SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Meski baru beberapa bulan menjabat, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro didemo pegawainya. Aksi demo dipicu pemecatan salah satu pegawai Kemediktisaintek, Neni Herlina yang dianggap tidak adil dan tidak mengikuti prosedur yang berlaku. Satryo dinilai sewenang-wenang terhadap bawahan.
Aksi ini diikuti ratusan pegawai dan berlokasi di lobi gedung Kemendikti Saintek Senin (20/1/2025) pagi. Mereka datang berpakaian hitam sambil menggelar spanduk panjang dengan tulisan: Kami ASN Dibayar Oleh Negara, Bekerja Untuk Negara, Bukan Babu Keluarga. Ada pula spanduk lainnya bertuliskan: “Instusi Negara Bukan Perusahaan Pribadi Satryo dan Istri”
Tak hanya itu, sejumlah karangan bunga sebagai ucapan bela sungkawa pun banyak dikirim ke lobi Kemendikti Saintek. Sejumlah yel-yel dan orasi menentang aksi dan sikap Satryo terus digaungkan sepanjang aksi.
Orasi sempat terjeda ketika tiba-tiba mobil berpelat nomor RI 25 diketahui tengah terparkir di parkiran lantai 2 Dikti. Mendikti Saintek diketahui ternyata menggunakan pintu di area parkiran untuk meninggalkan kantor.
Sontak para pegawai yang tengah demo menghampiri mobil tersebut. Mereka mencoba menghadang mobil yang dikendarai Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) itu dan memintanya turun. Sayang, hal itu tak digubris. Dengan dibantu pegawai keamanan, mobil kemudian melaju keluar area kementerian.
Pemecatan terhadap Neni Herlina dianggap tidak adil dan tidak mengikuti prosedur yang berlaku. Dalam aksi tersebut, para pegawai menyuarakan keprihatinan mereka terkait perlakuan yang tidak transparan terhadap pegawai dan pejabat di Kemediktisaintek.
Ketua Paguyuban Ditjen Dikti, Suwitno menjelaskan, pergantian pimpinan di Kemediktisaintek yang terjadi seiring dengan perubahan kementerian baru-baru ini menimbulkan sejumlah masalah terkait kebijakan internal.
Meskipun pergantian jabatan di lingkungan kementerian adalah hal biasa, Suwitno menilai cara-cara yang digunakan untuk melakukan pergantian tersebut tidak elegan dan tidak sesuai prosedur. Selain itu, ada sejumlah kebijakan yang dirasa tidak adil terhadap beberapa pegawai dan pejabat di Kemediktisaintek, termasuk pemecatan Neni.
“Sebenarnya, Ibu Neni melayani keperluan rumah tangga kementerian, namun terjadi kesalahpahaman yang mengarah pada fitnah terhadap dirinya. Padahal, dia tidak melakukan kesalahan apa pun,” kata Ketua Paguyuban Pegawai Dikti Suwitno dalam keterangannya.
Pemecatan tersebut dilakukan secara terburu-buru, bahkan Neni diminta untuk pergi segera tanpa proses disiplin yang jelas. “Pada hari itu juga, dia diminta untuk angkat kaki di depan Menteri dan Sekretaris Jenderal, tanpa ada klarifikasi lebih lanjut,” lanjut Suwitno.
Menurut Suwitno, seharusnya setiap masalah disiplin pegawai dapat diselesaikan dengan prosedur yang jelas, seperti yang diatur dalam PP 1994. Namun, dalam kasus pemecatan Neni, prosedur ini sama sekali tidak diikuti. “Harus ada penyelidikan dan klarifikasi terlebih dahulu sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, tetapi itu tidak dilakukan. Bahkan pemecatan dilakukan tanpa adanya pemberitahuan resmi atau surat keputusan,” ujar Suwitno.
Aksi ‘Senin Hitam’ ini dilakukan secara spontan tanpa ada pengaturan resmi. Para pegawai hanya berkomunikasi melalui grup WhatsApp dan sepakat untuk mengenakan pakaian hitam sebagai bentuk solidaritas dan duka atas perlakuan yang tidak adil terhadap rekannya. “Kami tidak menginginkan kejadian seperti ini terulang lagi. Kami hanya ingin agar pegawai dihormati hak-haknya dan agar setiap masalah diselesaikan dengan cara yang sesuai dengan aturan yang ada,” tambah Suwitno.
