SEBAGAI bangsa yang besar Indonesia memiliki beragam suku, budaya, bahasa daerah, bahkan jenis-jenis pakaian dan makanan tradisional masing-masing berbeda. Nikmat keanekaragaman inilah yang satu sisi bisa menjadi motivasi untuk menjadikan Indonesia negara yang besar dan berpengaruh di dunia, satu sisi keragaman tersebut terkadang justru menjadi sumber konflik yang justru dijadikan amunisi benih-benih perpecahan dan permusuhan.
Dalam konteks inilah maka diperlukan perekat bagi bangsa Indonesia agar tetap menjadi bangsa yang utuh di tengah keragaman tersebut. Maka para pendiri bangsa telah sepakat bahwa diperlukan dasar negara sekaligus sebagai nilai etika dalam bernegara. Mereka merumuskannya lima dasar yang mengikat semua elemen bangsa. Lima dasar tersebut yang disepakati untuk berbangsa dan bernegara, yang disebut sebagai Pancasila.
Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi bagian terpenting bangsa Indonesia, karena di dalamnya sudah merangkum nilai-nilai yang memang telah lama ada di tengah masyarakat Indonesia.
Dalam perjalanan sejarahya, Pancasila tidak menjadi “barang mati”. Pancasila yang mengandung nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan keadilan mengalami resistensi dari pemahaman ideologi lain. Sejarah kelam pertentangan nilai-nilai Pancasila adalah adanya gerakan yang ingin mengubah dasar negara Pancasila dengan ideologi Komunis. Konteks inilah Pancasila diuji “kesaktiannya”. Alhamdulillah gerakan tersebut dapat tertangani oleh kekuatan ummat dan TNI. Gerakan yang disebut Pemberontakan PKI 30 September 1965, berhasil ditumbangkan. Momen inilah yang menjadikan setiap tahunnya bangsa Indonesia memperingati “Kesaktian Pancasila”.
Ketika momen perlawanan terhadap gerakan pemberontakan PKI elemen utama yang menyelesaikannya adalah ummat Islam, terutama kaum Nahdhiyin di wilayah Jawa, sebagai sentral perlawanan. Ini adalah bukti bahwa kesaktian Pancasila adalah peran besar para ulama membentengi ummat dari serangan pemikiran “Anti Ketuhanan”.
Maka substansi dari kesaktian Pancasila adalah kekuatan Ketuhanan yang hadir di tengah-tengah ummat. Peringatan hari Kesaktian pancasila bisa dijadikan kebangkitan bagi kita semua untuk meningkatkan rasa nasionalisme dan patriotism yang cenderung mulai luntur dengan spirit Ketuhanan.
Nilai-nilai itulah yang kemudian kita maknai sebagai semangat untuk membangun kembali jati diri bangsa. Pancasila adalah dasar Negara dan menjadi sumber hukum yang mengatur masyarakat Indonesia termasuk kehidupan berpolitik, karena itu politik yang hadir dan lahir di bangsa Indonesia harus tunduk pada Pancasila, terutama sila Ketuhanan.
Pancasila mengandung berbagai makna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Makna yang pertama adalah moralitas, yaitu sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti bahwa Negara bangsa Indonesia bukanlah Negara teokrasi yang hanya berdasarkan kekuasaan Negara dan penyelenggaraan Negara pada legitimasi religius.
Kekuasaan kepala Negara tidak bersifat mutlak berdasarkan legitimasi religius, seperti beberapa negara di Timur Tengah. melainkan berdasarkan legitimasi hukum serta legitimasi demokrasi. Oleh karena asas sila pertama Pancasila lebih berkaitan dengan legitimasi moralitas.
Kesaktian Pancasila memiliki makna penting bagi seluruh warga Negara Indonesia, bahwa Pancasila merupakan pedoman serta dasar Negara yang tidak dapat dan tidak boleh diubah oleh siapapun, termasuk penguasa. Makna kesaktian Pancasila yaitu hari di mana seluruh elemen bangsa dapat menjaga keutuhan semua sila yang ada di Pancasila. Lima sila yang ada, tidak boleh diperas-peras, dikristal menjadi tiga sila bahkan hanya menjadi satu sila. Sila Ketuhanan tetap dijadikan sila pertama dengan tidak perlu ditambah kebudayaan, karena jadi tidak relevan dan janggal.
Cak Nur dalam Bukunya, “Islam Kemodernan dan Keindonesiaan”, menulis bahwa di tangan penguasa atau pejabat yang tidak kreatif, Pancasila sering berfungsi sebagai pengenal diri yang dangkal, atau sebagai pemukul orang atau kelompok lain yang kebetulan “tidak berkenan di hati”. Menafsirkan nilai-nilai Pancasila hanya sebagai alat legitimasi kekuasaan. Tafsir tunggal terhadap nilai-nilai Pancasila sangat rawan dijadikan oleh penguasa untuk menyingkirkan lawan politinya.
Oleh karena itu, diperlukan sikap yang lebih proaktif terhadap nilai-nilai Pancasila, yaitu usaha mengetahui dan menghayati apa sebenarnya yang dikehendaki oleh nilai-nilai luhur itu sesuai pemikiran para pendiri dan penyusun Pancasila. Di sini berarti dikehendakinya adanya pemahaman kepada Pancasila lebih menyeluruh, memandang Pancasila sebagai ideologi terbuka. Tidak membenturkan Pancasila dengan agama, justru agama adalah sebagai penguat ideologi Pancasila, terutama nilai Ketuhanan.
Nilai ketuhanan mesti hadir di berbagai segi keidupan berbangsa. Bidang pendidikan, maka nilai Ketuhanan menjadi dasar target dari pendidikan nasional, yaitu menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di bidang ekonomi, nilai Ketuhanan hadir sebagai landasannya, tidak merampas yang bukan haknya, tidak mengeksploitasi dengan mengabaikan asas keadilan. Bidang hukum, nilai Ketuhanan sebagai spirit agar hukum berpihak bukan kepada kekuasaan, tetapi kepada keadilan, membela kaum mustadh’afin. Bidang politik, maka Pancasila sebagai landasan dalam mengambil dan bersikap ketika menjabat, bahwa kekuasaan adalah amanah dan akan dimintai pertanggungjawaban, bukan hanya di dunia namun di akhirat. Berketuhanan tidak an sich sebagai simbol kesalehan, tetapi menjadi etika yang wajib tercermin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Wallahu a’lam bishowab. (*)
*Staff Pengajar SMA GIS 2 Serpong/ Owner Syahmi Ceter
Diskusi tentang ini post