SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Kabar mengenai KH Edi Junaedi Nawawi yang positif Covid-19 membuat publik terkejut. Terutama tetangga rumah dan pihak yang sempat berkomunikasi langsung dengannya. Meski demikian, tak ada hujatan diterima keluarga Ketua MUI Kota Tangerang itu. Mereka justru mendapatkan dukungan.
Keluarga besar KH Edi Junaedi langsung melakukan karantina mandiri setelah dinyatakan positif Covid-19 pada 13 Agustus lalu. Rumahnya yang berlokasi di Jalan M Toha, Gang Bahagia, Nomor 48, RT 003 RW 011, Kelurahan Gerendeng, Kecamatan Karawaci pun disegel.
Tak ada yang berani bertandang ke rumah Sang Kiai untuk sementara waktu. Aktivitas yang biasa dilakukan seperti mengaji berjamaah pun ditiadakan. Masyarakat sekitar khawatir terpapar Covid-19. Terlebih, mereka tinggal di perkampungan padat penduduk.
Sebagian keluarga yang terdiri dari istri, anak dan cucu pun melakukan karantina di kediaman Kiai Edi. Diantaranya anak ketiga Ahmad Mulki Sobri dan keluarga. Mereka melakukan isolasi mandiri di rumah sang ayah. Sebagian lainnya memilih untuk isolasi di kediamannya masing-masing.
Diakui Ahmad Sobri, selama mengkarantina diri dukungan dari tetangga tak henti-hentinya mengalir. Bahkan mereka tak perlu ketika ingin makan dan minum. Lantaran banyak tetangga yang mengantarkan logistik untuk mereka konsumsi.
“Yang punya katering ngasih nasi boks, yang punya warung ngasih beras. Kan kalau ngasih makanan di taruh di depan. Itu di sana makanan nggak abis-abis,” ujarnya kepada Satelit News saat dikunjungi, Selasa (24/9).
Bukan hanya Kiai Edi, keluarganya pun nampak begitu disayangi tetangga bahkan masyarakat Kota Tangerang. Hal tersebut terbukti dengan derasnya dukungan moril bagi mereka.
“Sampai ada yang menelpon sambil menangis-nangis. ‘Yang sabar ya’ kata dia. Jadi kita yang merasa tersentuh,” kata Ahmad Sobri.
Pria 49 tahun itu mengakui kalau kabar tentang ayahnya positif Covid-19 memang membuat banyak pihak terkejut. Bahkan ada yang meramalkan kalau sang ayah tidak akan lama lagi hidup di dunia.
Hal itu bukan tanpa alasan. Lantaran, yang mereka ketahui kalau orang lanjut usia akan sulit untuk bertahan mengahadapi infeksi Covid-19. Terlebih, Kiai Edi Junaedi memiliki masalah fungsi pada bagian organ tubuh, ginjal dan jantung.
“Itu syaratnya sudah lengkap (meninggal) kena Covid, umur diatas 50 tahun terus punya penyakit bawaan. Kita sudah pasrah, orang-orang juga ngomong seperti itu, pasrahin saja,” ungkap Ahmad Sobri.
Sobri menjelaskan, setelah Kiai Edi dinyatakan positif Covid-19, Dinas Kesehatan Kota Tangerang langsung melakukan tracing kontak erat. Karena kebiasaan yang sering berkumpul mengaji setiap malam Jumat, maka semua keluarga Edi melakukan tes usap tenggorokan atau swab test. Total ada 48 orang yang terdiri dari anak, cucu, cicit dan istri. Ada beberapa yang dinyatakan positif Covid-19, termasuk Ahmad Sobri.
“Saya dan istri langsung disolasi di Puskesmas Panunggangan Barat,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan oleh anak keempat Edi, Sobrun Zamili. Sobrun merupakan salah satu anak Edi yang setia menemaninya saat isolasi di Rumah Sakit Sari Asih dan rumah singgah di Moderland.
“Saya yang selalu menemani bapak hingga masa perawatan itu berakhir,” ujarnya.
Sobrun menceritakan aktivitas ayahnya selama dikarantina. Meski berada di atas tempat tidur rumah sakit, tak membuat KH Edi serta merta berdiam diri. Anak pertama dari delapan bersaudara ini terus melakukan aktivitas keagamaan walaupun dibatasi.
“Beliau senantiasa adzan ketika masuk waktu salat dan tidak pernah meninggalkan salat. Zikir pun terus dilakukan,” kata dia.
Diakui pria 47 tahun ini, baik keluarga dan pihak rumah sakit memang tak memberi tahu kalau ayahnya positif Covid-19. Hal tersebut memang sengaja dilakukan agar tak mengganggu imunitas Sang Kiai.
“Takutnya kalau dikasih tahu malah ngedrop. Memang semangat bapak untuk sembuh ini tinggi,” tutur Sobrun.
Saat melayani sang ayah awalnya Sobrun menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap. Namun tindakan itu nyatanya tak disambut baik. Raut wajah ayahnyanya berubah ketika Sobrun mengenakan APD.
Khawatir, kondisi sang ayah turun karena hal tesebut, Sobrun pun melepaskan APD. Kemudian dia ganti hanya dengan mengenakan masker dan sarung tangan medis.
“Saya tahu bapak punya penyakit bawaan lemah jantung, takut jika saya menyinggung perasaan, jadi beranikan diri untuk tidak lagi menggunakan APD,” ungkapnya.
Sobrun menjelaskan, selama masa perawatan di rumah sakit dan rumah singgah, dukungan juga tetap datang. “Saat bapak dirawat, banyak yang menanyakan kabar bapak setiap harinya. Bahkan ada yang memberikan penyemprot ruangan jika kami membutuhkan,” ungkapnya.
Pihak keluarga, kata Sobrun, terharu atas sikap masyarakat. “Kita keluar, yang di luar tuh warganya tidak ada yang menjauhi, malah pada memberi semangat dan ada yang sambil nangis,” imbuhnya.
Kini semua sudah berlalu. Kiai Edi sembuh. Dia berhasil melawan Covid-19 di usianya senjanya. Dia kembali dan melakukan aktivitasnya bersama keluarga.
“Bapak obatnya cuma satu. Bertemu dengan orang yang dia sayang. Itu sudah senang sekali,” kata Sobrun.
KH Edi Junaedi dinyatakan positif Covid-19 pada 13 Agustus lalu saat dia dirawat di RS Sari Asih Karawaci karena mengeluhkan sesak nafas. Saat dinyatakan positif dia pun dipindahkan ke RS Sari Asih Cipondoh. Kiai Edi kembali dirujuk isolasi di salah satu rumah singgah di Modernland pada 25 Agustus. Di sana dia diisolasi selama 10 hari. Setelah dinyatakan sembuh pada 4 September, Kiai Edi pun pulang ke rumahnya. (saskia/nabila/gatot)
Diskusi tentang ini post