Para pegawai Kemediktisaintek berharap agar aksi ini mendapatkan perhatian dari pihak yang berwenang. Mereka juga menginginkan agar perubahan dalam kebijakan internal kementerian dilakukan dengan lebih bijaksana dan transparan, serta mengedepankan asas keadilan.
Aksi ‘Senin Hitam’ yang diikuti sejumlah pegawai ini bertujuan untuk menyampaikan protes atas kebijakan pemecatan Neni dan meminta kejelasan mengenai prosedur penegakan disiplin di Kemediktisaintek.
Para pegawai berharap agar pejabat terkait, termasuk Presiden yang mengangkat Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, memberikan perhatian lebih terhadap masalah ini dan memastikan bahwa pejabat yang ada di lingkungan kementerian dapat menjalankan tugas dengan adil dan transparan.
Sekretaris Paguyuban Pegawai Ditjen Dikti, Nining Setiawati menegaskan bahwa dalam setiap organisasi, termasuk institusi pendidikan, harus ada aturan dan etika yang diikuti. “Kita ini adalah insan pendidikan yang seharusnya menjadi contoh. Jika kita mengkampanyekan untuk menghindari perundungan di dunia pendidikan, maka kita tidak seharusnya memperbolehkan tindakan yang tidak adil seperti ini terjadi di kementerian,” ungkap Nining.
Sementara Neni Herlina menceritakan perasaan tertekan yang ia alami setelah pemecatannya. “Saya hanya tidak ingin kejadian seperti ini terulang pada pegawai lain. Teman-teman saya bekerja dalam ketakutan, dan saya tidak ingin ada lagi ‘Neni’ yang diperlakukan semena-mena seperti saya,” ujar Neni.
Ia mengungkapkan bahwa pemecatannya terjadi setelah adanya kesalahpahaman terkait meja di ruang kerjanya yang menjadi sumber masalah. “Saya hanya diminta untuk mengganti meja, tetapi setelah itu saya dipanggil dan diancam akan dipecat. Besoknya saya langsung diminta keluar dari kantor, membawa semua barang saya, tanpa adanya surat pemecatan resmi,” cerita Neni.
Neni, yang kini merasa tertekan dan ketakutan setelah pemecatannya, berharap agar institusi pendidikan dapat lebih mengutamakan etika dan budi pekerti dalam menjalankan tugas. “Kami adalah bagian dari institusi pendidikan yang harus menjadi contoh. Oleh karena itu, tindakan yang diambil harus berdasarkan pertimbangan yang bijaksana dan tidak merugikan individu secara tidak adil,” tutup Neni.
Neni menjelaskan, permasalahan dia dan Mendikti Saintek bermula dari meja yang harus diletakkan di ruang kerja sang menteri. yang mana ternyata, dianggap tidak sesuai oleh istri sang menteri. “Waktu itu permintaan mengganti meja itu dari istrinya sih. Karena waktu itu ke kantor, habis pelantikan beres-beres, kata sekretari yang sekarang sudah dipecat, itu bilang kayak gitu (sesuai yang dilakukannya, red),” jelasnya. Ia yang hanya mengikuti arahan pun tahu-tahu dipanggil esokan harinya. Dia dimarahi habis-habisan yang kemudian berujung pemecatan. “Keluar kamu sekarang juga, bawa semua barang-barang kamu. Sana ke Dikdasmen,” ujar Neni menirukan ucapan Satryo kala itu.
Kini Neni mengaku bingung. Ia tak tahu harus bersikap seperti apa di kantor, apakah harus bekerja ke kantor atau tidak pasca pemecatan secara lisan tersebut. Melalui aksi ini, dia hanya ingin menuntut keadilan. Ia pun tak ingin situasi yang sama nantinya dirasakan oleh rekan-rekannya yang lain. “Saya tidak ingin ada Neni-Neni yang lain, yang dengan semena-mena disuruh pergi begitu saja,” ungkapnya. Sementara hingga berita ini dimuat belum ada konfirmasi dari Mendikti Saintek. (rm)
Diskusi tentang ini post