SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Anak jalanan identik dengan tato, kekerasan hingga jauh dari agama. Sebagian orang bahkan menganggap mereka sebagai sampah masyarakat karena tatanan kehidupannya yang tak jelas. Namun, melalui Majelis Preman, mereka ingin merubah persepsi itu.
“Kami ingin dilihat dari karya, bukan fisik, strata pendidikan ataupun gaya kami yang begajulan. Jangan nilai kami dari cover saja.” Itulah yang dikatakan oleh pendiri Majelis Preman, Hidayat Shaleh saat Satelit News berkunjung ke markasnya di Jalan Perdata 1 Nomor 12 B, Pengayoman, Tangerang, Minggu (12/7).
Tak dipungkiri selama ini, anak jalanan dan preman memang telah dicap buruk. Kehidupan di jalanan membuat pola pikir mereka menjadi liar. Dalam urusan pekerjaan pun mereka tak banyak pertimbangan. Apapun yang dapat dijadikan uang dikerjakan. Terpenting, perut kenyang dan hati senang. Urusan halal atau haram belakangan. Mulai dari mengamen hingga aksi kriminalitas.
Kendati begitu, bukan berarti mereka tak ingin berubah. Hasrat untuk menjadi insan yang lebih baik selalu muncul. Hal itu tercermin di Majelis Preman.
Di kelompok tersebut, para anak jalanan yang dikenal tak mengerti tata karma berubah 160 derajat. Mereka sangat menjaga sopan santun bahkan tak sungkan mencium tangan kepada orang yang lebih tua.
“Saya mendirikan Majelis Preman agar mereka punya tujuan yang jelas. Mengangkat status kehidupannya,” ujar Hidayat.
Pria kelahiran Surabaya 39 tahun silam ini menuturkan di masa lalu dirinya juga bekas preman. Namun, bertobat setelah mendapat hidayah pada 2004 lalu. Dia menceritakan telah merasakan kerasnya kehidupan di jalanan hingga kerap melakukan tindakan kriminal.
Saat menjadi preman, dia sering bersinggungan dengan lawannya. Pertumpahan darah karena sabetan benda tajam dan tumpul pun pernah dia rasakan. Hidayat saat itu terkenal garang dan disegani oleh kalangannya. Pengikutnya pun juga banyak.
“Di pasar Induk Tanah Tinggi itu saya dulu menjadi penguasa tapi itu dulu. Sekarang saya sudah tobat. Walaupun sebenarnya kalau saya datang kesana saya masih mendapat jatah,” ungkap Hidayat.
Diakui Hidayat, dia sudah 3 kali keluar masuk rumah sakit karena terkapar usai bentrok. Yang terparah pada 2004 lalu hingga masuk ICU, saat itu dia koma hingga 2 minggu. Setelah siuman, Hidayat bersumpah tidak akan terjun lagi ke dunia hitam premanisme. Dia lebih mendekatkan diri kepada yang maha kuasa memohon ampunan.
“Saya ingat ibu. Saya ingin memberikan bukti bakti seluruhnya untuk ibu. Saya rasa sudah cukup untuk itu,”tuturnya.
Usai itu, dia kembali ke jalanan. Namun, bukan untuk menjadi preman lagi. Misinya adalah merangkul kawan hingga lawan untuk mengikuti langkahnya bertobat. Diakui Hidayat hal itu memang tak mudah tapi dia percaya ada secerca harapan untuk mengubah kehidupan kawan-kawannya.
“Saya manfaatkan jaringan saya yang dulu. Saya kumpulkan mereka, mereka nurut. Memang sulit tapi saya lakukan perlahan,” ujarnya.
Tekadnya ini, kata Hidayat juga dipengaruhi oleh keluarganya yang agamis. Diakui Hidayat, kakeknya merupakan seorang kiai.
“Ibu dan ayah saya seorang yang agamis,” imbunya.
Anak-anak jalanan yang terasingkan dan dianggap sampah masyarakat dikumpulkan di rumahnya. Mereka ditatar untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.
