SATELITNEWS.COM, SERANG—Ulama Banten Matin Syarkowi turut menyoroti polemik Program Strategis Nasional (PSN) PIK 2 dan pemasangan pagar laut di wilayah pesisir Utara Tangerang. Menurutnya, polemik terjadi disebabkan tidak adanya transparansi dari pemerintah, terlebih pemerintah daerah.
Kata Matin Syarkowi, pemerintah daerah selama ini kurang memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai rencana pembangunan yang ada di Provinsi Banten, termasuk rencana pembangunan proyek strategis nasional (PSN) di wilayah pesisir Utara Banten. Padahal menurutnya, sosialisasi itu penting supaya masyarakat pun mengetahui rencana yang hendak dilaksanakan oleh pemerintah, sehingga mereka pun bisa mempersiapkan diri ketika rencana proyek itu benar-benar akan direalisasi.
“Dan setelah itu masyarakat dikasih tahu area ini untuk A, untuk B, untuk C sehingga tidak kaget. Ada edukasi terhadap masyarakat, ada dialog dengan masyarakat. Ketidaktransparanan yang seharusnya transparan kemudian mulai tidak jelas lagi ini lah akibatnya,” katanya.
Kemudian selain karena adanya ketidak transparanan, masalah politik juga dianggap sebagai faktor pemicu terjadinya polemik. Matin melihat sisa-sisa gesekan Pilpres yang masih terasa sampai saat ini turut ikut campur dalam polemik tersebut.
“Karena saya melihat ada faktor politik juga, sisa-sisa pilpres ini sebetulnya masih ada. Darimana saya menduga itu? Kehadiran orang-orang politik, lalu ada juga orang yang hadir karena soal tendensi pribadi,” ujarnya.
Karena itu dia mendorong kepada semua pihak, termasuk tokoh masyarakat di Banten, untuk dapat menjelaskan persoalan yang terjadi secara objektif. Supaya masyarakat pun mengetahui secara jelas permasalahan yang sebenarnya terjadi.
Di samping itu Matin pun mengaku merasa prihatin terhadap isu yang berkembang saat ini. Sebab, isu yang berkembang di tengah masyarakat telah mengarah pada SARA. Matin menilai hal itu berbahaya jika terus dibiarkan karena berpotensi dapat menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat sehingga mengancam keutuhan bernegara.
“Ada juga yang demo itu isu SARA karena China apa-apa gitu, inikan bahaya. Banten itu butuh pembangunan, mana mungkin pemerintah sanggup untuk pembangunan ini mengandalkan dari APBD atau APBN, nggak bisa loh,” terangnya.
Di sisi lain, Ombudsman Banten telah melakukan pemanggilan terhadap beberapa pihak untuk dimintai keterangan terkait pemasangan pagar laut di wilayah pesisir Utara Tangerang. Mereka yang dipanggil itu di antaranya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia melalui Direktorat Perencanaan Ruang, Direktorat Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan serta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten.
Selain itu juga Ombudsman Banten melakukan koordinasi dengan Loka Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Serang DJPKRL KKP RI dan Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk menambah informasi dan memperkuat telaah yang dilakukan oleh Ombudsman.
Kemudian disampaikan juga bahwa berdasarkan data yang dihimpun dari hasil kunjungan ke lapangan, tercatat ada sebanyak 3.888 nelayan yang terdampak mengalami kerugian atas kehadiran pagar laut tersebut. Para nelayan itu disebut harus mengeluarkan biaya operasional dua kali lipat untuk bisa melaut, sementara hasil tangkapan yang diperoleh terus berkurang.
“Terdapat kerugian materiil yang jelas diterima oleh masing-masing nelayan di sini. Ombudsman mengidentifikasi ada ribuan nelayan yang terdampak dari bulan Agustus, September, Oktober, November, Desember dan sampai sekarang, sudah hampir 6 bulan, berupa: rute melaut menjadi lebih jauh; bahan bakar semakin tinggi, waktu melaut semakin sedikit; mengurangi pendapatan,” ujar anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Banten, Fadli Afriadi, mengatakan pihaknya masih terus melakukan pemeriksaan terhadap kasus tersebut. Dalam proses pemeriksaan tersebut pihaknya mendapati adanya beberapa temuan dan indikasi-indikasi maladministrasi yang masih perlu didalami.
“Proses pemeriksaan atas pemagaran laut ini masih berjalan. Namun, kami tegaskan, permasalahan ini harus secepatnya diselesaikan. Investigasi tentu terus berjalan untuk memastikan apakah ada maladministrasi atau tidak. Namun untuk tindakan korektif (berupa pembongkaran) tentu harus sudah bisa dilakukan dengan maksimal. Untuk itu kami akan terus memonitoring,” tandasnya. (tqs/rmg)
Diskusi tentang ini post