SATELITNEWS.COM, PANDEGLANG – Sejumlah warga Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, mengadukan kekhawatiran pencemaran laut akibat tumpahan batu bara, kepada anggota DPRD Pandeglang.
Hal itu mereka lakukan, karena selama dua bulan lebih tumpahan batu bara di Selat Sunda belum terselesaikan.
Diketahui, tumpahan batu bara itu terjadi pada Desember 2024 lalu tepatnya di sekitar perairan Pulau Popole, Desa Cigondang, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang. Saat itu, tongkang TB Titan 27/BG Titan 14 yang mengangkut batu bara sebanyak 7.000 metrik ton (MT) kandas di perairan Selat Sunda.
Meski PT Sinar Wijaya Energi (PT SWE) dan PT Trans Logistik Perkasa (PT TLP), selaku pihak yang bertanggung jawab atas kapal, telah bergerak cepat untuk melakukan observasi dan koordinasi dengan pemerintah daerah, namun dampak pencemaran yang terjadi terus mengundang kekhawatiran warga.
Tumpahan batu bara yang diperkirakan mencapai sekitar 7.000 metrik ton (MT) hingga kini masih menjadi pekerjaan besar untuk dibersihkan. Sejumlah pihak terkait, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Banten, dan Kelompok Warga Peduli Pesisir Pantai (KWP3), telah bergerak bersama untuk menangani pencemaran ini.
Hingga kini, sekitar 646 ton batu bara telah berhasil diangkat dan dikemas dalam karung untuk mengurangi dampak pencemaran. Meskipun begitu, sebagian besar batu bara masih tercecer di laut dan pesisir, memperburuk kondisi lingkungan. Warga pun berharap agar perusahaan yang bertanggung jawab segera mengambil langkah-langkah yang lebih efektif dalam menyelesaikan masalah ini.
Jajang, seorang nelayan asal Kecamatan Labuan mengaku, khawatir dengan tumpahan batu bara di perairan Selat Sunda. Oleh karenanya, hingga saat ini persoalan tersebut belum terselesaikan dan bisa menjadi faktor pencemaran laut.
“Kalau laut sudah tercemar, tentunya kita akan kesulitan mendapatkan ikan. Makanya, batu bara yang ada ini harus segera dibersihkan, supaya enggak mengganggu dan merusak laut, karena Laut merupakan mata pencaharian utama nelayan,” katanya, Minggu (2/3/2025).
Satiri nelayan lainnya mengatakan, persoalan tumpahan batu bara harus segera diselesaikan karena tidak lama lagi akan masuk musim ikan. Apabila masih ada tumpukan batu bara, dikhawatirkan jumlah tangkapan ikan berkurang dan hal itu berdampak terhadap pendapatan nelayan.
“Nggak lama lagi kan musim ikan nih, kalau misalkan belum ada solusi, terus batu bara masih menumpuk di laut, ya kita takutlah bisa mencemari laut, ikan yang biasanya asa bisa kabur karena air lautnya tercemar,” ujarnya.
Anggota DPRD Banten Daerah Pemilihan (Dapil) Pandeglang, Lukman Nulhakim mengaku, dirinya akan menyampaikan langsung persoalan tersebut kepada pihak terkait, dan meminta agar tumpahan batu bara segera dibersihkan dari laut, agar tidak mengganggu mata pencaharian nelayan.
“PT SWE sebagai pemasok batu bara dan PT SIS sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pengiriman batu bara harus memastikan bahwa mereka menjalankan kewajiban mereka dalam proses pembersihan dan pemulihan lingkungan,” ungkapnya.
Selain itu, kata Lukman, pihak terkait juga harus melakukan langkah rehabilitasi terhadap terumbu karang, dan pesisir yang terdampak. Rehabilitasi ini, menurutnya, harus melibatkan kerja sama antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat untuk memulihkan ekosistem yang rusak dan menjaga kelestarian lingkungan pesisir di Pulau Popole.
Selain itu, Lukman menekankan, pentingnya pembaruan rutin mengenai perkembangan proses pembersihan dan evakuasi kapal.
“Kami akan terus memantau perkembangan ini dan memastikan bahwa segala upaya pemulihan dapat dilakukan dengan tepat. Semoga masalah ini bisa segera teratasi dan dampak lingkungan dapat diminimalisir,” pungkasnya.
Warga sekitar Pulau Popole, terus menuntut solusi cepat atas tumpahan batu bara yang mencemari lingkungan mereka.
Koordinasi yang lebih efektif antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat sangat dibutuhkan agar pencemaran ini dapat diatasi secara tuntas.
Proses pembersihan yang masih berlangsung, harus ditangani dengan lebih serius, sementara rehabilitasi jangka panjang menjadi langkah krusial untuk memastikan kelestarian ekosistem laut dan pesisir di wilayah tersebut. (adib)