh, fatsun terhadap mekanisme partai. Partai yang tunduk dan patuh terhadap peraturan, PO,” ujarnya.
Namun demikian mantan Camat Pinang ini juga berharap agar dalam menyampaikan aspirasi sesuai dengan ketentuan. “Ya bagaimana pun negara kita negara hukum, semuanya agar terfasilitasi dan terlayani,” pungkasnya. (made/gatot)
Diskusi tentang ini post