SATELITNEWS.COM, PANDEGLANG – Mencuatnya persoalan arogansi dan dugaan intimidasi, terhadap honorer tenaga kesehatan (Nakes), mendapat perhatian akademisi Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA) Banten, Eko Supriatno.
Dia meminta, agar Pemkab Pandeglang tidak terlalu terbawa perasaan alias baper, dalam menyikapi persoalan aksi demonstrasi yang dilakukan para honorer kesehatan, beberapa waktu lalu.
Eko menilai, tindakan agresif Pemkab Pandeglang dengan memberikan sanksi dan teguran keras terhadap para honorer, tidak tepat dan feodal.
Oleh karena, konstitusi sudah memberikan jaminan hak sepenuhnya kepada seseorang atau kelompok dalam menyampaikan aspirasi di muka umum.
“Mengemukakan pendapat melalui aksi unjuk rasa, adalah bagian dari Hak Asasi Manusia yang dijamin oleh konstitusi. Pimpinan instansi di lingkungan Pemkab Pandeglang, sebaiknya menghormati hak ini dengan tetap menjaga keseimbangan antara kebebasan menyampaikan aspirasi dan tanggung jawab terhadap pelayanan publik,” kata Eko, Senin (20/1/2025).
Eko menyarankan, agar Bupati Pandeglang Irna Narulita segera turun tangan, dan menyelesaikan kegaduhan tersebut. Selain itu, para Kepala Puskesmas juga harus diberikan teguran agar tidak melalukan tindakan yang memalukan, dan tidak mencerminkan sebagai pimpinan.
Oleh karena, tindakan yang dilakukan oleh lima kepala Puskesmas merupakan tindakan arogan, dan mencoreng nama Bupati dan Wakil Bupati Pandeglang. Oleh karena itu, dia menyarankan agar para pejabat tersebut tidak lagi mencari muka dan segera selesaikan kegaduhan tersebut.
“Pemerintah Daerah sebaiknya segera memfasilitasi dialog, antara tenaga honorer, pimpinan Puskesmas, dan pihak terkait untuk mencari solusi terbaik. Dengan komunikasi terbuka, kesalahpahaman dapat diminimalkan, dan langkah-langkah konstruktif dapat diambil,” ujarnya.
Eko mengingatkan, bagi Kepala Puskesmas yang terbukti melakukan pemberhentian terhadap tenaga honorer secara sepihak atau tanpa alasan yang jelas, bisa dibawa ke ranah hukum karena melawan aturan perundang-undangan.
“Jika benar ada pemberhentian tenaga honorer secara sepihak, hal ini perlu ditinjau ulang berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang, ASN. Pengangkatan tenaga baru untuk menggantikan honorer yang diberhentikan tanpa prosedur yang sah bisa dianggap pelanggaran hukum,” tegasnya.
Eko juga menilai, persoalan tersebut bisa terselesaikan dengan mudah apabila Kepala Daerah memiliki kebijaksanaan dan pegawainya tidak lagi gemar mencari muka, untuk mengamankan jabatan.
“Kasus ini menunjukkan, perlunya kebijakan yang lebih jelas dan terarah dalam menangani tenaga honorer. Pemerintah Daerah dapat memperkuat aturan internal, untuk memastikan perlakuan yang adil serta mendukung hak tenaga honorer tanpa mengabaikan kewajiban mereka terhadap pelayanan publik,” tuturnya.
“Semua pihak, baik pimpinan maupun tenaga honorer, harus memahami regulasi yang berlaku, termasuk batasan dalam aksi unjuk rasa dan konsekuensinya. Dengan demikian, potensi konflik dapat dikurangi melalui pemahaman bersama,” tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, sikap arogansi dan diskriminasi terhadap sejumlah tenaga honorer kesehatan, diduga terjadi di Kabupaten Pandeglang.
Sikap tercela itu merupakan imbas, karena para tenaga honorer itu mengikuti aksi unjuk rasa menuntut diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) penuh waktu, beberapa waktu lalu.
Informasi yang berhasil didapat, ada lima Puskesmas yang melakukan diskriminasi dan arogansi terhadap para pegawai honorer, yaitu Puskesmas Labuan, Mandalawangi, Cimanuk, Sindangresmi, dan Puskesmas Bojong.
Dari lima Puskesmas itu, hanya Puskesmas Bojong yang secara tegas memberhentikan sepuluh tenaga honorer kesehatan karena mengikuti aksi demonstrasi. Parahnya, kesepuluh orang itu akan diganti oleh honorer baru alias pengangkatan tenaga honorer
Pengangkatan honorer baru itu, merupakan bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 20 tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Oleh karena, dalam aturan itu secara tegas melarang mengangkat non ASN atau nama lainnya untuk mengisi jabatan ASN sejak UU ini berlaku.
Aksi arogansi dan tekanan terhadap para honorer itu terjadi beberapa hari sebelum dilakukan aksi demonstrasi. Puncaknya, pemberhentian itu dilakukan sehari setelah para honorer menyuarakan aspirasi mereka. Padahal, menyuarakan aspirasi dilindungi oleh Konstitusi dan merupakan Hak Asasi Manusia (HAM).
Salah seorang tenaga honorer yang meminta namanya dirahasiakan mengatakan, para tenaga honorer yang melakukan aksi demonstrasi, mendapatkan intimidasi dari pimpinannya. Puncaknya, kata dia, ada sepuluh orang yang dirumahkan karena tidak mematuhi perintah, yaitu dilarang mengikuti aksi unjuk rasa.
“Ada sepuluh orang rekan kami yang dirumahkan dan tidak lagi diperpanjang sebagai honorer. Ini sudah ramai dikalangan honorer, mereka yang dirumahkan bekerja di Puskesmas Bojong,” katanya, Minggu (19/1/2025).
Dia mengaku, aksi intimidasi terjadi di semua Puskesmas di Kabupaten Pandeglang. Bahkan, ada lima kepala puskesmas yang secara tegas melalukan aksi atau tindakan semena-mena terhadap para honorer.
“Ada lima Puskesmas yang arogan dan melakukan intimidasi paling keras, Puskesmas yang mengancam gak di perpanjang SK honorer itu Puskesmas Labuan , Mandalawangi dan Kecamatan Cimanuk,” katanya.
“Sementara Puskesmas yang memberikan SP (Surat Peringatan) kepada para honorer yang melakukan aksi unjuk rasa yaitu Puskesmas Sindangresmi. Sedangkan yang sampai memberhentikan para honorer Puskesmas Bojong. Nah, yang diberhentikan ini akan diganti oleh honorer baru atau mengangkat honorer,” sambungnya. (adib)
Diskusi tentang ini post