SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Kasus pasien yang sembuh dari Covid-19 di Kota Tangerang telah mencapai 912 orang. Dari ratusan pasien itu terselip satu nama ulama, KH Edi Junaedi Nawawi. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tangerang ini berhasil sembuh dari Covid-19 di usai senjanya. Bagaimana kisahnya?
Hampir sebulan lamanya, KH Edi Junaedi menjalani isolasi setelah terkonfirmasi positif Covid-19. Tak mudah baginya berjuang melawan penyakit yang ditumbulkan virus Sars Cov-2 itu mengingat usianya yang sudah menginjak 83 tahun. Terlebih, bapak sembilan anak itu memiliki masalah fungsi organ tubuh yakni Ginjal dan Jantung.
Para lansia merupakan golongan yang rentan. Pada usia lanjut, dokter sulit memastikan kesembuhan pasien dari Covid-19.
“Saya ada batu ginjal besarnya 2×3 centimeter. Itu kan besar. Saya juga punya penyakit Jantung,” ujar KH Edi Junaedi kepada Satelit News saat dikunjungi di kediamannya di bilangan Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang, Selasa (22/9).
Meski demikian, Edi tak menyerah begitu saja. Doa tak henti-henti dia panjatkan agar penyakitnya diangkat. Serta, berserah diri kepada Tuhan yang Maha Esa.
“Saya terus berikhtiar,” kata Edi.
Saat dikunjungi Edi tengah duduk di kursi sembari membaca sebuah buku. Fisiknya nampak lemah termakan usia. Namun, semangatnya terlihat masih berkobar.
Pria kelahiran Tangerang, 12 Desember 1937 ini menceritakan awal mula dirinya terinfeksi Covid-19. Diduga Edi terpapar Covid-19 di rumah sakit. Lantaran, dia kerap mondar-mandir untuk berobat.
“Mungkin dari sana. Karena kan saya sempat dirawat juga karena Batu Ginjal,” ungkapnya.
Dia kemudian mengalami sesak nafas saat terkena air dingin. Sesak nafas itu semakin menjadi-jadi hingga dia dirujuk ke Rumah Sakit Sari Asih Karawaci pada 10 Agustus lalu. Di sana, anak pertama dari delapan bersaudara ini mendapat penanganan medis.
Dia diberi selang oksigen untuk membantu pernafasannya. Karena itu, dokter pun mengindikasi kiai Edi terpapar Covid-19. Sehari setelahnya, dia dites usap tenggorokan atau swab test. Dua hari kemudian hasil tes pun keluar. Dia dinyatakan positif Covid-19. Tepatnya pada 13 Agustus, Edi dirujuk ke RS Sari Asih Cipondoh untuk menjalani perawatan.
“Jadi awalnya saya wudhu pake air dingin kemudian saya sesak nafas. Jadi nggak boleh kena air dingin. ‘Syarafnya sudah sensitif’ kata dokter. Berasa seperti bertetangga dengan malaikat maut,” tuturnya.
Kiai Edi kemudian kembali dirujuk isolasi di salah satu rumah singgah, tepatnya di kawasan Modernland pada 25 Agustus. Di sana dia diisolasi selama 10 hari. Saat dinyatakan sembuh, pada 4 September, kiai Edi pulang ke rumahnya.
“Saat saya positif saya nggak dikasih tahu. Saya curiga saat dipindahkan ke RS Sari Asih Cipondoh. Di sana kan tempat untuk orang positif Covid-19. Tapi tetap tidak ada yang ngasih tahu. Baru saat berada di rumah saya dikasih tau, bapak kena Covid-19,” katanya.
Selama berada di tempat isolasi dia mengaku bosan. Banyak yang dibatasi. Bahkan dia tidak pernah mandi saat menjalani isolasi lantaran dikhawatirkan sesak nafasnya kambuh.
“Mandi hanya di elap-elap saja. Wudhu pakai air hangat,” imbuhnya.
Kini Edi telah dinyatakan sembuh. Menjadi penyintas Covid-19 membuatnya selalu waspada. Tak bosan-bosannya dia memperingatkan masyarakat Kota Tangerang untuk mematuhi protokol kesehatan demi terhindar dari paparan Covid-19.
“Minta berdoa dan berdoa ini menyeluruh orang Tangerang terutama di masjid-masjid. Di dalam salat wajib ada doa Qunut Nazilah. Terus kedua, kita menggantungkan diri ke Allah,” tegasnya.
Edi mengaku sedih saat melihat ada masyarakat yang tak mematuhi protokol kesehatan. Dia menilai tindak tersebut sama saja dengan mendzolimi orang lain lantaran dapat berpotensi tertular Covid-19.
“Segala sesuatu kita minta kepada Allah. Jelas ada perkataaan minta menghindar dari malapetaka itu kewajiban kita sebagai umat Islam,” ujarnya seraya menitikkan air mata.
“Yang kita sebut protokol kesehatan yang pokoknya ada 3 itu masker, jaga jagak dan mencuci tangan itu ikhtiar. Malah benci Allah kalau nggak patuh protokol kesehatan. Saya suka nangis kalau lihat itu. Ikhtiar itu hukumnya wajib,” ujar Edi lirih.
Anak keempat Edi Junaedi, Sobrum Zamili mengaku saat ayahnya dinyatakan positif Covid-19 sebenarnya keluarga sudah pasrah. “Karena syaratnya sudah cukup lansia dan punya penyakit bawaan,” ungkapnya. (irfan/gatot)
Diskusi tentang ini post