SATELITNEWS.ID, CIPUTAT—Belasan warga RT O3/04 Kelurahan Jombang, Kecamatan Ciputat, yang didominasi emak-emak mendatangi kantor Walikota Tangsel di Jalan Maruga Nomor 1 Kelurahan Serua Kecamatan Ciputat, Selasa (13/10). Kedatangan mereka untuk mengadukan nasibnya soal banjir yang selalu dirasakan dalam dua tahun terakhir.
Iswati (67), salah satu peserta aksi, mengatakan dirinya selalu was-was kebanjiran selama dua tahun terakhir ketika hujan deras. Terlebih, saat ini ia hanya tinggal sendirian. Suaminya sudah meninggal beberapa tahun lalu dan anak-anaknya sudah tinggal masing-masing dengan keluarganya.
Curah hujan di Kota Tangsel kekinian terbilang cukup tinggi. Hal itu membuat Iswati gelisah, saat hujan turun di malam hari. “Kalau lagi hujan ya enggak bisa tidur, was-was takut air masuk ke rumah. Kalau hujan 50 menit aja, air udah masuk ke dalam rumah,” ungkap Iswati.
Dia mengaku sudah sering kebanjiran saat hujan mengguyur pemukimannya. Paling parah, pada Januari 2020 lalu air menggenangi rumahnya hingga satu meter. “Paling parah Januari. Tapi kalau banjir karena hujan deras biasa ya udah enggak ke hitung. Pokoknya, kalau ujan repot deh,” keluh Iswati yang sudah tinggal di lingkungan tersebut selama 30 tahun.
Iswati, bersama sejumlah emak-emak lainnya datang ke Kantor Walikota Tangsel agar diberikan solusi masalah banjir tersebut. “Ibaratnya kan pemerintah ini orang tua kita. Kalau bukan ke pemerintah, kita mau ngadu ke siapa lagi?” pungkasnya.
Warga lainnya Abdullah mengaku, ancaman banjir tidak hanya membuat keluarganya was-was. Bahkan membuat anaknya trauma terhadap hujan. Setiap hujan, anaknya yang masih duduk di bangku kelas 2 Sekolah Dasar (SD) itu kerap teriak histeris.
“Mungkin karena sudah terlalu sering banjir, anak saya justru histeris kalau cuaca mendung, ada petir dan turun hujan. Dia sampai teriak-teriak, karena takut bakal banjir,” kata Abdullah setelah berorasi.
Abdullah menuding, banjir yang terjadi dalam waktu dua tahun terakhir akibat adanya pembangunan perumahan di area lahan resapan. Diperparah lagi, lanjut Abdullah, adanya ketidaksesuaian piel banjir yang dibangun oleh pengembang. “Sesuai aturan dari Dinas Pekerjaan Umum Tangsel piel banjir harus dibangun selebar 1,5 m x 1,5 m. Tapi realisasinya hanya sekira 0,5 meter. Sedangkan kolom penampungan air harusnya dalam 2,5 meter, tapi ini hanya 0,9 m,” papar Abdullah.
Keluhan tersebut, kata dia, sebetulnya sudah disampaikan kepada pihak pengembang tapi hingga saat ini tidak ada tindak lanjut perbaikan piel banjir. Maka itu, dia dan warga lainnya berharap ada solusi dari Pemkot Tangsel untuk menindaklanjuti keluhan banjir tersebut dan menindak tegas pengembang yang mengabaikan keluhan masyarakat.
Sayangnya, dalam aksi demonstrasi yang dilakukan oleh Abdullah, Iswati dan warga lainnya, tak ada satu pun pejabat Pemkot Tangsel yang menemui. “Tadi mediasi cuma ketemu sama staf di Sekretariat Daerah (Sekda). Saya engga yakin ada solusi karena mediasi seperti ini sudah tiga kali kami lakukan dengan Dinas PU. Kalau tidak juga ada tindak lanjut, maka ini akan kami layangkan gugatan ke pengadilan,” tegas Abdullah. (jarkasih)
Diskusi tentang ini post