SATELITNEWS.ID, SERANG–Rencana pembangunan Stasiun Peralihan Antara (SPA) seluas 2.500 meter persegi di Desa Mekarbaru, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang, menuai penolakan dari segelintir orang. Penolakan tersebut, disampaikan melalui spanduk yang dipasang disejumlah tempat dan Media Sosial (Medsos).
Camat Petir, Asep Herdiana membenarkan adanya penolakan tersebut. Menurutnya, ketika ditelusuri aksi penolakan disuarakan oleh segelintir pemuda. Mereka beralasan, adanya SPA tersebut akan menimbulkan bau dan kotor.
“Memang ada beberapa pemuda (menyuarakan penolakan), beberapa mahasiswa yang baru lulus. Enggak tahu motifnya apa, kemungkinan ada yang memprovokasi. Mereka pasang spanduk menolak penampungan sampah, menolak sampah. Sampai di ditayangkan di medsos, sudah salah kaprah,” kata Asep, Kamis (23/7).
Namun Asep memastikan, warganya tidak menolak adanya rencana pembangunan SPA di wilayahnya. Sebab saat melakukan sosialisasi belum lama ini, ia mengaku sudah menegaskan kepada warga terkait spanduk penolakan tersebut.
“Waktu warga hadir (sosialisasi,red), saya tegaskan terkait spanduk itu ? Apakah setuju diabaikan, mereka setuju. Berarti kan tidak ada penolakan,” tandasnya.
Soal tindaklanjut terhadap aksi penolakan tersebut, Asep mengaku, akan kembali mengumpulkan orang-orang tersebut. Menurutnya, jangan sampai aksi ini menjadi citra buruk. “Sosialisasi saja belum selesai, sudah ada penolakan. Dasarnya dari mana, anak-anak itu, sudah teridentifikasi orang-orangnya. Ada yang dari Ciruas, tapi kebanyakan dari luar lokasi titik koordinat,” ujarnya.
Ditegaskannya pula, rencana pembangunan SPA di Desa Mekarbaru ini masih tahap sosialisasi pengadaan lahan. Adapun luas lahan yang dibutuhkan, mencapai sekitar 2.500 meter persegi. “Pemilik lahan sudah siap (menjual lahannya), dokumen sudah disiapkan,” tuturnya.
Sementara, Kepala Bidang (Kabid) Pertamanan dan Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Serang, Toto Mujiyanto mengatakan, program SPA ini merupakan pembakaran sampah yang ramah lingkungan. Jadi sampah itu setelah dipilah terus dibakar, hasil pembakaran itu abunya bisa dibikin batako.
“Tapi baru sosialisasi, mengenalkan kepada masyarakat, mau menerima program itu apa enggak? Kalaupun enggak, kita enggak akan memaksa, jadi belum pembangunan,” ungkap Toto.
Disinggung mengenai adanya penolakan, diakuinya sebelum dilaksanakan sosialisasi memang terpasang spanduk penolakan. Namun begitu sosialisasi, semuanya berjalan lancar dan tidak ada penolakan dari warga.
“Itu mah hanya curi star. Di spanduknya juga salah, di situ kan tertulis penampungan sampah. Kalau kita, enggak ada penampungan sampah,” imbuhnya. (sidik/mardiana)
Diskusi tentang ini post