SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Bareskrim Polri mengungkap empat kasus tindak pidana importasi ilegal yang terjadi dalam kurun empat bulan terakhir. Total kerugian negara dalam kasus penyelundupan kawat baja, rokok ilegal, barang elektronik dan suku cadang tersebut mencapai Rp 64 miliar.
“Selama kurun waktu empat bulan terakhir ini, Tipideksus melalui Satgas Pengawasan Importasi Ilegal berhasil melakukan pengungkapan di wilayah Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Banten, Jawa Barat, dengan nilai barang Rp51.230.400.000,” ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (4/2).
“Nilai total kerugian negara mencapai Rp64.257.680.000,” lanjut Helfi lagi.
Kasus pertama adalah penyelundupan kawat baja oleh PT NRS di Cikarang Selatan, Bekasi, Jawa Barat. Perusahaan ini melakukan importasi tali kawat baja dari Korea Selatan, Portugal, India, dan Singapura “Serta pembelian dari beberapa perusahaan dalam negeri dengan mengganti nomor post tarif atau kode HS pada dokumen pemberitahuan impor barang atau PIB,” imbuh Helfi.
Tali kawat baja yang diselundupkan ini dilaporkan sebagai batang kecil untuk menghindari pendaftaran barang wajib SNI dan untuk menghindari biaya barang masuk berupa PPH dan PPh.
Direktur Utama PT NRS, RH telah ditetapkan menjadi tersangka. Polisi juga telah menyita 45 gulung kawat baja berdiameter 25 mm sampai dengan 45 mm dari gudang PT NRS.
RH dipersangkakan pasal berlapis. Pertama, Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2014 Pasal 120 tentang Perindustrian, dengan ancaman pidana paling lama lima tahun dan pidana denda paling banyak Rp 3 miliar. Pasal 113 UU nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dengan ancaman pidana lima tahun dan pidana denda paling banyak Rp 5 miliar. Pasal 65 UU Nomor 20 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, dengan ancaman pidana paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 35 miliar.
Kasus kedua adalah penyelundupan rokok. Polisi telah melakukan penggerebekan dan penyitaan sejumlah barang bukti di gudang rokok di Kelederan, Serang, Banten. Tersangka BEJ dari CV. CTA yang merupakan pelaku usaha rokok hasil selundupan ini diduga menempelkan pita cukai atau tanda pelunasan cukai yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
“Rokok-rokok yang ditemukan di lokasi pergudangan dijual ke masyarakat seolah-olah pita cukainya sudah dilunasi dan seolah-olah rokok yang diedarkan atau dilekatkan pita cukai adalah legal,” ujar Helfi.
Kasus ketiga yakni penyelundupan barang elektronik oleh PT Glisse Indonesia Asia. Modus operandinya adalah menjual Smart TV, Digital TV, mesin cuci. Selain itu, Setrika Listrik, LED TV, Speaker, Tv rekondisi, Remote Tv, dan lain-lain tanpa sertifikat SNI.
Penjualan dilakukan di platform media sosial dengan total nilai barang Rp18.088.400.000. Kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp5.617.680.000. Polisi telah menyita 2.406 barang elektronik .
Kasus keempat terkait kasus penjualan dan menyelundupkan suku cadang dan onderdil mobil jenis Honda, Suzuki, Mitsubishi, Toyota, Isuzu Daihatsu dan Ford. Suku cadang itu berupa Kampas Rem, Filter Oli, Filter Solar, Fun Cluth dan Thermoostat.
“WN China berinisial VV (30) laki-laki, datang ke Indonesia mendatangi toko sparepart untuk menawari barang-barang tersebut sesuai dengan list yang ada pada WN China tersebut,” ujar Helfi.
Polisi telah menyita sejumlah barang bukti berupa 1.396 dus kampas rem berbagai merek. Juga, 3 mesin potong, 4 mesin cetak, 1 mesin lem press, 4 mesin pon, 1 mesin pernis, 2 mesin sablon, 1 mesin press sampah, dan 1 mesin jahit. “Nilai barang yang bisa kita sita yaitu Rp 3 miliar, yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 10,8 miliar,” ujar Helfi.
Polisi masih melakukan pengejaran dan profiling terhadap sosok VV yang diketahui datang ke Jakarta tiga bulan sekali. “Kita sudah beberapa bulan melakukan pelacakan dan kita akan terus berkoordinasi dengan Dirjen Imigrasi untuk profiling yang bersangkutan,” lanjut Helfi. (bbs/san)