“Mereka ini anak yang dianggap melawan orang tua, sebenernya cinta tapi bingung cara menyampaikannya,” kata Hidayat.
Di awal gerakannya, Hidayat belum memberikan nama Majelis Preman. Nama tersebut baru diberikan pada 2018 lalu.
“Gerakannya sudah lama tapi nama Majelis Preman ini baru 2 tahunan,” kata Hidayat.
Di Majelis Preman, orang-orang yang terasingkan itu diajarkan kembali tentang keagamaan. Seperti mengaji dan salat. Kemudian, diberi fasilitas untuk berwirausaha. Mulai dari berdagang makanan hingga sablon.
“Saya ingin mereka tidak asing di negeri sendiri dan memerdekakan mereka secara ekonomi,” ungkap Hidayat.
Saat ini, Majelis Preman juga tengah mengembangkan 1 media yang berfokus pada anak muda. Media tersebut diberi nama Tangerang.life.
“Saya juga ingin mendirikan peternakan nanti mereka yang menjalankan. Jadi saya memberdayakan mereka. Agar mereka punya penghasilan jelas dan tidak kembali ke jalanan,”ungkapnya.
Hidayat mengaku tak segan bertindak tegas kepada anak asuhnya bila tak ingin mengikuti aturan. “Silahkan pergi karena di sini hanya untuk orang yang ingin berubah,” ujarnya.
Bersama istrinya Dian Sarasti Putri Tambunan, Hidayat sudah menuntun ratusan anak jalanan kembali ke jalan yang benar. Semua anak jalanan mereka anggap sebagai anak sendiri.
“Banyak yang sudah bertobat, punya usaha dan kehidupannya menjadi lebih baik. Mereka menikah dan meninggalkan tempat ini. Tapi balik lagi untuk silaturahmi,” ujar Hidayat.
Salah satu yang diangkat menjadi anak adalah Muhammad Aliando. Anak yang masih berusia 11 tahun ini ditemukan Hidayat di Pasar Induk Tanah Tinggi pada Maret 2020 lalu. Saat itu, keadaannya sangat memprihatinkan. Kuku di jari kaki telah hilang. Banyak luka kekerasan fisik di tubuhnya.
“Ada luka bekas dilelehin sedotan, melepuh jadinya. Kasihan dulu dia tidak merasakan kasih sayang orang tua. Waktu ketemu dia (Aliando) keras dan melawan,” kata Hidayat.
Hidayat menceritakan, Aliando merupakan anak yatim piatu yang melarikan diri dari panti asuhan di Tanjung Priok. Kemudian, dia berlabuh hingga ke Pasar Induk Tanah Tinggi. Saat itu, karena hidup di jalan, prilakunya kasar bahkan terhadap orang tua.
“Dia baru tahun ini kita angkat anak. Alhamdulilah dia bisa dengan cepat beradaptasi,” kata Hidayat.
Memang, tak nampak tanda-tanda trauma di wajahnya. Perilaku Aliando seperti anak seperti anak sebayanya. Periang dan manja. Diakui Aliando, dia sangat mencintai Hidayat dan Dian meskipun bukan anak kandung.
“Sayang sama abi, tapi kalo abi (Hidayat) lagi marah Alindo takut,” katanya Aliando sembari bersenda gurau dengan Hidayat.
Hal senada diungkapkan oleh anak asuh lainnya, Muhammad Kelvin. Pria yang kerap disapa Kutil ini mengaku sejak bergabung dengan Majelis Preman tiga tahun silam hidupnya menjadi lebih terarah.
“Alhamdulilah saya sangat bersyukur bisa ketemu abi (Hidayat). Kalo gak ada dia ga tau deh saya bagaimana,” ungkapnya.
Pria yang berasal dari Jakarta Selatan ini memang masih kerap kembali ke jalanan untuk mengamen. Dirinya dulu sempat berdagangan namun sedang vakum.
“Saya sudah 3 tahun disini (Majelis Preman). Insyallah akan ada kehidupan yang baik untuk saya ke depannya,” pungkasnya. (irfan/gatot)
Diskusi tentang ini post