SATELITNEWS.ID, PINANG—Warga RT 07 / 01, Kelurahan Panungganggan Utara, Kecamatan Pinang memprotes PT Cilamaya. Protes warga disampaikan lantaran perusahaan penyedia air bersih tidak pernah menyerahkan uang retribusi keluar masuk truk yang diperuntukkan bagi warga selama empat tahun.
Warga kemudian menutup akses jalan yang dilalui truk menuju perusahan untuk membeli air. Uang sebesar Rp 4.000 per truk itu diberikan kepada warga melalui perusahaan dan merupakan biaya retribusi karena truk air telah melewati jalur warga.
Salah satu warga Marsudi menjelaskan, biaya tersebut sesuai dengan kesepakatan. Warga dan perusahaan setuju untuk memberikan uang retribusi sebesar Rp 4 ribu. Namun, sudah empat tahun ini warga tak menerima uang tersebut. “Itu uang dari sopir untuk warga. Kita seharusnya menerima satu truk itu Rp 4 ribu,” ujarnya Senin, (13/7).
Sistemnya, setiap sopir memberikan uang retribusi kepada perusahaan sebesar Rp 4.000. Kemudian, setiap minggunya perusahaan menyetorkan uang tersebut kepada warga. “Padahal kan itu uang kami dari sopir bukan dari perusahaan. Tapi kenapa perusahaan tidak memberikan kepada kami,” ujar Marsudi.
Marsudi menjelaskan uang retribusi memang sudah seharusnya diberikan lantaran sudah ada kesepatakan antara warga dan perusahaan. Lantaran, dampak yang dihasilkan dari keluar masuk kendaraan bertonase besar. Mulai dari kebisingan suara mesin, hingga jalan hancur. “Itu sudah dari tahun 90-an (uang retribusi) jumlahnya kan naik seiring berjalannya waktu. Sampai Rp 4.000 tapi tidak kami terima selama empat tahun ini. Oleh karenanya kita menuntut uang kami yang empat tahun itu,” ujarnya.
Marsudi mengatakan pihak perusahaan beralasan, uang tersebut digunakan sebagai pemeliharaan jalan. Jalan yang dulu rusak kini telah di beton oleh perusahaan. Kendati, tidak ada komunikasi antara warga dengan perusahaan terkait pengecoran jalan. “Ini di cor tahun lalu memang kata perusahaan pakai uang itu (retribusi) tapi tidak ada komunikasinya dengan warga,” katanya.
Untuk sementara ini, warga dan perusahaan sepakat untuk kembali memberikan uang retribusi dari sopir. Namun, dengan pembagian Rp 2.000 untuk warga. Sementara Rp 2.000 untuk pemeliharaan jalan. “Untuk saat ini kita sepakat dulu. Karena kasian suplier air (sopir truk) mereka ingin cari makan,” ujar Marsudi.
Lurah Panunggangan Utara, Warji mengatakan memang sudah seharusnya uang retribusi tersebut diberikan. Pasalnya uang tersebut berasal dari suplier yang membeli air ke perusahaan itu. “Itu haknya warga mendapat kompensasi dari lalu lalang mobil 24 jam kasian warga. Warga merasa terganggu dan segala macam belum lagi ada pentalan batu dari mobil ke rumah warga,” kata dia.
Sebelumnya, kata Warji, PT Cilamaya juga sempat bersitegang dengan warga terkait jalan rusak. Menurut Warji, jalan yang sempat rusak parah disebabkan oleh lalu lalang truk bertonase besar. “Itu dulu jalan rusak bisa dicor kan hasil mediasi warga dengan perusahaan. Satu tahun itu mediasinya di paksa dulu mereka (perusahaan),” katanya.
Warga, lanjut Wardi meminta perbaikan jalan namun Pemerintah Kota Tangerang melalui Dinas PUPR tidak bisa merealisasikannya. Lantaran status kepemilikannya. Jalan tersebut sebenarnya tanggung jawab Bina Marga. “Jadi kita mengusulkan ke PU tapi tidak bisa. Karena ini milik Kementerian PU Bina Marga. Memang ini juga jalur usaha, makannya tidak mau. Ya jadi kita minta tanggung jawab perusahaan,” ujarnya.
Sementara, Manajer PT Cilamaya Handoko menyatakan, dana tersebut telah digunakan untuk perbaikan jalan rusak. “Jadi itu untuk perbaikan jalan, terus kasih sembako hari raya untuk warga. Pemeliharaan arus operasional keluar masuk mobil, terus sama ini kan kami ada kredit delapan mobil (truk air) jadi itu sih yang dari perusahaan yang bisa disampaikan,” ujarnya saat mediasi. (irfan/made)
Diskusi tentang ini post